Jadi public figure,ada enaknya ada tidaknya. Enaknya, dengan follower(pengikut) alias fansyang bejibun, dia bisa berbuat banyak. Tentu, yang bersifat positif. Misalnya mengajak untuk membantu seseorang atau sebuah lembaga sosial.
Di era kekinian yang sarat teknologi, kehadiran jumlah fans,bisa menjadikan pundi-pundi ekonomi. Ia bisa berpromosi kepada para pengikutnya. Bagi yang 'maniak-maniak', fansberat, tentu ini akan menjadi sarana promosi yang bagus.
Tapi memang tidak semua publik figur melakukan hal ini. Ia hanya cukup mengabarkan kegiatannya semata. Bersapa dengan penggemar. Titik. Bukan memanfaatkan kehadiran fansuntuk kepentingan diri sendiri.
Enaknya lagi bagi publik figur, ia acapkali malah dapat kado, hadiah, souvenir, dan sejenisnya dari para fans.Misalnya saat ia berulang tahun, atau show,temu penggemar di daerah secara langsung. Gak nalarya, kalau dipikir-pikir betul, hehe... :)
Pada sisi lain, kehadiran sang publik figur, dia akan dituntut tampil yang 'sempurna' oleh para penggemarnya. Salah komen, salah ucap, salah postingsesuatu; walau sedikit saja, bisa jadi bulan-bulanan.Dicibir, dikatai negatif, sok-sok'an, dan cap-cap lain yang terkesan buruk, jelek, dan bahkan bisa satir dan 'sadis'.
Arti Kesempurnaan
Kemarin lusa, Jumat pagi (24/11), 'idola' [minimal buat saya hehe...] di bidang tarik suara dalam kategori 'penyanyi rohani', mem-posting foto dan captionseperti ini pada akun instagram-nya.
Pada keterangan lanjutan dari judul tersebut, Natashia Nikita memaparkan demikian (terjemahan bebas). Selama 23 tahun melakukan pelayanan melalui nyanyian (pujian), saya pernah mengalami secara langsung, bagaimana sebenarnya arti dari kalimat seperti pada judul di atas. Semuanya perjalanan yang saya lalui itu tidaklah mulus. Yang ada pada Instagram saya, itu juga bukanlah ringkasan hidup saya seutuhnya. Itu hanyalah sebagaian kecil dari apa yang pernah saya alami.
Ada banyak malam yang penuh dengan air mata. Juga pagi hari yang dihiasi dengan mata bengkak. Itu belum pernah dan tidak akan pernah Anda (kamu) lihat di halaman (akun sosmed) saya.
Hidupku jauh dari sempurna dan aku juga. Saya tidak pernah mengerti mengapa Dia memberi saya kesempatan istimewa untuk melayani Dia. Dengan hanya suara saya yang tidak sempurna, dan juga hati saya yang juga tidak sempurna.
Namun, dengan keadaan itu, tampaknya sudah cukup bagi-Nya. Dia menggunakan sedikit dari talenta yang saya miliki, dan membuatnya menjadi sesuatu yang lebih besar.
Tidak ada yang namanya 'tidak berkualifikasi' di mata Tuhan. Bapa kita mampu membuat keindahan, bahkan yang keluar dari abu sekalipun.
Jadi, pada saat Dia memanggilmu, Dia juga yang akan memungkinkanmu untuk bisa. Dia bisa dan akan melakukan yang terbaik, walau menurutmu itu tidak mungkin.
 Sekilas lebih Dekat
Tulisan ini tidak membahas profil lengkap gadis kelahiran Jakarta, 22 Mei 1988 ini. Sudah banyak situs yang memuatnya. Sekadar penyegar ingatan saja, Natashia Nikita atau umum dikenal dengan nama Nikita, adalah seorang penyanyi rohani keturunan Tionghoa. Ia merilis album perdananya pada tahun 1995 yang berjudul Di Doa Ibuku Namaku Disebut saat berusia 7 tahun. Hingga 2014, tercatat 13 album dirilisnya. Juga beberapa album kompilasi lainnya.
Tak disangka-sangka, lewat lagu tersebut, nama Niki atau Niq (panggilan akrabnya) melambung. Lagu tersebut sukses di pasaran. Lirik lagu ini bersifat universal, Jadi tak heran, pernah merajai tangga lagu di beberapa radio swasta di Indonesia. Bahkan namanya sempat muncul menjadi nominator AMI (Anugerah Music Award) 1998 untuk kategori Penyanyi Cilik Terbaik.
Nikita sempat main sinetron waktu masih kecil (Bias Kasih (1998) di Anteve dan Kasih (2001) di SCTV). Selain itu, suara merdunya menjadi top listlagi ketika RCTI (2006) menayangkan sinetronberjudul Buku Harian Nayla.Ia ikut andil sebatas bernyanyi OST Seperti Yang Kau Ingini.Seolah mengulang kesuksesan awal, lagu ini pun disukai banyak orang; termasuk lintas generasi dan lintas iman.Â
Tuntunan dan Tontonan
Nah, kembali pada topik awal. Menjadi publik figur tidaklah mudah. Jangankan di bidang sekuler, yang rohani/religi pun bisa berujung sama, walau kadarnya jauh berbeda. Ia akan banyak mendapat sorotan. Ia jelas menjadi sorotan dan panutan publik. Jadi senyampang ada komentar-komentar yang positif saja, masih bagus. Memberi saran atau kritik, masih juga bisa diterima. Sebagai bahan masukan untuk berbenah dan menjadi lebih baik lagi di esok hari.
Tetapi kalau komentarnya yang nyinyir-nyinyir, itulah yang menganggu. Sudah tidak produktif, dan malah membikin kesal sesama netizen(warganet). Bahkan tidak jarang, halaman 'si artis' justru banjir perdebatan di antara para loverdan hater(penyuka dan pembenci).
Berkaca dari postinganNikita tersebut di atas, setidaknya para fans juga bisa belajar dan menghargai akan namanya sebuah "privasi". Seperti adagium yang menyatakan "... hanyalah manusia biasa" (memang ada yang bukan manusia?! :). Namanya saja manusia, pasti ada salah dan kurangnya.
Maksudnya, setenar-tenarnya seseorang, sengetop-ngetopnyapublik figur, janganlah mereka dianggap sebagai sosok rupawan yang 'sempurna'. Lalu kita memosisikan diri sebagai judgement,sang pengadil. Berperan bak hakim untuk orang lain; tapi tidak untuk diri sendiri. Seolah-olah hendak mengatur 'sang idola' agar tidak boleh begini-begitu; harus ini dan itu.
Seartis-artisnya'artis', ia juga tetaplah manusia biasa. Punya kebebasan diri. Berkreasi dan berekspresi sebagaimana yang diinginkannya. Jadi, kalau mau pose, bergaya lucu-lucuan, mau setelan pakaian bagaimana, ya sebenarnya bukan jadi persoalan serius bingit. Iya, to...Justru yang semestinya jadi perhatian adalah 'pesan tersirat' apa yang hendak disampaikan. Karena itu yang lebih bisa memengaruhi pikiran dan sikap hidup khalayak.
Tidak perlu melakukan akting demi pemuasan citra diri. Justru dengan keapaadaan itulah, kita bisa saling belajar. Kita bisa melihat sesuatu yang alamiah. Tapi tentu, dengan catatan, kebebasan ini masih dalam koridor etika dan norma umum kesantunan.
Tidak perlu dan tidak akan pernah seseorang menjadi 'sempurna' di mata sesamanya. Hanya dengan kekuatan dan anugerah Sang Mahacinta, kita bisa melihat dan merasakan 'kesempurnaan' itu. Bahwa setiap kita punya kelebihan dan kekurangan. Kita ada, untuk saling melengkapinya.
Ada benarnya captionNikita tersebut. Terkadang, kita tidak sadar, justru yang menurut kita adalah kekurangan, di situ jua ada kelebihan kita. Kita perlu mengoptimalkannya lagi. Oleh anugerah-Nya-lah, kita dimampukan untuk mengembangkan talenta kita. Dipakai-Nya untuk melakukan sebuah misi karya, yang berguna bagi sesama.
Setuju, kan.....?!
Salam damai...
Selamat hari Minggu...
-end-
Â
*) Info profil dari beragam sumber
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H