Pernahkah terbayangkan, seseorang karena seringnya mendapat masalah, ia merasa semakin kehilangan rasa percaya diri? Atau sebaliknya, ia akan semakin pasrah-berserah.Â
Terjadi dua kemungkinan sikap batin, ketika manusia seakan terus-menerus diperhadapkan pada situasi yang tidak menyenangkan. Keduanya, bisa dianggap bernilai positif, tapi bisa juga negatif.
Pertama, ia akan semakin tabah, sabar dan bijak dalam menempuh jalan nestapa itu. Penderitaan justru akan membentuk dirinya makin kuat
Sebaliknya, dalam dirinya mulai tumbuh kebimbangan, putus asa dan hilang pengharapan. Ia merasa ada ketidakadilan dalam hidup, dan kehidupan yang tengah dilakoninya.
Dilema seperti itu bisa dialami oleh siapa saja. Pun juga oleh sebagian dari kita. Kita, yang jauh dari marabahaya. Kita, yang terluput dari bencana atau musibah. Kita, yang tidak terkena malapetaka. Kita, yang belum pernah merasakan duka lara.
Secara langsung atau tidak, dua sisi ini akan selalu menghinggapi diri kita. Tinggal respon terhadap itu semua. Makin mewujud kepekaan sosial, empati, dan kepedulian ataukah tidak.
***
Bencana ... Kita tidak pernah mampu mengetahui apa yang akan terjadi. Kapan ia datang dan kapan ia pergi. Kita hanya tahu dari pertanda yang ada. Dari fenomena dan catatan sejarah yang pernah tercatat.
Memang, kita tidak mengharapkan bencana itu datang menghampiri kita. Tidak berarti, lantas bila bencana itu justru menimpa orang lain, kita pun tidak merasa pedih dan ikut berduka.
Kita tidak ingin "celaka" ada dan mengenai siapapun juga. Tetapi, siapa bisa nyana bila hal itu mesti terjadi? Bukankah kita bukan sang pengatur waktu, yang tahu segala kejadian, yang akan terjadi kemudian?
Bencana, datang dan pergi. Datang membawa petaka, pergi meninggalkan luka dan lara. Manusia hanya bisa mencoba merasakan; melihat dan membaca tanda-tanda alam. Lewat perubahan-perubahan tanda alam yang terjadi, manusia cuma bisa memprediksi peristiwa apa yang bakal terjadi kelak.
Mungkin, karunia dari Sang Penguasa Jagad seperti itulah, yang bisa kita manfaatkan. Mencoba melihat kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di kemudian hari atas alam raya ini. Baik itu secara global, regional dan lokal. Dari sana, sebisa mungkin --demi meminimalisir jatuhnya korban--- diupayakan jalan keluar yang terbaik.
Bukan berarti, dhisiki kersaning Gusti; mendahului kehendak Tuhan, namum antisipasi yang dilakukan ini mudah-mudahan bisa menekan kerugian ---materiil dan non materiil-- yang ada. Tanggap bencana semacam ini, hanyalah salah satu upaya yang bisa manusia lakukan. Sebab, selebihnya, itu semua ada dalam tangan yang Kuasa.
***
Semoga, segala peristiwa (bencana) yang terjadi, semakin mengukuhkan dan melecut kita untuk semakin peka dan paham dalam membaca tanda-tanda alam sebagai tanda-tanda perubahan zaman. Sebuah tanda dan peringatan bahwa Tuhan pun masih bekerja, melalui peristiwa-peristiwa alam. Sebab, suara alam juga suara Tuhan.
21-01-2021
*) salam nostalgia kepada rekan-rekan alumni "Duta" yang kerap sambang warga di kala datang bencana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H