Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nyepi dan Kebanggaan sebagai Orang Indonesia

14 Maret 2021   18:30 Diperbarui: 14 Maret 2021   18:48 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu stasiun di Banyuwangi, tapi seperti rasa Bali (foto: dok. pribadi)

Bentuknya amat kental dengan nuansa Bali. Pura dengan luas sekitar 7.703 meter ini diresmikan pada 29 November 1969. Tanggal ini bertepatan dengan hari Sarasvati (Saraswati).

Makanya, pada area depan gerbang, terdapat patung Dewi Saraswati. Sosok wanita cantik yang juga menjadi ibu dari ilmu pengetahuan.

Dua kali mengalami renovasi (1987 dan 2003), tempat ibadah ini sekarang sudah tertata menjadi tiga bagian. Dari yang umum hingga khusus, disebut dengan Mandala Nista atau Jaba Luar, Mandala Madya atau Jaba Tengah, dan Mandala Utama atau Jeroan.

Mandala Utama memiliki area yang berisikan Padamasana, Pepelik, Penglurah, Patung Ganesha, Bale Pawedan, Bale Pesantian, Kori Agung dan Penyengker. Lalu di Mandala Madya terdapat berbagai keperluan sembahyang berupa Beji, Bale Gong, Bale Sebaguna, Bale Pewaregan, Candi Bentar, Bale Pesanekan, Penyengker serta sekretariat PHDI Jawa Timur. Sedangkan di Mandala Nista, terdapat Bale Manusa Yadnya, Pasraman, Patung Dewi Saraswati.

Buat non-umat, yang tidak akan melakukan peribadatan, tidak diperkenankan masuk. Jadi cukup berada di daerah luar, untuk umum.

Lokasi ini memang jauh dari keramaian. Termasuk dalam wilayah pengelolaan Angkatan Laut. Jadi tak heran, sewaktu peresmian awal dilaksanakan oleh Kepala Staf Kodamar V Komodor Laut R. Sahiran. Bukan oleh pejabat pemerintah kota seperti Walikota.

Bersama dalam Keberbedaan                                           

Saat lampau pernah ikut rombongan tour wisata ke Bali, beberapa tahun pasca peledakan bom Bali, pemandu wisata pernah bercerita kalau orang Bali itu percaya pada tiga kesatuan cinta. Kepada Tuhan, sesama manusia, dan alam ciptaan (semesta).

Kalau wisatawan melihat lokasi bekas  tempat terjadinya bom tadi, atau tempat apapun yang lain bekas musibah misalnya, biasanya tempat itu akan “distrerilkan” dulu. Caranya dengan melakukan penanaman pohon atau “dihijaukan”. Tujuannya supaya kembali menciptakan keharmonisan atau keseimbangan dengan alam.

Hmm, bagus sekali konsep seperti ini. Makanya, di tempat pemujaan seperti ini, banyak juga ditemui tumbuhan peneduh dan berbagai jenis tanaman. Jadi terasa asri, adem dan hijau.

Selain menjadi jujugan wisatawan, Pura Agung juga menjadi salah satu tujuan pembelajaran lintas iman. Belajar mengenal tata cara peribadatan dan beragam sarana dan bangunan yang dipergunakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun