Mohon tunggu...
Hendi Setiawan
Hendi Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Senior citizen. Pengalaman kerja di bidang transmigrasi, HPH, modal ventura, logistik, sistem manajemen kualitas, TQC, AMS, sistem manajemen lingkungan dan K3, general affair, procurement, security. Beruntung pernah mengunjungi sebagian besar provinsi di Indonesia dan beberapa negara asing. Gemar membaca dan menulis. Menyukai sepakbola dan bulutangkis. Masih menjalin silaturahmi dengan teman2 sekolah masa SD sampai Perguruan Tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menembus 'Great Barrier' Penghambat Kesuksesan

16 Mei 2015   12:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:55 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Great Barrier

Great Barrier Reef (GBR) di pantai timur-utara Queensland Australia sangat terkenal di seluruh dunia. Rangkaian batu karang sepanjang 2000 kilometer ini melindungi laut bagian dalam yang lebih dekat ke pantai Queensland dari hempasan gelombang lautan Pasifik, melindungi beragam sumberdaya hayati laut berupa 400 jenis terumbu karang, 1500 spesies  ikan dan 4000 jenis Moluska (sebangsa keong-siput). GBR di depan pantai Queensland berdampak positif bagi kelangsungan hidup pelbagai macam ragam sumberdaya hayati, termasuk Sapi Laut (Dugong) dan Kura-kura Hijau yang terancam punah.

GBR dalam arti sesungguhnya saking pentingnya bagi kelangsungan hidup pelbagai sumberdaya hayati, pada tahun 1981 ditetapkan UNESCO sebagai warisan dunia (World Heritage). Adakah great barrier dalam arti bukan sesungguhnya, bukan berupa fisik seperti GBR di Australia?

Mungkin masing-masing diri kita pernah mengalami betapa tak berdaya untuk melakukan sesuatu atau merasa tak mampu melakukan sesuatu atau merasa tak mampu berbuat sesuatu karena merasa ada hambatan yang tak terlihat, hambatan yang mungkin saja bagi kita menjadi semacam hambatan luar biasa  (great barrier) yang tertanam dalam otak sebagai hambatan besar yang tak mungkin ditembus.

Setiap orang mungkin punya barrier atau great barrier yang mungkin sebenarnya hambatan psikologis saja, misalnya hambatan psikologis merasa tak bisa membaca Al Quran -bagi orang Islam- atau seseorang merasa tak akan mampu kuliah di negara berbahasa asing -apakah Jepang, Inggris, Prancis atau Jerman- karena hambatan bahasa. Ketika sedang belajar di perguruan tinggi mungkin ada yang pernah merasakan betapa sulitnya lulus mata kuliah statistika atau matematika atau dalam pergaulan anak muda, seorang pemuda merasa tak mungkin untuk mendekati atau memacari seorang mahasiswi cantik, pintar dan anak orang berada.

Semua hambatan psikologis itu bila kita mau berpikir logis  sebenarnya bukanlah hambatan yang tak mungkin ditembus, mengapa tidak berupaya meraihnya, berusaha dulu apakah belajar lebih sungguh-sungguh atau apapun,  jangan menyerah sebelum melakukan sesuatu.

Beberapa observasi kejadian di sekeliling saya akan saya ceritakan, bagaimana barrier bahkan great barrier itu ternyata akhirnya bisa ditembus.

Membaca Al Quran

Belajar membaca aksara Arab bagi sebagian orang mungkin terasa sulit karena sebelumnya sudah tertanam dalam hatinya aksara Arab itu sulit. Saya pada masa kecil pernah belajar di madrasah selama setahun dan tentu mengenal huruf Arab. Sayangnya selama puluhan tahun sampai dewasa ketika membaca Al Quran terpaksa ditemani Al Quran yang berhuruf Latin, padahal ketika membaca surah-surah pendek dalam Juz 30 lancar, mampu membaca dalam aksara Arab.

Akhirnya great barrier ini berhasil saya jebol ketika memaksa diri ikut kursus kilat membaca Al Quran selama dua hari di Republika. Belajar dari nol lagi, mengenal huruf Arab seperti belum kenal sama sekali sebelumnya, lalu belajar mengeja huruf bersambung dan mencoba membaca surah Muhammad. Begitu selesai membaca surah Muhammad saya diinstruksikan membaca surah non Juz 30 lainnya, ternyata lancar, padahal sebelumnya begitu melihat tulisan Arab pada surah-surah Al Quran juz 1 sampai dengan 29, rasanya halaman Al Quran penuh lambang-lambang yang tak bisa saya baca, langsung menyerah, merasa tak mampu. Ternyata dengan kursus dua hari saja sudah kembali lancar membaca Al Quran.

Ketidakmampuan yang menurut saya berupa 'angan-angan negatif' setelah dibantu seseorang yang dalam reaksi kimia mungkin boleh disebut katalisator, menghasilkan keyakinan diri dan kemampuan tak terduga  mengatasi rasa tak mampu selama bertahun-tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun