Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bahasa Ibu dan Pendidikan Karakter

20 Februari 2021   17:45 Diperbarui: 20 Februari 2021   17:44 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: id.theasianparent.com

Anak ini bukan warga kampung yang asli. Barangkali putra dari saudara tetangga yang sedang menerima tamu.

"Wih, sopan sekali anak ini. Anak siapa? Siapa yang mengajari?"

Begitulah pertanyaan yang kemudian muncul. Rasanya lebih adem, tenteram melihat kejadian ini ketimbang cerita yang pertama tadi.

***

"Bahasa Ibu" selain bisa diartikan sebagai bahasa daerah, bahasa suku, bisa juga diartikan sebagai bahasa pertama yang diperoleh anak dari lingkungan terdekatnya. Sebab, bahasa itulah yang pertama dipelajari oleh anak dan dipakai dalam berkomunikasi dengan lingkungannya.

Apakah ada pengaruh antara penggunaan bahasa ibu dengan pendidikan karakter dalam dua contoh di atas?

Pada umumnya manusia tidak menyadari bahwa menggunakan bahasa merupakan suatu keterampilan yang sangat rumit. Pemerolehan bahasa merupakan sebuah proses yang sangat panjang. 

Mulai dari anak belum mengenal sebuah bahasa sampai fasih berbahasa. Perkembangan bahasa tersebut selalu meningkat sesuai dengan meningkatnya usia si anak.

Bahasa ibu tentu memengaruhi perkembangan bahasa anak. Anak, sejak usia dini hanya bersifat imitatif (meniru). Mereka akan meniru apa saja yang terjadi dalam keluarga, sebagai lingkungan yang paling dekat dengan anak.

Tidak saja anak meniru dari mata yang dilihatnya. Anak juga bisa meniru dari telinga yang didengarnya.

Maria Montessori, dokter sekaligus ahli pendidikan asal Italia (1870-1952), yang namanya diabadikan menjadi sebuah sekolah waralaba, menyebut perkembangan anak dengan 'periode kepekaan' (sensitive period). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun