Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Monumen "Peniwen Affair", Pengakuan Dunia atas Perjuangan PMR

18 Maret 2021   18:00 Diperbarui: 18 Maret 2021   18:26 3277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasukan KNIL pada waktu masuk perbatasan Malang dan Blitar, mereka selalu mengalami kendala terkait adanya gerilyawan yang berada di kawasan tersebut. Lalu tentara KNIL melakukan upaya pembersihan di wilayah yang dimaksud.

Salah satu lokasi yang menjadi sasaran termasuk adalah Desa Peniwen, yang pada waktu itu memiliki Rumah Sakit (Panti Husada; sekarang menjadi SD) yang dikelola oleh gereja. Dugaan KNIL, tempat itu menjadi markas dari tentara dan para warga pejuang. Maka serangan ‘brutal’ pun dilakukan di sana.

Tidak saja plang papan nama, isi ruangan dan koleksi obat-obatan yang tersedia, diobrak-abrik. Pun demikian tindakan yang dilakukan KNIL kepada para tawanan, yang dalam hal ini kebanyakan petugas medisnya.

Aksi keji dilakukan dengan cara mengumpulkan mereka dan memisahkan pria dan wanitanya. Kelompok pria diborgol dengan tali kabel dulu sebelum dibunuh bersamaan (dijajar di tembok RS). Sedangkan bagi yang wanita dibiarkan hidup tapi tentara melakukan pemerkosaan kepada mereka.

***

Dalam catatan lain, sebetulnya pada 16 Januari 1949, kali pertama  pasukan Belanda itu datang. Mereka menangkap, menganiaya warga, dan membunuh anggota Corp Polisi Militer. Kedatangan kedua terjadi pada 31 Januari 1949, kali ini sasaran amuk kepada sang kepala desa, Arjo Wibowo.

Hingga puncaknya yang terjadi pada  19 Februari 1949 itu. Satuan militer Belanda yang diperkirakan berjumlah satu kompi menyerang Desa Peniwen. Karena tidak menemukan pasukan gerilya yang dimaksud sama sekali, mereka kemudian melampiaskan amarah kepada para anggota PMR, serta pasien yang juga merupakan anggota Brigade 16 Kawi Selatan.

Aksi kekerasan ini tentu saja mendapar protes keras. Secara internal, GKJW Peniwen melalui Ds. Martodipuro (Ds. = Dominus, pendeta), lalu mengirimkan surat pengaduan kepada sinode (pusat lembaga keagamaan) yang berada berada di kota Malang itu. Surat itu lalu diteruskan WCC (dewan gereja dunia). Lalu mereka mengutus 5 wakilnya untuk mengecek kebenarannya. Setelah tiga bulan bekerja untuk mencocokkan data dan mencari kebenaran fakta, didapati kesimpulan ternyata terbukti benar laporan tersebut.

***

Cerita versi lain, kabar terkait peristiwa berdarah di Desa Peniwen ini juga disampaikan kepada komandan tertinggi militer Jawa Timur dan terdengar hingga Negeri Belanda. Banyak media Belanda yang kemudian membahas seputar peristiwa berdarah di Peniwen tersebut. Protes dari kalangan parlemen pun bermunculan.

Surat yang menceritakan tragedi pembantaian anggota PMR ini akhirnya meluas ke berbagai negara. Dukungan peristiwa yang disebut Peniwen Affair juga datang dari Perancis, Swiss, Argentina, Jerman hingga Inggris. Negara-negara dunia itu menekan dan memaksa Belanda untuk menghentikan agresinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun