Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bahaya di Balik Upaya Seragam yang Dipaksakan

29 Januari 2021   14:21 Diperbarui: 29 Januari 2021   14:23 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seragam yang Tidak Seragam

Peraturan macam apa sih yang bisa membuat banyak orang jadi gagal paham?

Memang bermula dikeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 45 tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Tetapi dalam penjelasan mengenai seragam sekolah yang ada unsur keagamaan,  bukanlah sebuah kewajiban, tetapi pilihan.

Sebagaimana khususnya tertuang dalam dalam Pasal 3 ayat (4) huruf d Permendikbud 45/2014 yang mengatakan, "Pakaian seragam khas sekolah diatur oleh masing-masing sekolah dengan tetap memperhatikan hak setiap warga negara untuk menjalankan keyakinan agamanya masing-masing."

Lebih lanjut, pengaturan mengenai pakaian seragam nasional itupun, berdasarkan Lampiran I diberikan model pilihan ketentuan pakaian seragam nasional yang berbeda bagi pelajar putri, yang baik untuk jenjang pendidikan dasar maupun menengah. Artinya model pilihan ini adalah alternatif. Bukan sebagai pilihan mutlak kalau tidak ini ya itu. Kalau bukan itu, ya ini. Kata-kata yang sudah jelas ditafsirkan berbeda di tingkat satuan pendidikan (sekolah).

Dalam kasus 'gunung es' ini, sekolah yang dibiayai oleh negara justru tidak memberikan dukungan kepada murid untuk memahami prinsip penyelengaraan pendidikan, sebagaimana diatur dalam payung hukum induk yaitu UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Sebagaimana hal itu tertuang dalam penjabaran Pasal 4 ayat (1). "Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa."

Bahwa perlakukan yang bersifat diskriminasi terkait aturan wajib mengenakan jilbab bagi siswi nonmuslim di SMKN 2 Padang merupakan bentuk intoleransi terhadap keragaman, kebhinnekaan, pluralitas dan multikultural yang dimiliki bangsa Indonesia.

Dasar penggunaan jilbab adalah bagian dari menjalankan ibadat bagi perempuan muslim. Nalar sehatnya, maka mewajibkan perempuan nonmuslim yang tidak diwajibkan mengenakan jilbab menurut agamanya, jelas merupakan pelanggaran terhadap kebebasan beragama dari perempuan nonmuslim tersebut. Sebab, ia telah diwajibkan untuk mengikuti kewajiban menjalankan ibadat agama lain yang bukan merupakan kepercayaannya. Sangat terang-benderang ini bertentangan dengan prinsip menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, dan kemajemukan bangsa dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.

Maka dari itu, pemaksaan penggunaan pakaian agama tertentu kepada siswa/i, juga bagian dari tindakan pelanggaran hak asasi manusia. Selain itu, pemaksaan penggunaan pakaian agama tersebut, juga bertentangan dengan jati diri bangsa Indonesia.

 Hendra Setiawan

 29-01-2021

*) dari beragam sumber

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun