Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Paskah Dini Hari, Tradisi yang Hilang (2/2)

4 April 2021   18:00 Diperbarui: 4 April 2021   18:01 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mendekatkan suasana dengan drama (foto: dok. pribadi)

Di gedung terbuka, di kawasan yang dibangun ala pecinan itu, tampak kesibukan panitia berbenah diri. Mempersiapkan sound, menata tikar dan sejenisnya. Sementara, para personil: pemain dan pendukung acara drama bersiap-siap menantikan saatnya 'pentas'.

Beberapa warga yang telah datang, oleh panitia tidak diperkenankan untuk memasuki tempat digelarnya acara. Mereka harus sabar dan rela lesehan atau berdiri, menanti berada di sepanjang ruas jalan yang memang dipersiapkan sebagai acara permulaan.

Akhirnya ... pkl. 04.20 WIB, setelah dirasa siap, acara pun segera dimulai. Adegan Yesus dan tiga iblis mengawali penampilan. Berolah gerak dan berolah rasa. Sebuah prosesi awal, penggambaran akan pergumulan Yesus di alam maut.

 "Bumine goyang, bumine goyang, akeh lindune ... Bumine goyang, bumine goyang, Gusti wus wungu ...," terdengar suara nyanyian yang dikumandangkan. Bahasa Indnesianya, "Bumi bergoncang, banyak kejadian gempa. Tuhan sudah bangkit."

Secara bersahutan, kisah ini, oleh jemaat diamini dengan sebuah pujian "Kristus Bangkit, Soraklah!". Gelaran ini lantas ditimpali dengan pujian yang dilantunkan oleh anak-anak.

Dalam kegelapan langit pagi itu, lantas jemat yang hadir 'digiring' oleh para pemain drama, sembari memegang obor, menuju lokasi 'sebenarnya'. Adengan pemeran Maria, para wanita dan murid-murid Yesus yang lain, masih tetap dalam rangkaian drama. Mencoba menggambarkan kisah kebangkitan Minggu pagi.

Pada arena gedung tontonan terbuka, yang dihiasai banyak ornamen Cina ini, acara pun dilanjutkan kembali. Sementara jemaat menggelar tikar sebagai alas duduk atau menata kursi, para pemain menju ke panggung. Kembali, di sana mereka berkisah tentang kebenaran kabar kebangkitan Yesus yang telah bangkit.

Kubur Yesus yang kosong, menjadi bahan 'perdebatan'. Antara rasa percaya dan tidak, masih menggelayuti alam pikiran para murid. Maria, Salome, Petrus, Kleopas, Tomas dan murid yang lain; punya argumen masing-masing.

Hingga ... Yesus pun pada akhirnya tampil, menampakkan diri kepada para murid-Nya. Memarahi dalam kasih, memberi keyakinan dan kesaksian: Ia sudah bangkit dan ada bersama dengan mereka.

Tampilan Paduan Suara (Padus) juga turut mengisi dalam acara ini. Sesuatu yang mungkin tak bisa lagi dikerjakan selama masa pandemi seperti ini. Jaga jarak, pakai masker; menjadi salah satu tantangan agar Padus sebagai bagian dari prosesi, bisa tampil kembali.

Padus virtual sebagai alternatif, membuatnya juga tidak mudah. Butuh proses yang juga panjang. Walaupun hasilnya setelah melalui tahapan editing, juga bisa elok dan menawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun