Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

[Foto] Tetra Rembulan dan Konjungsi Planet (Kisah Sang Tetra Rembulan - 2/2)

23 Mei 2019   19:20 Diperbarui: 25 Mei 2019   15:39 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sambungan dari Bagian I: "Si Kuning Blue Moon (Kisah Sang Tetra Rembulan - 1/2)" 

https://www.kompasiana.com/hendra.setiawan/5ce5474395760e565610fd32/si-kuning-blue-moon-kisah-sang-tetra-rembulan?page=all

Jika pada tulisan sebelum ini, tentang Tetra Purnama, yang link-nya ada di bawah ini, melihat bulan purnama setiap bulan sepanjang tahun ini. Dimulai dari Januari hingga April 2019 lalu. Maka, kali ini kita akan melihat tetra purnama dalam keseharian. Dimulai pada Minggu, 19 Mei 2019 hingga Rabu, 22 Mei 2019.

Ternyata, tetap ada yang menarik. Ya, sayang jika kehadiran Sang Dewi Malam yang cantik itu terlewatkan begitu saja. Fenomena semesta ini bisa terulang, bisa pula tidak. Kalaupun terulang, bisa hanya beberapa tahun, puluhan tahun, atau bahkan ratusan tahun lagi terjadi.

Sayang jika tak bisa menjadi saksi hidup, hehehe.... Ya, selama 4 (empat) hari pendek itu terjadi juga momentum spesial. Ada konjungsi Bulan dengan dua planet yang berbeda: Yupiter dan Saturnus.

Konjungsi? Apa ya itu? Konjungsi adalah peristiwa alam yang menandai dua benda langit berada pada titik terdekatnya. Begitu lho cara gampang memahaminya....

Tentu, ini menjadi hari istimewa bagi para penikmat benda langit. Tidak saja karena adanya bulan purnama 'tambahan', tapi juga adanya dua fenomena langit yang bisa disaksikan.

Fenomena pertama terjadi pada hari Senin, 20 Mei 2019. Terjadi konjungsi antara Bulan dan Jupiter. Artinya, posisi antara Bulan dan Jupiter nampak berdekatan.

Foto: dok. pribadi
Foto: dok. pribadi
Kedekatan posisi ini terjadi mulai pukul 19.30 waktu setempat. Masa berakhirnya ialah hingga waktu terbit Matahari pada hari Selasa pagi (21/5/2019).

Foto: dok. pribadi
Foto: dok. pribadi
Fenomena kedua terjadi pada keesokan harinya. Saat malam, Rabu (22/5/2019) sekitar pukul 22.00 WIB. Saturnus akan menggantikan posisi Yupiter. Nampak planet itu terlihat berdekatan dengan Bulan.

Foto: dok. pribadi
Foto: dok. pribadi
Ya, secara teori, fenomena konjungsi antara Bulan dan berbagai Planet dapat diamati setiap bulannya. Meskipun demikian, posisi kemunculan Planet dapat berbeda-beda, sesuai dengan pergerakan planet tersebut mengelilingi Matahari.

Begitu pula dengan posisi dan kecerahan Bulan, yang senantiasa berganti fasa setiap hari dalam kurun waktu satu bulan.

Jadi, jika kita melihat posisi bulan setiap hari, akan selalu berubah. Tidak bisa tetap, meskipun pada jam pengamatan yang sama.

Bulan Biru: Kiasan atau Nyata?

Sebelum menutup tulisan ini, menjawab sebuah pertanyaan yang muncul, “Mengapa harus disebut Bulan Biru sebagai nama lain dari purnama ekstra?”

Sebutan ‘biru’ ada hubungannya dengan kata dalam bahasa Inggris kuno, “belewe”, yang artinya berkhianat. Kemudian seiring dengan berjalannya waktu, kata itu bermetamorfosa menjadi ‘blue’ yang artinya biru.

Bulan ‘pengkhianat’? Hehehe... lucu ya kedengarannya. Barangkali karena kemunculan empat purnama dalam satu musim adalah sesuatu yang tidak terjadi setiap saat. Maka kedatangannya tersebut tidak sesuai dengan ‘kebiasaan’ pada umumnya. Jadi ia ‘berkhianat’, ingin menonjolkan diri. Hahaha....

Tapi, apakah Bulan Biru itu cuma sebatas kiasan semata? Tak ada yang benar-benar nyata, bulan berwarna biru?

Secara teoritis sangat mungkin. Tetapi memang hampir dan sangat jarang terjadi. Sebab prasyaratnya adalah apabila sinar bulan terhamburkan oleh partikel-partikel di atmosfer (udara). Dan, ...  dan ukuran partikel ini pas, sehingga jauh lebih banyak sinar merah yang terhamburkan daripada sinar biru. Sehingga, akibatnya, mayoritas sinar yang sampai ke mata kita (atau detektor) adalah sinar biru. Maka, Bulan akan nampak kebiruan.

Berapa banyak dan besaran partikel itu? Sangat-sangat banyak, dan partikel tersebut berukuran sekitar 1 mikron. Berapa itu, yakni 1 per sejuta meter. Oops... Suangatttt kecil, kan...?!

Meskipun sangat jarang dan hampir mustahil, tapi bukan berarti tidak pernah ada. Namun, kadang-kadang gunung berapi juga melontarkan partikel berukuran super kecil seperti itu. Demikian juga dengan kebakaran hutan yang begitu hebat. Maka, warna Bulan akan tampak menjadi berwarna biru karena peristiwa-peristiwa alam tadi.

Hal seperti demikian pernah terjadi sesudah Gunung Krakatau meletus pada tahun 1883. Abu yang dilontarkan gunung berapi ini sebagian besar berukuran 1 mikron. Ukuran yang sedikit lebih besar dari panjang gelombang sinar merah, yaitu antara 0,62–0,75 mikron.

Abu ini kemudian banyak menghamburkan sinar merah dari Bulan. Akibatnya, selama beberapa tahun, masyarakat sekitar bisa melihat Bulan berwarna biru.

Kejadian ini juga terulang saat terjadi ledakan Gunung El Chichon di Meksiko pada tahun 1983, Gunung St. Helens di Amerika Serikat pada tahun 1980, dan Gunung Pinatubo di Filipina pada tahun 1991. Masyarakat sekitar melaporkan telah melihat Bulan berwarna biru setelah terjadinya ledakan itu.

Jadi, begitulah definisi atau pengertian dari Bulan Biru. Secara kiasan adalah Bulan yang kehadirannya berada di luar definisi umum kalender dan musim. Namun, di sisi lain adalah Bulan dengan warna birunya yang nyata.

Foto-fotonya barangkali seperti ilustrasi hasil googling seperti ini.

Sumber: sesuai gambar
Sumber: sesuai gambar
Okey.... Begitu saja ya dulu. Ternyata mengasyikkan belajar sains dari hasil moto-moto. Silakan kalau mau mendaur-ulang sebagai bahan pelajaran. Tapi jangan di-copas habis ya... :(.

Sekadar pengalaman kala menulis sejarah. Tak enak, sakit...rasanya! Susah-susah belajar dan menuliskannya dengan bahasa yang lebih populer. Eh, tetiba muncul di blog pribadi tanpa keterangan apa-apa.

Hahaha... Maapken, jadi curhat, hehe... Sampai ketemu lagi di kisah yang lain.

Salam damai selalu... Indonesia...!

 Hendra Setiawan

*) sok jadi pengamat bulan :)

Tulisan sebelumnya yang terkait dengan fenomena bulan purnama:

1. Kisah Tetra Purnama
2. Purnama di Sabtu Sunyi (Paskah dan Fenomena Semesta)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun