Kendala Bahasa Asing
Orang-orang Indonesia yang bersekolah sampai SLTA pernah belajar bahasa Inggris sejak SMP kelas 1 sampai SMA kelas 3. Bahkan untuk generasi muda, generasi anak saya mereka mulai diperkenalkan bahasa Inggris sejak SD, ada yang mulai kelas 3, di beberapa sekolah murid-murid mulai berkenalan dengan bahasa Inggris sejak kelas 1.
Di beberapa SMA banyak juga murid-murid yang mendapat pelajaran bahasa Jepang, Prancis atau Jerman. Salah satu dari tiga bahasa asing ini menjadi pelajaran bahasa asing kedua bagi mereka. Untuk sekolah-sekolah yang bernaung di bawah kementerian agama atau sekolah swasta yang berciri Islam, pelajaran bahasa Arab merupakan pelajaran yang diajarkan cukup mendalam, setara dengan bahasa Inggris.
Apakah setelah lulus SMA murid-murid fasih berbahasa asing? Sudah jadi rahasia umum lulusan SLTA bahkan Perguruan Tinggi di negara kita pada umumnya tidak fasih berbahasa Inggris. Mungkin generasi yang masih mengalami sekolah menengah zaman Belanda atau beberapa tahun setelah kemerdekaan, bahasa Inggrisnya masih bagus, setelah itu relatif amburadul, tetapi generasi muda sekarang menurut pengamatan saya meningkat kembali kemampuan bahasa asingnya, terutama bahasa Inggris.
Ada cerita beberapa teman yang mendapat bea siswa kuliah pasca sarjana di Prancis. Semuanya sebelumnya tak pernah belajar bahasa Prancis, mereka kursus intensif di Jakarta selama 6 bulan, disambung 6 bulan lagi di Prancis, setelah itu mulai kuliah. Teman saya mengatakan mereka dipaksa bisa bahasa Prancis sambil dipraktekkan dalam kegiatan sehari-hari, langsung terjun ke kawah candradimuka.
Hambatan kemampuan berbahasa Prancis diatasi teman-teman saya dengan motivasi tak mau pulang ke Indonesia dengan tangan kosong atau tanpa ijazah master atau doktor. Masih beruntung yang mendapat tugas belajar di negara berbahasa Inggris, hambatannya tak terlalu besar, karena sepayah-payahnya hasil belajar bahasa Inggris di Indonesia, sebagai dasar untuk latihan intensif atau untuk pergaulan sehari-hari dalam masyarakat berbahasa Inggris, menurut saya sudah lebih dari cukup.
Motivasi, Katalisator dan Anak Kunci Yang Cocok
Yakin bisa, yakin mampu, tidak menyerah sebelum usaha, tidak minder, optimis. Kata-kata itulah yang harus dijadikan landasan pembuka kunci keberhasilan. Keberhasilan mampu membaca Al Quran dengan lancar, keberhasilan mampu kuliah di Prancis sampai pulang membawa gelar doktor, atau keberhasilan menaklukkan pujaan hati bagai para pemuda yang masih lajang he he he ...
Keberhasilan menaklukkan pujaan hati bagi sebagian pemuda ternyata bukan perkara mudah, bukan hanya bagi yang secara fisik kurang menarik atau secara ekonomi masih jauh dari sukses, bahkan bagi yang cukup rupawan, berpendidikan bagus, punya penghasilan baik, masih ada juga yang kesulitan, yang akar penyebabnya ketakutan ditolak atau takut gagal.
Sungguh sebuah great barrier yang perlu dijebol, caranya dengan memotivasi diri atau minta bantuan atau nasihat dari orang yang lebih tua atau cukup ilmunya maupun pengalamannya. Siapa tahu nasihat itu menjadi katalisator yang mampu menjebol hambatan berupa keraguan atau kekhawatiran gagal. Ibarat pintu terkunci, setelah anak kunci yang cocok ditemukan untuk membuka pintu, setelah pintu terbuka urusan lancar. Jika gagalpun bukankah dunia tidak selebar daun kelor? He he he ....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H