Bagaimana agar sukses Singapore Airlines dapat ditiru dan diterapkan? Caranya ya itu benchmark. Bisa melakukan kunjungan ke perusahaan yang akan "ditiru", atau mengundang manajer perusahaan tersebut untuk menjelaskan di perusahaan yang ingin belajar. Saya kebagian belajar di kelas, di AI, dipandu seorang manajer dari Singapore Airlines.
Jepang Tak Segan Benchmark Indonesia
Indonesia belajar TQC dan Kaizen dari Jepang. Tepatnya AG tempat saya kerja waktu itu belajar dari induknya AI yang berkantor Pusat di Jakarta dan FX yang berpusat di Tokyo.
Tahun 2007, manager in charge Kaizen di FX regional Asia Pasifik merasa heran atau mungkin terkejut mengetahui AG "masih" melaksanakan Konvensi TQC dan Kaizen secara kontinu sejak 1984 sampai saat itu, tahun 2007.
Pada sebuah rapat para manajer Sistem Manajemen Kualitas dan Manajemen Lingkungan FX regional Asia Pasifik di Chengdu, China, tahun 2007, yang juga dihadiri person in charge bidang tersebut di FX Tokyo, mereka minta AG mempresentasikan penerapan TQC dan Kaizen di AG.
Apa yang dilakukan FX dan FX regional Asia Pasifik adalah benchmark. Tak segan sebuah "perusahaan induk" belajar sesuatu dari "anaknya".
Konsep Niteni-Nirokake-Nambahi maupun Konsep TQC-Kaizen dan Benchmark butuh kebesaran jiwa dari yang sedang belajar untuk memperbaiki kualitas. Harus legowo, mau menerima masukan dari pihak lain. Pada dasarnya siapapun manusia atau perusahaan tak ada yang sempurna.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H