Pro Kontra Dwi Kewarganegaraan
Kasus Arcandra Tahar yang menggelinding seminggu lalu berakhir dengan keputusan Presiden Jokowi memberhentikan dengan hormat Menteri ESDM Arcandra Tahar.
Kasus ini sangat menarik para pemerhati baik yang kalangan ahli maupun dari kalangan warganegara biasa yang relatif terdidik. Sebagian tak mempersoalkan dwi Kewarganegaraan Arcandra Tahar, sebagian mengatakan secara hukum tak bisa seorang WNA menjabat Menteri dalam Pemerintahan RI, sebagian bahkan membela bahwa Arcandra seorang WNI bukan WNA.
Pendapat mereka baik kalangan ahli, para pejabat Pemerintah setara Menteri, maupun pegiat media sosial mudah kita baca dan dengar di pelbagai media mainstream, TV maupun medsos:
- Hendro Priyono tak mempersoalkan dwi kewarganegaraan Arcandra, karena keahliannya yang istimewa (Wawancara HP dengan TVOne).
- Yusril Ihza Mahendra mempertanyakan bagaimana bisa lolos screening, bukankah di sekeliling Presiden ada BIN, Mensesneg (dll). (Indonesia Lawyers Club, 16 Agustus 2016).
- Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly sempat mengakui bahwa Arcandra Tahar memiliki dua paspor, Amerika Serikat dan Indonesia. Yasonna bahkan mengatakan Arcandra masih WNI.(RMOL, 18 Agustus 2016).Â
- Rhenald Kasali menyorot dari sisi talent war, esensinya ia cenderung setuju dwi kewarganegaraan untuk diaspora Indonesia yang dinilainya ahli (Indonesia Lawyers Club, 16 Agustus 2016).
- Mahfud MD berpendapat tidak bisa dwi kewarganegaraan diberlakukan begitu saja, ada dampak negatif seperti WNA yang mendapat kewarganegaraan RI bisa menyebabkan mereka menduduki jabatan-jabatan penting karena keahliannya.
- Banyak netizen menilai dwi kewarganegaraan tidak boleh sesuai Undang-Undang yang berlaku.Â
- Banyak netizen berpendapat sudah saatnya diberlakukan dwi kewarganegaraan bagi WNI yang tinggal dan bekerja di luar negeri.
Kenapa Mesti Hati-Hati?
Beredar postingan di WA bahwa ketika seorang Presiden Korea Selatan bertemu dengan warga Korea Selatan di Amerika Serikat, sang Presiden meminta para lulusan universitas-universitas Amerika Serikat tersebut terus berkarir di Amerika. Suatu saat mereka menduduki jabatan penting di perusahaan Amerika baik sebagai manajer maupun sebagai pemilik usaha, mereka dapat membantu mempengaruhi kebijakan untuk mengimpor barang dari Korea. Apa kita mau meniru Korea Selatan?
Diantara para netizen dan warga Indonesia yang pro dwi kewarganegaraan berharap bila dwi kewarganegaraan berlaku di Indonesia, akan mempermudah urusan WNI yang mukim (terutama) di negara-negara maju yang warganegaranya dapat pergi ke pelbagai negara di dunia tanpa visa. Seorang WNI jika juga pemegang paspor Amerika Serikat konon mengurus hak intekektual seperti hak paten lebih mudah dilakukan dan pelbagai keuntungan lainnya sebagai warganegara Amerika atau negara maju lainnya yang mengakui dwi kewarganegaraan.
Profesor Dr Mahfud MD sebagai pakar Hukum Tata Negara memperingatkan bila dwi kewarganegaraan disahkan di Indonesia, bisa-bisa banyak posisi penting diambil WNA yang merangkap WNI.
Ada juga kemungkinan kelompok WNI tertentu yang akan diuntungkan, kita tahu banyak WNI kalangan menengah atas yang menyekolahkan anak-anaknya maupun dirinya berbisnis di Singapura, Australia, Kanada dan Amerika Serikat. Dengan kekuatan finansialnya mudah mereka menjadi penduduk tetap dan kemudian warga negara di negara-negara tersebut, sekaligus tetap mempertahankan kewarganegaraan Indonesia, karena tetap WNI memberikan keuntungan juga baik finansial maupun non finansial.
Sebaliknya terbuka juga kemungkinan warganegara Singapura, warganegara Tiongkok, warganegara Australia menjadi warganegara RI sebagai negara keduanya. Suatu hari mungkin seorang Menteri Peternakan seorang pemegang paspor ganda Australia - Indonesia atau Presdir Pertamina seorang warganegara Amerika - Indonesia atau Ketua BKPM dijabat seorang Singapura - Indonesia. Mungkin juga manajemen BUMN strategis lainnya diduduki orang asing yang juga pegang paspor Indonesia. Belum lagi serbuan imigran ilegal yang mungkin saja dengan pelbagai cara mendapat KTP dan juga Paspor RI.
Jika berlaku dwi kewarganegaraan ditambah warga asing dilegalkan untuk memiliki properti di Indonesia, sangat mungkin terjadi penghuni sebuah "kota baru", real estate selengkap sebuah kota, akan berpenampilan asing dari segi penghuninya. Invasi tanpa letusan senjata bukan isapan jempol.
Pikirkan matang - matang oleh para pejabat tinggi Pemerintah RI maupun para legislator di DPR, apakah sudah waktunya membolehkan seorang WNI memegang paspor asing atau seorang WNA diizinkan berpaspor Indonesia? Â Atau hanya izin dwi kewarganegaraan terbatas, misalnya hanya untuk WNI lulusan Universitas luar negeri di mana ia bekerja-berdomisili dan tak mengizinkan WNA berpaspor asing sekaligus paspor RI. Bisa juga ada peraturan untuk posisi pekerjaan tertentu hanya boleh dijabat WNI yang tidak pegang paspor asing dan rambu-rambu dari pelbagai sudut lainnya untuk melindungi rakyat dan negara Indonesia.
Pilihan lain tentunya tetap mengacu pada Undang-Undang yang berlaku sekarang, warganegara Republik Indonesia tidak diperbolehkan memegang paspor negara asing bila tidak ingin status WNI-nya gugur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H