Korban ghosting menjadikan dirinya sebagai pihak yang tak dihargai. Karena merasa dirinya tidak lagi tidak dicintai bisa menyebabkan rasa sedih sekaligus merendahkan diri sendiri.
Mengantisipasi Perilaku Ghosting
Berhubung ghosting terkait erat dengan masalah komunikasi, terutama yang sedang menjalin hubungan LDR (Long Distance Relationship), yang utama adalah memperbaiki pola kelancaran dalam berkomunikasi.
Hal penting di antara pasangan untuk membuat kesepakatan bersama perihal waktu untuk saling berkontak, dan membangun komunikasi. Saling bercerita, berdiskusi tentang topik bersama, dan atau obrolan-obrolan santai tapi intens.
Ghosting sama sekali tidak terbatas pada hubungan romantis jangka panjang semata. Hubungan kencan informal, pertemanan, bahkan hubungan kerja bisa diakhiri dengan bentuk ghosting.
Bagi orang yang melakukan ghosting, menjauh dari suatu hubungan, atau bahkan hubungan potensial, adalah jalan keluar yang cepat dan mudah. Tidak perlu untuk merancang bentuk sandiwara. Putus, ya, putus. Titik. Tak perlu berdebat panjang lebar, beres perkara.
Maka sebaliknya, bagi yang merasa menjadi korban ghosting; tak perlu menilai rendah diri. Berpikir positif saja. Jika memang ada yang melakukan ghosting, anggap saja mereka bukan teman, sahabat, atau pasangan yang baik dan sepadan.Â
Memang bagi pihak yang di-ghosting terasa amat menyakitkan. Sulit untuk segera lepas dari bayang-bayang. Mereka yang ternyata tak dapat menunjukkan rasa hormat dengan mengucapkan salam perpisahan yang baik. Mereka itulah yang menjadi sumber masalah, bukan di pihak yang menjadi korban ghosting.
Ambil saja sisi positifnya. Ghosting itu sebagai rambu, mengingatkan hubungan itu sebaiknya dijalankan terus, waspada (hati-hati), atau cukup di sini (berhenti).  Lebih baik tahu sejak dini daripada menyesal di kemudian hari.
9 Maret 2021
Hendra Setiwan          Â