Mohon tunggu...
Hend.Setya
Hend.Setya Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Newbie

Novel AL terbit setiap hari Jumat || Contact Penulis : hsetiawan.id@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Bab 8 | Catalog of Ideas

27 Juli 2018   18:24 Diperbarui: 27 Juli 2018   18:37 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Boleh aku masuk, Paman?" Saga meminta ijin. Setelah sebelumnya mengetuk sebuah pintu kayu bercat plitur murah milik penjaga makam.

 "Masuklah. Pintu tidak dikunci." Teriak pria tua dengan fisik pincang dari dalam rumah.

"Tidak biasanya kau datang ke sini, Saga. Apa ada yang bisa aku bantu?" Seki bertanya kemudian dilanjutkan mempersilahkan Saga untuk duduk di kursi ruang tamu dekat dapur.

"Apakah ini tentang ayahmu?" Seki membuang wajah ke luar jendela. Menatap satu nisan yang berada tidak jauh dari barisan nisan para tetua adat terdahulu nagari Cheduge.

Tangan Saga mengeluarkan sebuah buku kecil berwarna coklat dari kantong dalam bajunya. Hiasan depan buku itu berupa gambar kumbang dibuat dengan coretan tangan.

"Catalog of Ideas. Buku kecil yang Zola tulis sendiri." Seki langsung mengenali buku dan siapa yang menulisnya.

"Bisa paman jelaskan, mengapa ayah menulis buku ini sebelum perang suci ke-3?" Tanya Saga penuh harap.

"Aku tidak tahu. Hanya saja, ayahmu bukan tipe laki-laki tanpa alasan menulisnya."

"Apa ada pesan khusus ketika ayah meminta paman untuk mengantar buku ini kepada ibu?" Saga terus mengalirkan pertanyaan tanpa bermaksud untuk menginterogasi Seki.

"Tidak ada. Zola hanya menyebutkan bahwa ini adalah permintaan terakhir sebelum ia tewas di pertempuran. Maka aku menyanggupinya sebagai janji seorang sahabat." Cerita Seki.

"Maaf Saga. Aku turut berduka."

Seki mengambil 2 kue surabi hangat langsung dari tungku dan menuangkan air teh ke dalam cangkir kecil yang diperuntukkan untuk Saga.

"Tidak perlu repot, Paman." Saga berharap hidangan ini tidak menyusahkan Seki.

"Hanya ini saja yang aku punya saat ini." Seki mempersilahkan Saga untuk mencoba hidangan sederhana untuk tamu.

"Separuh dari buku milik ayah berisi berisi resep makanan." Saga kembali bertanya setelah sebelumnya menyeruput air teh berwarna kehitaman.

"Bolehkah aku melihatnya?" Pinta Seki.

Saga mendorong Catalog of ideas mendekat kearah Seki. Ayah dari Rheen ini kemudian menyambutnya dengan penuh antusias.

"Masak Rimba." Seki membaca judul besar di awal halaman.

"3 genggam beras ketan atau beras biasa, 1 buah kelapa, garam" Seki membaca bagian sub bab bahan utama dibawah kalimat judul resep.

"Buka buah kelapa bagian atas dengan golok, keluarkan air kelapa sedikit saja, masukkan beras kedalamnya, tambahkan garam sesuai selera, bakar di perapian hingga matang, sajikan ketika hangat, selamat menikmati." Seki lanjut membaca bagian cara membuat.

Nampak jelas Seki tertawa. Ia ingat betul pengalaman masak rimba ketika terjebak hujan di tengah hutan bersama Zola. Beberapa tetua nagari Cheduge dan pihak sekolah terpaksa mencarinya ketika pihak panitia penyelenggara mengabarkan 2 siswa hilang di tengah lomba wide game akibat salah rute.

"Selain resep makanan, buku ayah berisi quote dan semacam kode disamarkan." Saga kembali melanjutkan cerita. Memotong ingatan Seki dengan paksa.

Saga menunjuk beberapa halaman yang hanya berisi kalimat acak yang tidak umum. Kalimat acak yang paling dekat berada di halaman 9 bertuliskan,

basxtuwe ascdsicdonhg. wiwendrf

"Paman adalah teman dekat ayah. Apakah ayah pernah berbagi kode untuk dipecahkan?" Tanya Saga.

"Tidak. Zola tidak suka dengan rahasia." Seki menjawab dengan yakin.

"Apakah buku ini untuk kakakmu, Odric. Menguji kemampuan Odric si murid terbaik?"

"Bukan bermaksud membandingkanmu dengan Odric, Saga" Seki meminta maaf secara tidak langsung. Semua warga nagari Cheduge memang menjuluki Odric sebagai si murid terbaik karena kecerdasan yang ia miliki melebihi rata-rata kemampuan siswa sekolah saat itu.

Saga sudah terbiasa untuk terus dibandingkan dengan Odric. Menyebalkan memang selama bertahun-tahun hidup dalam bayang-bayang prestasi saudara kandung.

Beruntung saat itu Rheen sampai di rumah.

"Aku membawa roti bakar dan agar-agar. Apakah kau mau makan siang bersama kita, Saga?" Rheen menaruh banyak belanjaan di meja terdekat.

"Terima kasih. Tapi aku ada keperluan mendesak." Saga menolak tawaran Rheen. Wajah yang namanya disebut terakhir langsung terlihat cemberut. Sedangkan Seki, ia terlihat memahami penolakan Saga.

Saga bergegas keluar dari rumah Seki. Pikirannya berkecamuk sebuah pertanyaan yang ia mesti temukan jawabannya segera hari ini.

"Apakah Odric pernah membaca Catalog of Ideas milik ayah?" Saga berencana untuk bertanya pada Katia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun