Mohon tunggu...
Hendi Setiawan
Hendi Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Senior citizen. Pengalaman kerja di bidang transmigrasi, HPH, modal ventura, logistik, sistem manajemen kualitas, TQC, AMS, sistem manajemen lingkungan dan K3, general affair, procurement, security. Beruntung pernah mengunjungi sebagian besar provinsi di Indonesia dan beberapa negara asing. Gemar membaca dan menulis. Menyukai sepakbola dan bulutangkis. Masih menjalin silaturahmi dengan teman2 sekolah masa SD sampai Perguruan Tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Manajemen Inovasi Jawa, Jepang dan Barat

5 Juli 2017   07:02 Diperbarui: 8 Juli 2017   20:51 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Inovasi, perubahan, tidak harus hasil temuan besar teknologi atau temuan di laboratorium canggih. Bisa juga merupakan perbaikan atas suatu produk atau proses berdasarkan perbaikan kecil yang dilakukan secara terus menerus.

Berdasarkan pengamatan dan pengalaman sebagai praktisi bidang manajemen selama puluhan tahun, saya menangkap tiga konsep manajemen inovasi secara garis besar : Konsep Jawa (1940-an), Konsep Jepang (1980-an) dan Konsep Barat (1990-an).

Konsep Manajemen Jawa 1940-an

Saya sebut demikian karena merupakan ajaran Ki Hajar Dewantara, Menteri Pendidikan pertama Republik Indonesia setelah Republik Indonesia merdeka tahun 1945. Beliau mengajarkan agar melakukan tiga hal untuk perbaikan : niteni, nirokake, nambahi.

Boleh saja kita belajar sesuatu pada orang lain, untuk diterapkan pada diri kita atau organisasi kita, bila cocok. Pertama niteni, artinya memperhatikan dengan teliti, detil. Lalu nirokake atau meniru,  bisa juga menjiplak. Namun supaya ada nilai tambahnya ya jangan 100% menjiplak, lakukan perbaikan agar ada kekhasan kita, ini yang disebut nambahi.

Konsep Manajemen Jepang 1980-an

Saya sebut demikian dari sudut pandang saya yang baru mengenal Konsep Total Quality Controltahun 1983, beberapa tahun kemudian mengenal Konsep Kaizen yang saat itu ditafsirkan perubahan kecil secara terus menerus, continuous improvement.

Di perusahaan tempat kerja saya -sebut saja AG- sejak 1981 atau 1982 diterapkan Konsep TQC secara massal dan sejak akhir 1984 diselenggarakan Konvensi TQC atau Konvensi Manajemen Kualitas, yang dilaksanakan setiap tahun sampai saat ini.

TQC, Kaizen yang diterapkan dalam pekerjaan karyawan prinsipnya adalah perubahan terus menerus, continuous improvement, mirip dengan Konsep niteni, nirokake dan nambahi.

Benchmark (1990-an)

Konsep Barat ini secara praktis mulai dipelajari di sebuah grup perusahaan -sebut saja AI- tahun 1991 atau 1994. Saat itu AI mengundang Singapore Airlines, yang ketika itu dikenal sebagai perusahaan penerbangan kelas dunia, berkat kesuksesan menerapkan konsep manajemen modern, Customer Satisfaction.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun