Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Surabaya Satu Nyali, WANI Melawan Terorisme

28 Mei 2018   17:15 Diperbarui: 28 Mei 2018   17:46 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hingga kemarin, Minggu, 27 Mei 2018, dua pekan pasca teror bom di Surabaya, rumah-rumah ibadah masih mendapat perhatian serius. Tidak saja dijaga petugas keamanan, tapi sempat juga jalan raya penghubung ditutup sementara.

Ya, sepertinya Surabaya tidak ingin kecolongan lagi. Hingga pengamanan dilakukan secara berlapis. Tergantung dari jumlah jemaat dan lokasinya.

Tiga minggu berlalu, tapi suasana jalanan tidak seperti biasanya. Paling tidak, sisi baiknya, mengurangi efek polusi udara dan suara. Tidak lagi jenuh dengan kemacetan yang melanda. Bisa jadi, ditambah pula karena memasuki bulan puasa.

Kilas Balik

Hari H teror bom di 3 gereja yang merenggut nyawa, saya ikut rombongan kunjungan ke luar kota. Sama, waktu itu juga pas mengikuti ibadah Minggu. Tapi, anggota yang berasal dari gereja yang mengalami teror dan menceritakannya, sontak membuat bubar konsentrasi. "Tiga gereja di Surabaya di-bom."

Jujur saja, selama ini, Surabaya merupakan salah satu kota yang paling harmonis dan damai. Jadi, bayangan teror bom, apalagi dilakukan oleh warga Surabaya sendiri, sangat jauh akal sehat.

Memang pernah terjadi, 9 Juni 1996, peristiwa perusakan 10 gereja di Surabaya Utara. Minggu Kelabu itu dilakukan oleh para pendatang yang terorganisir. Tapi ini...?

Dok.pribadi
Dok.pribadi
"Kasihan Bu Risma. Ini lho sudah jadi warga Surabaya, kok ya bisa-bisanya nge-bom Surabaya. Memang xxxxxxx kok," kata seorang driver online dalam bahasa Jawa. Ia begitu geram dengan peristiwa ini. Sembari menunjuk rumah alm. Bayu, relawan parkir dari Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela (GK. SMTB), kami melaju. Oalah, tetangga sendiri ternyata....

***

Selang sehari setelah itu, pembicaraan di transportasi umum,  masih tentang aksi memilukan ini. "Otaknya di mana mereka itu?"

Sopir yang ada di bangku depan, penumpang yang di bagian belakang. Masing-masing bercerita tentang pendapat dan pengalamannya.

"Waktu itu saya di pasar Pucang, tiba-tiba terdengar booomm... Saya kira apa? Bom itu. Bukan, Bu... Kami para ibu yang lagi berbelanja beradu argumen sendiri soal bunyi itu. tiba di rumah, nonton TV, ternyata benar: bom. Saya langsung lemas," kisah seorang ibu pada kami, para penumpang.

Pasar Pucang dan lokasi dari GK. SMTB di jalan Ngagel Madya kurang lebih 1-5 hingga 2 km. Jadi, ya memang efek ledakannya begitu dahsyat.

Ini seakan menegaskan kesaksian dari salah satu penjual es jeruk yang biasa mangkal di dekat gereja. Di siaran TV lokal sore itu, ia mengaku sempat terlempar hingga 15 meteran. Bahkan yang lebih horor lagi, potongan tubuh yang terlempar.

Ah... benar-benar mengerikan jika mendengar tuturan para saksi mata ini.

Sumber sudah tercantum pada gambar
Sumber sudah tercantum pada gambar
Surabaya Melawan

Sama seperti kota besar lain, barangkali ini juga dapat menjadi pelajaran berharga. Kadang kita perlu waspada terhadap siapapun yang perilakunya dinilai tidak wajar. Sebab, kebanyakan kini kita menjadi acuh dengan para tetangga, para pendatang. Sifat saling perhatian dan saling menjaga warisan leluhur, sudah mulai banyak ditinggalkan. Jadi, teroris itu bisa saja muncul dari manapun. Ia bisa bisa menyaru menjadi apa saja di sekitar kita.

Sumber sudah tercantum pada gambar
Sumber sudah tercantum pada gambar
Bom menggelegar. Citra kota jadi ternoda. Nama Surabaya yang positif di mata internasional bisa langsung drop dengan kejadian seperti ini. Padahal baru saja Surabaya ketempatan pertemuan internasional UNESCO Asia Pasifik yang membahas kota layak anak (6-8 Mei 2018). Teroris malah memanfaatkan anak-anak. Duh....

Gerak cepat pun segera berlangsung menyikapi kejadian ini. Selain aksi lilin di kawasan Tugu Pahlawan, juga spanduk-spanduk 'perlawanan' khas arek Suroboyo.

"Surabaya Melawan Teroris, Kami Tidak Takut,  Kita Bersama,  Suroboyo Wani, Iki Suroboyo Cuk, Pray for Surabaya" dan sebagainya, menjalar liar tanpa komando. Tagar di media sosial (medsos) dan heroisme lewat spanduk ini adalah sebagian kecil ungkapan dari wujud kecintaan arek-arek Suroboyo.

Sumber sudah tercantum pada gambar
Sumber sudah tercantum pada gambar
Melalui pesan-pesan tulisan, seakan hendak menegaskan jatidiri. Kami tidak takut,  wahai teroris.  Kami di sini bersatu untuk melawanmu.  Iki Suroboyo,  cuk!  Jangan buat rusuh kota Pahlawan ini.  Darah para pejuang,  masih mengalir pada jiwa dan semangat generus kota dan bangsa ini.

Kami bersama.  Kami satu nyali: WANI untuk melawanmu.  #KamiTidakTakut,  #LawanTerorisme. Ini kota kami.  Kota yang kami cintai dan banggakan.  Siapapun yang mencoba memporak-porandakan keharmonisan ini,  bersiaplah untuk angkat kaki.

Kami tak mau negeri kami jadi kacau balau.  Kami cinta republik ini.  Kami tak bisa kau pecah belah dengan isu SARA. 

Terorisme adalah musuh bersama kita. Surabaya bersatu,  menolak radikalisme hidup di negeri ini. Kami,  arek Suroboyo,  mendukung sepenuhnya upaya pihak yang berwenang untuk menghentikan setiap aksi yang hendak memecah belah kedamaian NKRI.

Sumber sudah tercantum pada gambar
Sumber sudah tercantum pada gambar
Mengembalikan Kepercayaan

Bulan Mei, semestinya menjad hari-hari yang menggembirakan bagi warga kota Surabaya. Setelah mengadakan Surabaya Vaganza (6 Mei) --nama baru dari Pawai Bunga dan Parade Budaya- harusnya di hari Minggu sesudahnya (13 Mei) ada Festival Rujak Uleg (FRU).

Walikota Surabaya yang karena ada kunjungan ke luar negeri sebagai keynote speaker, acara FRU ditunda siang dari jadwal pagi. Meledaknya bom di Minggu pagi, FRU yang sudah dipersiapkan beberapa lama, akhirnya batal pula digelar.  Daripada taruhan nyawa lagi.

Tanpa diduga, Senin (14 Mei) kembali bom meledak. Kali ini di Mapolresta Surabaya. Tentu L-1, bu Risma yang tidak tenang. Ya,  Surabaya, kota aman dan nyaman,  hijau dan asri yang dibanggakan.  Tetiba saja seperti adai api dalam sekam.  Menyala dan membakar. "Tetap tenang wargaku. Kita berdoa,  semoga Surabaya kembali aman dan damai seperti semula," tegasnya.

Sumber sudah tercantum pada gambar
Sumber sudah tercantum pada gambar
Aksi bersama melawan terorisme terus digelorakan. Tak lupa, bagi para instansi dan korban, pemerintah Kota Surabaya juga memberikan santunan dan penghargaan Atas Keberanian dan Pengorbanannya dalam Mengamankan Tempat Ibadah di Kota Surabaya. Dalam peringatan Hari Kebangkitan Nasional, juga menjadi momentum untuk bangkit kembali dari bencana kemanusiaan. #SurabayaBangkit, #SurabayaStrong, #PerangLawanTerorisme, #SurabayaWani.

Terima kasih untuk setiap orang yang gagah berani menjaga kota ini.  Surabaya memang kotanya para pahlawan. Salam damai selalu. Tuhan memberkati...

Sumber sudah tercantum pada gambar
Sumber sudah tercantum pada gambar
-end-

 

*)  catatan yang terserak; dibuang sayang

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun