Tulisan ini masih terkait dengan sebelumnya di "Kecil Bahagia, Muda Kaya Raya, Mati Masuk Sorga"
 Covid-19 memang dahsyat pengaruhnya. Terserah ada pihak yang menolak, menganggapnya sebagai rekayasa media atau perang teknologi ala senjata biologis. Tapi yang jelas, satu persatu dari lingkaran pertemanan itu makin mengecil.
Awalnya hanya santer di media di berbagai negara. Lalu merambah ke Indonesia. Ke wilayah provinsi, kota/kabupaten, kecamatan, kelurahan, RW, RT. Dan pada akhirnya kepada keluarga. Risiko penularan sudah tidak mungkin dihindari. Bahkan klaster keluarga pun sempat muncul.
Berita dan informasi silih berganti memenuhi linimasa grup di media sosial (medsos). Entah itu IG, FB, WA, dan lainnya.
Senyatanya itupun juga kadang tak sepenuhnya benar. Memang untungnya adalah soal kewaspadaan dan tindakan pencegahan. Namun tanpa sadar, bombardir pengetahuan ini juga menimbulkan ketakutan yang luar biasa pada orang-orang tertentu. Akibatnya, justru stres yang diterima. Pikirannya malah tambah tertekan dengan informasi betapa berbahayanya virus yang muncul pada Desember 2019 itu.
Bahaya Ketakutan yang Berlebihan
Secara medis, ketakutan yang berlebihan; tidak terkontrol, dapat mempengaruhi kesehatan secara fisik, memori, otak dan proses berpikir, juga mental emosional.
Ketakutan mampu melemahkan sistem imun tubuh manusia. Gangguan pencernaan seperti maag, sindrom iritasi usus besar, dan penurunan kesuburan juga terkait masalah ini. Di samping juga masalah penuaan dan kematian dini.
Rasa takut yang tidak wajar, Â sangat mempengaruhi memori jangka panjang.Ia mengganggu otak dalam mengatur emosi dan isyarat non-verbal serta reaksi dalam tindakan etis.
Konsekuensi lain ketika seseorang takut, cemas; berakibat pula dalam kesehatan mental. Termasuk dalam hal ini kelelahan, depresi, gelisah, cemas, dan PTSD.
PTSD (post-traumatic stress disorder) atau gangguan stres pascatrauma sendiri adalah gangguan mental dan kecemasan yang terjadi akibat mengalami atau menyaksikan peristiwa yang tidak menyenangkan dan menyakitkan.