Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Menalar dan Menakar Parpol Pilihan

16 April 2019   19:00 Diperbarui: 16 April 2019   19:08 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

***

Siapa yang pernah bisa menduga bahwa gerakan reformasi pada tahun itu sanggup menumbangkan rezim yang sudah berkuasa selama 32 tahun? Kekuatan apa yang dimiliki oleh para mahasiswa kala itu? Kemampuan seperti apa yang dimiliki mereka, sehingga sanggup mempersatukan kekuatan intelektual di seluruh negeri? Magic apa yang dipakai, sehingga mampu menggoyang dan akhirnya merontokkan kepemimpinan besar republik kala itu?

Barangkali pernyataan yang sama pun bisa dikemukakan pada satu-satunya partai yang sejak awal tidak mencalonkan mantan koruptor ini sebagai calon legislatif. Bagaimana bisa sekelompok anak muda yang tidak punya basic politik, justru lolos verifikasi dan berhak mengikuti pemilu 2019? Apakah mereka bisa melanjutkan langkah, menembus masuk ke Senayan? Itu yang akan ditunggu dalam kiprah politik berikutnya!

Bisa dikatakan, PSI adalah tempatnya orang-orang yang idealis. Partai tempat orang-orang yang punya harapan tinggi terhadap perbaikan negeri. Khususnya citra parlemen alias wakil rakyat yang suka duit tapi ogah kerja. Mengikis anggota dan partai yang kerap diam, bahkan mendukung aturan yang mendiskriminasi kelompok 'minoritas' yang semestinya justru dilindungi oleh hukum dan undang-undang.

Melawan Stigma

"PSI sebenarnya bagus, tetapi sayang jika suara yang diberikan tetap membuat mereka tidak lolos. Maka sebaiknya tetap memilih partai nasionalis lain saja. Memilih PSI baru pada 5 tahun mendatang."

Banyak ungkapan seperti itu yang dinyatakan. Ada harapan bahwa PSI akan mampu memperbaiki keadaan. Terutama orang-orang yang duduk di parlemen, yang citranya begitu terpuruk. Dengan misalnya kejadian tertangkap OTT KPK, malas bekerja (sebab di tahun 2018 cuma mampu menyelesaikan 5 dari target 50 RUU Prolegnas), dan beragam persoalan yang lain. Tetapi karena faktor survei-survei yang menempatkan partai ini masih di bawah batas angka aman 4%, niat hati  urung untuk memilih partai bergambar dasar bunga mawar ini.

Dalam video PSI melawan hoax, misalnya, Tsamara Amany, salah satu pengurus pusat, menerangkan secara ringkas, "Jangan percaya hoax, PSI lolos" (https://www.instagram.com/p/BvyJemGFNVb/?utm_source=ig_share_sheet&igshid=1t1t5mlsgv7ql). Ia memaparkan kalau sebenarnya untuk lolos ambang batas parlemen, tidaklah jua membutuhkan angka yang sangat besar. Hanya sekitar 6,2 juta dari total 194 juta suara. Angka itu bukan mustahil untuk didapatkan. Tetapi jika punya pemikiran pesimis yang sama seperti di atas, maka harapan menuju Senayan itu bisa menjadi kandas.

Tidak akan ada suara yang hilang. Tidak ada pengalihan suara dari partai yang tidak memenuhi ambang batas kepada partai lain. Semuanya itu isu belaka. Hoax. Cerdas tangkas politisi kaum muda ini. Klarifikasi yang juga menjadi sarana edukasi bagi para pemilik suara.

"Sia-sia? Apa makna sebenarnya? Apakah selama ini suara Anda sudah didengarkan oleh partai yang ada di Senayan? Apakah mereka peduli benar dengan nasib kita? Apakah justru tidak sia-sia, mubazir memberikan suara pada anggota partai yang malas bekerja?"

Belajar dari pengalaman kesalahan para politisi lama itulah, maka upaya perbaikan parlemen seperti yang diharapkan, dengan jalan masuknya PS,I dapat nyata terwujud. Tentu, dengan bantuan dari para pemilik hak suara. Yakni, dengan tidak melakukan golput pada tanggal 17 April mendatang. Survei lembaga independen justru mengemukakan temuan bahwa persentase elektabilitas partai ini terus meningkat. Bakkan ada yang sudah menembus angka keramat 4%.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun