Great Barrier
Great Barrier Reef (GBR) di pantai timur-utara Queensland Australia sangat terkenal di seluruh dunia. Rangkaian batu karang sepanjang 2000 kilometer ini melindungi laut bagian dalam yang lebih dekat ke pantai Queensland dari hempasan gelombang lautan Pasifik, melindungi beragam sumberdaya hayati laut berupa 400 jenis terumbu karang, 1500 spesies ikan dan 4000 jenis Moluska (sebangsa keong-siput). GBR di depan pantai Queensland berdampak positif bagi kelangsungan hidup pelbagai macam ragam sumberdaya hayati, termasuk Sapi Laut (Dugong) dan Kura-kura Hijau yang terancam punah.
GBR dalam arti sesungguhnya saking pentingnya bagi kelangsungan hidup pelbagai sumberdaya hayati, pada tahun 1981 ditetapkan UNESCO sebagai warisan dunia (World Heritage). Adakah great barrier dalam arti bukan sesungguhnya, bukan berupa fisik seperti GBR di Australia?
Mungkin masing-masing diri kita pernah mengalami betapa tak berdaya untuk melakukan sesuatu atau merasa tak mampu melakukan sesuatu atau merasa tak mampu berbuat sesuatu karena merasa ada hambatan yang tak terlihat, hambatan yang mungkin saja bagi kita menjadi semacam hambatan luar biasa (great barrier) yang tertanam dalam otak sebagai hambatan besar yang tak mungkin ditembus.
Setiap orang mungkin punya barrier atau great barrier yang mungkin sebenarnya hambatan psikologis saja, misalnya hambatan psikologis merasa tak bisa membaca Al Quran -bagi orang Islam- atau seseorang merasa tak akan mampu kuliah di negara berbahasa asing -apakah Jepang, Inggris, Prancis atau Jerman- karena hambatan bahasa. Ketika sedang belajar di perguruan tinggi mungkin ada yang pernah merasakan betapa sulitnya lulus mata kuliah statistika atau matematika atau dalam pergaulan anak muda, seorang pemuda merasa tak mungkin untuk mendekati atau memacari seorang mahasiswi cantik, pintar dan anak orang berada.
Semua hambatan psikologis itu bila kita mau berpikir logis sebenarnya bukanlah hambatan yang tak mungkin ditembus, mengapa tidak berupaya meraihnya, berusaha dulu apakah belajar lebih sungguh-sungguh atau apapun, jangan menyerah sebelum melakukan sesuatu.
Beberapa observasi kejadian di sekeliling saya akan saya ceritakan, bagaimana barrier bahkan great barrier itu ternyata akhirnya bisa ditembus.
Membaca Al Quran
Belajar membaca aksara Arab bagi sebagian orang mungkin terasa sulit karena sebelumnya sudah tertanam dalam hatinya aksara Arab itu sulit. Saya pada masa kecil pernah belajar di madrasah selama setahun dan tentu mengenal huruf Arab. Sayangnya selama puluhan tahun sampai dewasa ketika membaca Al Quran terpaksa ditemani Al Quran yang berhuruf Latin, padahal ketika membaca surah-surah pendek dalam Juz 30 lancar, mampu membaca dalam aksara Arab.
Akhirnya great barrier ini berhasil saya jebol ketika memaksa diri ikut kursus kilat membaca Al Quran selama dua hari di Republika. Belajar dari nol lagi, mengenal huruf Arab seperti belum kenal sama sekali sebelumnya, lalu belajar mengeja huruf bersambung dan mencoba membaca surah Muhammad. Begitu selesai membaca surah Muhammad saya diinstruksikan membaca surah non Juz 30 lainnya, ternyata lancar, padahal sebelumnya begitu melihat tulisan Arab pada surah-surah Al Quran juz 1 sampai dengan 29, rasanya halaman Al Quran penuh lambang-lambang yang tak bisa saya baca, langsung menyerah, merasa tak mampu. Ternyata dengan kursus dua hari saja sudah kembali lancar membaca Al Quran.
Ketidakmampuan yang menurut saya berupa 'angan-angan negatif' setelah dibantu seseorang yang dalam reaksi kimia mungkin boleh disebut katalisator, menghasilkan keyakinan diri dan kemampuan tak terduga mengatasi rasa tak mampu selama bertahun-tahun.
Kendala Bahasa Asing
Orang-orang Indonesia yang bersekolah sampai SLTA pernah belajar bahasa Inggris sejak SMP kelas 1 sampai SMA kelas 3. Bahkan untuk generasi muda, generasi anak saya mereka mulai diperkenalkan bahasa Inggris sejak SD, ada yang mulai kelas 3, di beberapa sekolah murid-murid mulai berkenalan dengan bahasa Inggris sejak kelas 1.
Di beberapa SMA banyak juga murid-murid yang mendapat pelajaran bahasa Jepang, Prancis atau Jerman. Salah satu dari tiga bahasa asing ini menjadi pelajaran bahasa asing kedua bagi mereka. Untuk sekolah-sekolah yang bernaung di bawah kementerian agama atau sekolah swasta yang berciri Islam, pelajaran bahasa Arab merupakan pelajaran yang diajarkan cukup mendalam, setara dengan bahasa Inggris.
Apakah setelah lulus SMA murid-murid fasih berbahasa asing? Sudah jadi rahasia umum lulusan SLTA bahkan Perguruan Tinggi di negara kita pada umumnya tidak fasih berbahasa Inggris. Mungkin generasi yang masih mengalami sekolah menengah zaman Belanda atau beberapa tahun setelah kemerdekaan, bahasa Inggrisnya masih bagus, setelah itu relatif amburadul, tetapi generasi muda sekarang menurut pengamatan saya meningkat kembali kemampuan bahasa asingnya, terutama bahasa Inggris.
Ada cerita beberapa teman yang mendapat bea siswa kuliah pasca sarjana di Prancis. Semuanya sebelumnya tak pernah belajar bahasa Prancis, mereka kursus intensif di Jakarta selama 6 bulan, disambung 6 bulan lagi di Prancis, setelah itu mulai kuliah. Teman saya mengatakan mereka dipaksa bisa bahasa Prancis sambil dipraktekkan dalam kegiatan sehari-hari, langsung terjun ke kawah candradimuka.
Hambatan kemampuan berbahasa Prancis diatasi teman-teman saya dengan motivasi tak mau pulang ke Indonesia dengan tangan kosong atau tanpa ijazah master atau doktor. Masih beruntung yang mendapat tugas belajar di negara berbahasa Inggris, hambatannya tak terlalu besar, karena sepayah-payahnya hasil belajar bahasa Inggris di Indonesia, sebagai dasar untuk latihan intensif atau untuk pergaulan sehari-hari dalam masyarakat berbahasa Inggris, menurut saya sudah lebih dari cukup.
Motivasi, Katalisator dan Anak Kunci Yang Cocok
Yakin bisa, yakin mampu, tidak menyerah sebelum usaha, tidak minder, optimis. Kata-kata itulah yang harus dijadikan landasan pembuka kunci keberhasilan. Keberhasilan mampu membaca Al Quran dengan lancar, keberhasilan mampu kuliah di Prancis sampai pulang membawa gelar doktor, atau keberhasilan menaklukkan pujaan hati bagai para pemuda yang masih lajang he he he ...
Keberhasilan menaklukkan pujaan hati bagi sebagian pemuda ternyata bukan perkara mudah, bukan hanya bagi yang secara fisik kurang menarik atau secara ekonomi masih jauh dari sukses, bahkan bagi yang cukup rupawan, berpendidikan bagus, punya penghasilan baik, masih ada juga yang kesulitan, yang akar penyebabnya ketakutan ditolak atau takut gagal.
Sungguh sebuah great barrier yang perlu dijebol, caranya dengan memotivasi diri atau minta bantuan atau nasihat dari orang yang lebih tua atau cukup ilmunya maupun pengalamannya. Siapa tahu nasihat itu menjadi katalisator yang mampu menjebol hambatan berupa keraguan atau kekhawatiran gagal. Ibarat pintu terkunci, setelah anak kunci yang cocok ditemukan untuk membuka pintu, setelah pintu terbuka urusan lancar. Jika gagalpun bukankah dunia tidak selebar daun kelor? He he he ....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H