PPN Boleh Tinggi, Harga Buku Tetap Harus Terjangkau
Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang akan berlaku pada awal tahun 2025 menjadi sorotan berbagai kalangan masyarakat, terutama karena potensi dampaknya pada daya beli dan harga barang.Â
Kebijakan ini diambil pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara serta mendukung berbagai program sosial.Â
Meskipun demikian, langkah ini menimbulkan kekhawatiran terhadap aksesibilitas barang dan jasa penting, termasuk buku.Â
Sebagai salah satu sumber utama pengetahuan, harga buku yang terjangkau adalah kebutuhan mendasar untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan literasi masyarakat Indonesia.
Buku sebagai salah satu barang yang tidak termasuk dalam kategori kebutuhan pokok, sehingga dikenakan tarif PPN reguler. Dengan kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12%, harga buku di pasar berpotensi mengalami peningkatan.Â
Walaupun kenaikan 1% ini terlihat kecil, dampaknya terhadap konsumen, terutama pelajar, mahasiswa, dan masyarakat dengan pendapatan rendah, cukup memprihatinkan.Â
Karena tingginya harga buku berpotensi menghambat akses masyarakat terhadap bahan bacaan berkualitas, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi tingkat literasi nasional.
Selain itu, kenaikan PPN dapat berdampak pada pelaku industri penerbitan. Biaya produksi buku, termasuk kertas, tinta, dan distribusi, akan meningkat.Â
Jika daya beli masyarakat menurun akibat kenaikan harga, penjualan buku juga dapat menurun, yang pada gilirannya dapat mengancam keberlangsungan usaha penerbitan.Â