Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Malu Ah, Mau Demo RUU, tapi Isinya Tak Tahu... (Bagian 1/2)

27 September 2019   17:00 Diperbarui: 27 September 2019   18:36 932
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diolah dari berbagai sumber (terlampir)

Sisi lain positif dari demonstrasi masif di beberapa kota seminggu belakangan ini, perihal khususnya RKUHP dan RUU KPK, telah membuat orang-orang yang tadinya awam, tetiba jadi pengin melek hukum. Bahkan obrolan ringan sesaat terdengar di warkop, pasar atau ruang keagamaan topiknya berubah menjadi lebih berbobot.

Cie... asyik, walaupun terkadang yang menguasai jalannya perbincangan, ada yang salah-salah istilah dan sok pede. Ya, sudahlah... sedikit-sedikit nanti perlu juga diberitahu yang benar.  

Seorang kawan, di akun medsosnya bahkan sempat meminta tolong kepada teman publiknya, supaya diberikan pasal-pasal kontroversial yang dimaksud. Bukan cuma infografis atau sekadar resume semata yang banyak beredar di media online. Buat belajar sendirilah....

Meskipun dibumbui aksi dramatis demo besar-besaran di Senayan, pada Selasa (24/9/2019), revisi UU KPK tetap disetujui oleh DPR. Selain juga RUU Pesantren, yang ending-nya tanpa pengaturan Pendidikan Keagamaan lainnya. Jadi, buat yang saudara-saudara nonmuslim, yang punya kegiatan "Sekolah Minggu", tetap lakukan aktivitas seperti biasanya, ya....  

Sedangkan RUU KUHP, RUU Pemasyarakatan, RUU Minerba (Mineral dan Batu Bara) dan RUU Pertanahan, yang rencana semula juga akan ikut disahkan pada hari yang sama, ditunda setelah ada usulan dari Presiden Joko Widodo (Jumat, 20/9/2019).

Kok Jadi Ramai?!

Sebenarnya apa to yang menjadi titik pangkalnya? Terlepas dari bocornya skenario lain di luar aksi demo mahasiswa yang ternyata juga disusupi agenda lain tersebut, tulisan ini hanya akan fokus mengulas soal RKUHP-nya. Biar sama-sama tahu, bukan katanya dan inti pokoknya.....

oi-2-5d8dd36b0d823038d77a7e42.jpg
oi-2-5d8dd36b0d823038d77a7e42.jpg

Misalnya, soal pasal gelandangan. Dalam debat terbuka di TV misalnya, dikatakan negara tidak memihak 'orang kecil'. Gelandangan bukan semestinya dipidana dengan denda yang lumayan tinggi hingga 1 juta rupiah. Uang dari mana mereka dapatkan?

Tentu argumen itu bisa dimentahkan, jika dalam pemberitaan-pemberitaan media yang lalu-lalu, pernah diketemukan, gelandangan yang ternyata memiliki uang simpanan hingga ratusan juta. Hasil 'kerjanya' bisa mencapai puluhan hingga ratusan ribu dalam sehari.

Denda penggelandangan dalam Perda, ternyata sudah banyak diterapkan. Bahkan bisa mencapai angka yang lebih tinggi hingga puluhan juta rupiah. Misalnya di Jakarta, dendanya sebesar 20 juta. Di Pakanbaru maksimal denda 50 juta.

Pembacaan draft alias rancangan tertulis jika tidak mempelajari sendiri secara lengkap, bisa menjadi bias pemahaman. Sebab yang dipidana adalah mereka yang nyata-nyata mengganggu ketertiban umum. Pemidanaan ini  juga tak lagi secara badani, hanya denda semata.

Pemahaman yang sepenggal memang bisa jadi blunder. Apalagi jika tak tahu "naskah akademis" (draft akademic) yang ada. Akibatnya, bisa menafsir di luar konteks.

Kalau toh, misalnya, dengan membiarkan pasal-pasal RKUHP bermasalah tetap ada, dan DPR tetap nekat meloloskannya menjadi UU (KUHP), apakah aturan baru lantas langsung berlaku begitu saja?

Tidak ferguso.... Proses pemberlakuannya tidak semudah itu. Dalam keadaan normal, Presiden akan memberikan persetujuannya terlebih dahulu. Ada kesepakatan dua pihak. Ia akan membubuhkan tanda tangannya. Baru kemudian UU baru itu diberi penomoran dan dimasukkan dalam Lembaran Negara dan Tambahan Lembaran Negara (LN untuk isi dan TLN untuk penjelasan UU) untuk pengundangannya.

Secara khusus, Pasal 628 RKUHP menerangkan, pemberlakuan KUHP ini baru akan berlaku 2 tahun setelah disahkan. Masih ada celah untuk melakukan perubahan, perbaikan, atau pembatalannya. Antara lain  melalui judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Atau bisa juga menjadi hak konstitusional Presiden mengeluarkan Perppu (Peraturan Pemerintah pengganti UU) pembatalannya. Tapi kalau ini terjadi, kan hanya soal tarik ulur kepentingan antara DPR dan Pemerintah; jika dalam pembuatan UU tersebut terjadi hal yang tidak 'normal'.

Konsep Lama

RKUHP yang di-blow up sedemikian rupa sehingga santer harus dibatalkan pengesahannya, sebenarnya bukanlah barang baru sama sekali. Konsep awalnya sudah dimulai sejak 1963. Nah, lho, sudah pada lahir belum, hehe....

Ringkas perjalanannya demikian.  Gagasan untuk melahirkan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) versi Nasional, dimulai ketika diselenggarakan Seminar Hukum Nasional I di Semarang tahun 1963.

Setahun kemudian (1964) terbentuk tim perumus RKUHP yang diketuai pakar hukum Universitas Diponegoro, Prof. Soedarto. Tim beranggota sejumlah pakar hukum terkemuka Indonesia. Mereka, antara lain, Prof. Roeslan Saleh (Universitas Gajah Mada), Prof. Moeljanto, Prof. Satochid Kartanegara,  Prof Oemar Seno Adji (pakar hukum Universitas Indonesia, yang kemudian menjadi Ketua Mahkamah Agung), juga Prof. J.E. Sahetapy dari Universitas Airlangga.

Bagi yang pernah belajar hukum, pasti tahu nama-nama mereka. Lalu, beberapa tahun kemudian, anggota tim ditambah. Antara lain, dengan melibatkan  Prof. Mardjono Reksodiputro, Karlinah Soebroto, Andi Hamzah, Muladi, Barda Nawawi, Bagir Manan. Soedarto memimpin tim hingga ia wafat pada 1986 dan kemudian digantikan Roeslan Saleh.

Pada saat Ismail Saleh menjadi Menteri Kehakiman, ia meminta tim untuk segera menyelesaikan penyusunan RKUHP ini. Ismail dan Sunarjati Hartono  -Ketua Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN)- terus mengawal penyusunan RKUHP tersebut.

Hingga pada akhirnya, pada 1993, Ketua Tim (sejak 1987 hingga 1993), saat itu dipegang Mardjono Reksodiputro, menyerahkan naskah lengkap RKUHP kepada Ismail Saleh di kantornya.

Ketika Ismail Saleh lengser dan digantikan Oetojo Oesman, peraktis tidak ada kemajuan dalam pembuatan RKUHP itu. Bisa disebut, hampir selama lima tahun  RKUHP ini hanya "ngendon" di Kementerian Kehakiman. RKUHP kemudian baru mengalami kemajuan lagi ketika Muladi menjadi Menteri Kehakiman.

Muladi sempat mengajukan RKUHP ini ke Sekretariat Negara. RKUHP ini juga pernah diberikan ke DPR. Baru pada 2013, DPR secara intensif melakukan pembahasan RKUHP. Semestinya, pada tahun 2013 itu, RKUHP sudah bisa disahkan tapi meleset.

Oleh sebab itu, maka pada 5 Juni 2015, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Surat Presiden (SurPres)  berisi "Kesiapan Pemerintah dalam Membahas RKUHP". DPR dan Pemerintah sepakat merampungkan pembahasan itu dalam tempo dua tahun, yaitu sampai akhir 2017 --yang akhirnya terlewati lagi batas waktunya.

Hingga pada puncaknya, Pemerintah dan DPR merampungkan pembahasan RKUHP itu pada 15 September 2019. Namun karena seperti yang sudah banyak diberitakan, RKUHP (beserta 3 RUU lain) batal disahkan pada sidang paripurna 24 September 2019.

Sedikit flashback, memang KUHP yang dipakai saat ini dibuat pada 1830 di Belanda dan dibawa ke Indonesia pada 1872. Pemerintah kolonial memberlakukan secara nasional pada 1918 hingga saat ini. KUHP itu aslinya bernama Wet Wetboek van Strafrecht (WvS), ditetapkan kali pertama dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (dapat disebut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana alias KUHP).

Kini, Indonesia sudah merdeka sudah 7 dasawarsa. Jadi sudah saatnya kita punya hukum nasional bikinan sendiri. Tetapi, kalau memang masih banyak pasal bermasalah, memang perlu kepala dingin untuk menuntaskan persoalan tersebut.

Tujuh presiden telah melewati perdebatan RUU KUHP. Sudah 13 periode DPR juga tidak bisa mengesahkan KUHP baru. Sedikitnya 19 Menteri Kehakiman/Menteri Hukum turut mengarungi perdebatan materi RUU KUHP.

Jadi, memang tidak mudah ya sepertinya....

ruu-kontra-015-5d8df416097f36717c48e7e2.jpg
ruu-kontra-015-5d8df416097f36717c48e7e2.jpg
Bersambung Part II

"Mengenal Materi RKUHP yang dianggap Bermasalah"




© Hendra Setiawan 

 27 September 2019

Diolah ulang dari beragam sumber

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun