Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Semarak Tulungagung Culture Carnival 2016 (Esai Foto part 2)

31 Agustus 2016   22:00 Diperbarui: 31 Agustus 2016   22:05 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lanjutan...

Sebelumnya... part 1: Karnaval Agustusan

Panen Foto

Bagi yang suka foto, karnaval bisa menjadi momen langka untuk berfoto bersama dengan salah satu atau beberapa peserta. Tak jarang, aksi mereka sesekali terhenti hanya karena penonton memintanya untuk berfoto bersama. “Ya, kapan lagi? Toh kalau tak ada acara begini, mereka kan emoh (tak mau) juga difoto atau dimintai foto bersama. Betul, kan?!”

Desain kostum yang menarik
Desain kostum yang menarik
Ya, karnaval bisa menjadi ajang apresiasi. Tak jarang para orang tua (biasanya sih ibu-ibu) yang meminta, “Ayo, Dik, foto sama mbak-nya yang cantik itu.” Tapi, bisa juga teman atau kenalan dari para peserta itu sendiri. Senyampang ada kesempatan langka.

Peragaan busana batik
Peragaan busana batik
Tentu saja, mau tak mau, yang terpilih ikut meladeni permintaan tersebut. Kalau ada yang mengawal, barulah sesi minta foto bareng itu tak jadi terlaksana, karena akan dianggap menghambat laju peserta karnaval.

tcc-part-2-4-57c6c4921593736972cf5afc.jpg
tcc-part-2-4-57c6c4921593736972cf5afc.jpg
Dalam keadaan yang capek karena berjalan jauh (ada yang memakai sepatu hak tinggi), pegal-pegal, rasa haus yang menghinggapi, adalah hal yang manusiawi. Namun ada nilai positif yang bisa diwartakan peserta, setidaknya sikap profesionalitas dalam berkarya. Walaupun skalanya masih dalam bentuk karnaval, meskipun dari segi usia masih muda (usia sekolah menengah), rasa percaya diri dan mental kedisiplinan itu nampak jelas.

Reyog Kendang, tahun kemarin masuk rekor MURI
Reyog Kendang, tahun kemarin masuk rekor MURI
Mereka akan tetap berusaha untuk bisa tersenyum pada orang lain, meskipun barangkali dongkol juga dalam hati. “Ah, masak nggak lihat orang lagi capek begini. Mana finish­-nya masih jauh lagi....”

tcc-part-2-6-57c6c50e169773334cadbeb9.jpg
tcc-part-2-6-57c6c50e169773334cadbeb9.jpg
Yang kasihan sebenarnya juga adalah kawan-kawannya yang lain, yang tidak dimintai untuk berfoto bareng. Bagaimana ya, perasaan mereka ketika melihat dan merasakan, “Ya dia lagi... dia lagi yang difoto.” Maaf lho ya, cuma opini, belum tentu juga yang sebaliknya. Nggak sampai hati untuk bertanya :).

tcc-part-2-7-57c6c52f6623bd8b1b63159b.jpg
tcc-part-2-7-57c6c52f6623bd8b1b63159b.jpg
Ayo coba, perhatikan yang tampil di foto ketika karnaval diadakan. Baik itu di koran, majalah atau situs online. Mereka yang fotogenic yang kerap ditampilkan. Kenapa demikian, ya, karena indah dipandang. Alasan simpel saja. Naluriah. Toh itupun sebenarnya sudah di-setting sama yang punya gawe,bukan?! Juru potret/kamera kan tinggal mengambil gambar sesuai rasa dan logikanya (benar begitu, ya?!)...

tcc-part-2-8-57c6c5733197736247951a0a.jpg
tcc-part-2-8-57c6c5733197736247951a0a.jpg
Karnaval, Pestanya Rakyat

Kalau di kota besar, karnaval yang paling umum adalah dalam rangka ulang tahun kota tersebut. Hampir di setiap kota memiliki acara seperti itu, dengan kekhasannya masing-masing. Tetapi karnaval agustusan di daerah, adalah sukacitanya masyarakat tingkat lokal. Sekadar info, ternyata di sini, sampai bulan September pun, masih tetap ada acara yang terkait dengan agustusan.

Sekalian promosi daerah wisata
Sekalian promosi daerah wisata
Mereka bebas berekspresi sesuai dengan konteks daerah masing-masing. Hal itulah yang setidaknya membuat semangat lokalitas begitu kental. Tradisi dan budaya yang terus digali dan dikembangkan, dapat menjadi sarana pewarisan nilai-nilai luhur nenek moyang. Agar generasi muda tetap mencintai dan bangga terhadap kulturnya sendiri.

tcc-part-2-10-57c6c60aa4afbdf94e960b18.jpg
tcc-part-2-10-57c6c60aa4afbdf94e960b18.jpg
Peristiwa karnaval yang saya ikuti kali ini hanyalah salah satu contoh kecil kemeriahannya. Tak bisa dibandingkan kelasnya dengan JFC (Jember Fashion Carnival) misalnya, yang sudah menginternasional itu (tahun ini bersamaan waktunya dengan TCC). Dan memang bukan tempatnya (serta tidak tepat juga) untuk memperbandingkan.

Tak kalah keren kok. Cantik...
Tak kalah keren kok. Cantik...
Kebetulan di bulan kemerdekaan ini, saya berada di kabupaten yang terkenal dengan marmernya. Ya, mana lagi kalau bukan Tulungagung. Kota (kabupaten) di Jawa Timur yang -bersama dengan Surabaya- memenangkan Adipura Paripurna tahun ini.

Tampilan wajib, ikon kabupaten dan slogan yang diusung.
Tampilan wajib, ikon kabupaten dan slogan yang diusung.
Sedikit wawasan, Kabupaten Tulungagung berada pada jarak 154 km ke arah barat daya dari kota Surabaya. Menurut data BPS terbaru (2016), luasnya mencapai 1.055,65 km2, dengan jumlah jiwa 1.021.190 jiwa di tahun 2015. Itu berarti tingkat kepadatan penduduk rata-rata 967 jiwa/km2. Dari luasan tersebut, secara administratif terbagi habis atas 19 Kecamatan, 257 Desa, 730 Dusun, 14 Kelurahan, 1.851 RW dan 6.405 RT.

Karnaval yang selalu dinanti
Karnaval yang selalu dinanti
Nah, terkait dengan karnaval kemerdekaan, berbekal cerita lisan dari warga di tempat ini, lalu coba-coba untuk mencari info lanjutan di internet. Ketemulah pada halaman salah satu grup facebook lokal.Isinya antara lain memuat informasi berikut ini.

Sumber: https://www.facebook.com/TulungagungCoret
Sumber: https://www.facebook.com/TulungagungCoret
“Wah, kalau jadwalnya lengkap begini, ya menang milih saja, mau ke mana perginya?” batin saya dalam hati. Maka, kalau jelas seperti ini, yang senang adalah para penyuka fotografi. Bisa hunting foto sepuasnya. Para jurnalis (media resmi atau para citizen journalist), siswa/mahasiswa yang terkait dengan jurusannya; mereka juga tidak terlalu kesulitan dalam mencari atau membuat pemberitaan.

Pengenalan budaya lokal sejak dini
Pengenalan budaya lokal sejak dini
Coba, kalau momen seperti ini juga terjadi di kota besar. Betapa semaraknya jua. Tapi, ya memang karena situasi zaman, tak memungkinkannya. Jadi, ya cukuplah bernostalgia... Hanya memang di sedikit tempat yang masih mempertahankan tradisi karnaval Agustusan macam begini. “Bikin ngiri...” Jelas, seperti dalam capture berikut ini, masih di grup FB yang sama.

Sumber: https://www.facebook.com/TulungagungCoret
Sumber: https://www.facebook.com/TulungagungCoret
Baiklah, daripada tambah panjang dan nggak jelas jluntrung (arah atau fokus pembahasan)-nya, cukup sekian saja ya oret-oretan ini... :). Nah, mari kita simak terus kemeriahan acara –melalui serial foto– Tulungagung Culture Festival (TCC) 2016 yang diselenggarakan pada hari minggu terakhir di bulan Agustus ini (28/8).

Ikonik wajib dihelat
Ikonik wajib dihelat
Oh ya, tepat sehari sebelumnya, sebenarnya ada juga momen karnaval bertajuk PawaiBhinneka Allegori untuk tingkat SMP/MTs. Sayang tidak sempat untuk menyaksikan momentum tersebut. Jumlah pesertanya tentu lebih banyak dari TCCini, yang diadakan untuk tingkat SMA/SMAK/MA.

Lagi bersiap menuju pemberangkatan
Lagi bersiap menuju pemberangkatan
Maklum jumlah sekolah -data BPS Kabupaten Tulungagung 2016- SMPN/swasta (75 SMP, 39 MTs) di sini lebih banyak daripada SMAN/swasta (24 SMA, 31 SMK, 18 MA). Jadi ya wajar sajalah. Tapi meskipun secara kuantitas sedikit, tapi secara kualitas, sungguh, di luar ekspetasi. Keren, walaupun untuk tingkat sekolah saja, bisa menyajikan gelaran semacam ini. Hebat juga, karena sudah menjadi agenda tahunan ternyata...

Fashion on the street. Pameran rancangan desain pakaian dan peragaan busana di jalanan.
Fashion on the street. Pameran rancangan desain pakaian dan peragaan busana di jalanan.
Dengan banyaknya kegiatan karnaval agustusan, kota yang juga terkenal karena TKI/TKW-nya ini, pantas juga untuk bisa disebut sebagai “kota budaya,” menyusul predikat dari Jogjakarta. Tradisi karnaval dalam rangka 17 Agustus ini, patut untuk diapresiasi. Sebab, dengan karnaval ini, melalui generasi muda, lewat jalur pendidikan formal, serta dinamika warga, budaya bangsa akan tetap terpelihara.

Kultur budaya Babad Tulungagung menjadi bagian perayaan (karnaval).
Kultur budaya Babad Tulungagung menjadi bagian perayaan (karnaval).
Oh ya, sekadar sharing (berbagi cerita), foto-foto ini hanya menggunakan (pinjaman) kamera smartphone (tampilan sudah di-resize). Bukan dari kamera saku, semipro atau DSLR. Nah, kalau soal jeprat-menjepret alias fotografi ini, yang lebih berpengalaman saja yang membahasnya. Cuma, kutipan pesan terbaik dari fotografer profesional yang bisa diingat, “Kamera terbaik adalah kamera yang Anda miliki sekarang”. Maka, sering-seringlah berlatih dengan kepunyaan sendiri. Tidak usah terlalu berharap dulu pengin kamera yang mahal dan supermahal itu. Kamera hanyalah sekadar alat bantu. Selebihnya, tergantung dari latihan, kejelian dan faktor lucky (keberuntungan) dalam memotret.

tcc-part-2-21-57c6c90caf92737f60541440.jpg
tcc-part-2-21-57c6c90caf92737f60541440.jpg
Demikian laporan pandangan mata kali ini... Salam kemerdekaan, salam budaya... Makin cinta dan bangga Indonesia....

-end-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun