Hoaks ternyata juga bisa dipakai menjadi alat propaganda pemicu perang antarnegara. Selain ada motif bisnis atau sisi finansial di sebagian lainnya. Beberapa kasus (SUMBER) ini misalnya perang AS dan Spanyol di Amerika Selatan tahun 1889 yang isunya dihembuskan pengusaha media Morning Journal.
Adolf Hitler. Siapa yang tak kenal nama ini? Perang Jerman versus Polandia pada September 1939 dimulai dari hembuasan isu militer Polandia menembaki tentara Jeman pada 05.45 pagi.
Vietnam Utara pada Agustus 1964 juga merasakan serangan AS yang bermula dari kabar yang berhembus. Insiden penembakan kapal perang USS Maddox di Teluk Tonkin, mendorong Kongres AS menerbitkan resolusi yang menjadi landasan hukum pasukan AS untuk menyerang negara ini.
Terhangat yang masih belum bisa dilupa adalah klaim AS pada Irak yang memiliki senjata biologi dan kimia (pemusnag massal) pada Februari 2003. Invasi militer pun dilaksanakan.Â
Cerdas Tangkal Hoaks
Pembuat hoaks begitu pintar memanfaatkan situasi dan sentimen sosial dan politik. Isu Covid-19 saja sudah ada 36 kasus yang ter-identifikasi oleh KemenKominfo (SUMBER). Tentu, angka ini bisa terus bertambah.
Sebaga pengguna internet atau media sosial, perlu juga mengimbangi penyebaran hoaks dengan cara dan langkah yang cerdas pula. Cara mengantisipasi dan menekan laju penyebaran hoaks bisa dilakukan antara lain dengan menilai ragam informasi yang beredar. Di antaranya:
1. Judul Bombastis atau Provokatif
Sensasional seperti itu bisa saja diwaspadai. Terkadang, informasi yang disampaikan berasal dari media resmi. Namun sebagian isinya telah diubah agar sesuai persepsi yang dikehendaki oleh pembuatnya.
2. Identitas Abal-Abal
Jika ada situs atau website yang mencantumkan tautan, apakah namanya terpercaya? Maksudnya sudah terverifikasi sebagai institusi pers resmi atau hanya mengaku demikian. Catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs yang mengklaim sebagai portal berita. Byuh... banyak banget, kan?!