Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perawat, yang Dicinta tapi Terlupa

17 Maret 2021   16:30 Diperbarui: 18 Maret 2021   07:59 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pixabay.com

Hari ini, 17 Maret, menjadi hari istimewa buat para perawat di Indonesia. Ada peringatan Hari Perawat Nasional. Ya, pemilihan tanggal itu bertepatan dengan lahirnya organisasi profesi perawat yakni "Persatuan Perawat Nasional Indonesia "(PPNI) pada tahun 1974.

Tema dalam peringatan HUT PPNI ke-47/2021 ini adalah "Perawat Tangguh, Indonesia Bebas Covid-19 dan Masyarakat Sehat". Tema ini diangkat sebagai gambaran di tengah pandemi Covid-19 saat ini, perawat menjadi salah satu garda depan, sekaligus menjadi tembok pertahanan terakhir dalam penanganan virus Corona.

Mereka yang berjuang secara terus-menerus dan tanpa pilih kasih telah mengemban tugas dan amanah sebagai profesi. Bahkan tidak sedikit perawat, demi memenuhi sumpah profesi, mereka memberikan asuhan keperawatan kepada klien sesuai kode etik keperawatan, gugur dalam tugasnya.

Salah satu bentuk kegiatan yang diangkat secara serentak adalah dengan mengadakan kegiatan Pengabdian Masyarakat berupa Edukasi Vaksinasi Covid-19 kepada masyarakat dengan mengutamakan protokol kesehatan.

Sejarah

Masih belum tua, tapi juga tidak muda jika dilihat umurnya. Tetapi apakah sebelum 1974, tidak ada organisasi profesi? Bagaimana kondisi perawat saat itu?

Sebenarnya sejak zaman penjajahan, perawat Indonesia sudah ada. Seiring dengan adanya rumah sakit yang berdiri. Misalnya di Batavia atau Jakarta kini, ada Residen Vpabst (1819), yang kemudian menjadi Stadsverband (1919). Nama itu kemudian berubah menjadi Central Burgerlijke Zieken Inrichting, dan terakhir menjadi RS Cipto Mangunkusumo (RSCM).

Perkumpulan perawat pada masa itu terdiri dari beberapa organisasi, seperti: Perkumpulan Kaum Verplegerfster Indonesia (PKVI), Persatuan Djuru Kesehatan Indonesia (PDKI), Persatuan Perawat Indonesia (PPI), dan Ikatan Perawat Indonesia (IPI).

Baru pada tahun 1974, organisasi perawat ini menggelar pertemuan. Ojo Radiat, HB. Barnas, dan Drs. Maskoed Soerjasumantri didaulat menjadi pimpinan sidang. Mereka pun sepakat melakukan fusi organisasi dan menyatukan diri dalam satu wadah organisasi yang saat itu masih bernama Persatuan Perawat Nasional.

Pengabungan organisasi perawat tersebut dilakukan di Ruang Demontration, Jalan Prof. Eykman No. 34 Bandung, Jawa Barat pada 17 Maret 1974. Tanggal tersebut pun kemudian disepakati menjadi Hari Perawat Nasional. Mereka juga bersepakat menggelar kongres perawat pertama pada 1976.

Perawat yang Terlupa

Profesi perawat acapkali dinomorduakan sebagai bagian dari paramedis atau gakes (tenaga kesehatan). Padahal andilnya juga penting di dalam melakukan penanganan terhadap pasien.

Oleh karenanya, demi menghargai profesi keperawatan, organisasi kesehatan dunia WHO membuat rilis demikian.

"Tanpa perawat, kami tidak akan memenangkan pertempuran melawan wabah, kami tidak akan mencapai pembangunan berkelanjutan atau cakupan kesehatan universal."

Pendapat WHO itu disampaikan, untuk mengingatkan kembali pentingnya peran perawat sepanjang waktu. Selain itu, WHO juga melayangkan tiga tuntutan kepada negara-negara di seluruh dunia untuk menjamin kesejahteraan perawat. 

Ketiga tuntutan tersebut adalah sebagai berikut.

1. Menjamin keselamatan dan kesehatan kerja perawat dan semua petugas kesehatan, termasuk khususnya, akses tanpa hambatan ke Alat Pelindung Diri (APD) sehingga mereka dapat dengan aman memberikan perawatan dan mengurangi infeksi dalam pengaturan perawatan kesehatan.

2. Menjamin perawat dan semua petugas kesehatan memiliki akses ke dukungan kesehatan mental, pembayaran tepat waktu, cuti sakit dan asuransi; serta akses ke pengetahuan dan panduan terbaru yang diperlukan untuk menanggapi semua kebutuhan kesehatan, termasuk wabah.

3. Menjamin perawat mendapatkan dukungan keuangan dan sumber daya lain yang diperlukan untuk membantu merespons dan mengendalikan Covid-19 dan wabah di masa depan.

                      

Perawat dan Tantangannya

Menurut UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, yang dimaksud "Perawat" adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki dan diperoleh melalui pendidikan keperawatan.

Menjadi seorang perawat adalah tugas kemanusiaan yang luar biasa. Ya, bayangkan saja kalau di rumah sakit. Ada yang pernah menginap? Hehe, jangan ya! Apalagi kondisi Covid-19 yang kian banyak variannya. Bisa-bisa malah tak sembuh-sembuh. Terbayang-bayang hal yang menakutkan malahan.

Nah, salah satu tugas perawat yang kasat mata biasanya adalah memeriksa kesehatan pasien sesuai dengan tahapan proses keperawatan. Seperti memeriksa tanda vital berupa tensi, suhu tubuh, tekanan darah. Bisa juga mengecek kadar gula darah dan memasang selang oksigen atau infus.

Perawat yang bertugas di sebuah ruang opname biasanya selalu memantau dan memberi penilaian atas kondisi pasien yang menjadi tanggung jawabnya. Sehingga, bersama dokter ia dapat membantu mengembangkan rencana perawatan yang sedang berjalan.

Seorang perawat juga harus bisa memberikan motivasi yang positif untuk pasien. Hal ini dilakukan dengan memberikan semangat diri agar tingkat kesembuhan pasien bisa lebih tinggi.

Pada beberapa kasus, perawat juga dituntut untuk ekstra sabar. Tidak saja terhadap si pasien. Kadang juga kepada keluarga si pasien. Kalau yang pengertian dan punya 'rasa', tidak akan 'makan hati'.  Tapi jika sebaliknya, maka pangkal persoalan bisa berujung runcing. Maka diperlukanlah teknik dan keterampilan komunikasi yang baik.

Melihat dedikasi dari perawat, pada 2017 silam, lembaga survei kelas dunia asal Inggris bernama Ipsos Mori, merilis peringkat kepercayaan publik terhadap beberapa profesi di dunia. 

Hasil survei yang dikeluarkan pada November 2017 tersebut menyebutkan bahwa profesi perawat menduduki ranking satu dalam mendapatkan kepercayaan publik, dengan presentasi sebesar 94 persen. Wow, luar biasa tinggi...

Ah, jadi teringat dengan film lama (1998) yang dibintangi oleh artis kawakan Robin Williams berjudul Patch Adams. Sebuah film laris berdurasi 115 menit semi biografi yang dibuat dengan alur drama berbumbu komedi. 

Memang dalam film itu tokoh utama bukan berprofesi sebagai perawat, tapi dokter yang juga kerap menjadi perawat pasien. Metode baru yang dilakukan  dr. Hunter "Patch" Adams dengan cara menghibur pasien, justru bisa meningkatkan kualitas hidup mereka.

Selamat merayakan kegembiraan di hari ini, khususnya buat saudara/i yang berprofesi sebagai perawat. Jasamu juga luar biasa buat kemanusiaan...

17 Maret 2021, Hari Perawat Nasional
Hendra Setiawan

*) dirangkum dari berbagai sumber
**) Selanjutnya: Terima Kasih Perawatku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun