Bencana alam semacam tanah longsor dan banjir bandang akibat penggundulan hutan atau karena perubahan fungsi daerah peresapan air, abrasi kawasan pantai, dan sebagainya. Kesemuanya itu sebenarnya secara jelas dan tegas bisa menunjuk pada satu oknum penyebab. Ya, karena si manusia sendiri mengabaikan kesadaran menjaga alam.
Kegiatan spiritual memang untuk memenuhi jiwa yang lapar dan dahaga. Namun ketika situasi dan kondisi di luarnya ternyata menunjukkan alam lingkungan tempat tinggal makin tidak bersahabat, tentu itu yang disebut "mencobai Sang Kuasa".Â
Permasalahan lingkungan hidup bukanlah sebatas pada kegiatan yang bersifat spontanitas dan sesaat. Seperti misalnya aksi massal pengumpulan sumbangan bagi para korban bencana. Pada kenyataan ini, kita jadi tetiba simpati dan mau berbagi.
Tidak salah sih... Orang peduli kok malah di-cap negatif? Tapi, jujur melihat kenyataan ada aktivitas bernama kegiatan sosial ini kemudian diboncengi dengan embel-embel nama diri, bagi saya ini sudah tidak menarik lagi. "Niat membantu kok malah cari nama..."
Dan yang lebih 'kurang ajar' lagi jika ada yang mengumpulkan sumbangan dari para dermawan di jalan-jalan, tapi kemudian menyalahgunakan buat kepentingan yang lain. Atau meng-klaim sumbangan publik tadi dalam satu nama kelompok diri. Wah, wes... ini namanya pembohongan publik dan cuma cari sensasi diri.
Â
***
Â
Alam lingkungan begitu dekat dengan kita. Menjaga dan merawatnya adalah salah satu bukti bahwa kitapun mencintai dan taat kepada ajaran-Nya, Sang Pencipta alam semesta raya dan segala isinya.
*) Sekadar coret-coret di kala hujan, kilat sambar sungguh menakutkan...
 Hendra Setiawan