Kehidupan di kota jelas tak seperti di desa yang tak terlalu padat dan bisa guyub (menyatu). Maklumlah, karena kondisi atau letak rumah warga jemaat yang bisa saja menyebar di banyak kecamatan dalam satu kota atau sekitar daerah perbatasan. Jadi, mengadakan acara Paskah dini hari, seakan juga menjadi tantangan tersendiri. Tetapi kalau sudah niat, ya, bisa-bisa saja.
Pengalaman ini berlangsung di salah satu Jemaat dari GKJW (Greja Kristen Jawi Wetani) Mulyosari, Surabaya. Letaknya di daerah timur, dekat dengan pantai Kenjeran.
Paskah di Kota
Dewi malam, kala itu (16 April 2006) tampak meredup wajahnya. Tak jauh berbeda pada saat sekarang yang juga masih sering diliputi hujan.
Malam penantian akan peringatan kebangkitan Yesus, ditandai dengan turunnya hujan lokal yang bersifat sporadis (menyebar di tempat berbeda dan dalam waktu yang tidak tidak bersamaan). Rasa cemas pun sempat mengiringi langkah langkah panitia, yang tengah mempersiapkan acara Paskah.
Maklum saja, kegiatan ini dilangsungkan outdoor. Tidak di dalam gedung gereja, tapi di luar ruang terbuka. Syukurlah, guyuran hujan deras berlangsung tak sampai jauh larut malam.
"Hai ... Kleopas, bangun!"
"Iya, Pak, ini sudah bangun."
Hari masih pagi. Jam menunjukkan pkl. 03.40 WIB. Tampak kesibukan di salah satu keluarga yang ketiban sampur, ditunjuk ikut bermain drama.
Pkl. 04.00 WIB lewat, jalanan pinggiran kota Surabaya masih teramat lengang. Beberapa panitia melaju, menuju lokasi pelaksanaan Ibadah dan Perayaan Paskah tersebut.
Tak tanggung-tanggung, lokasi yang dipilih, tepat di bibir pantai kawasan wisata Kenjeran. Nama ini kadang diplesetkan menjadi 'Paris' alias Pantai Ria (Kenjeran) Surabaya. Hitung-hitung, biar sekalian nanti juga bisa melihat keindahan sunrise (matahari terbit).