Berdasarkan data BP2MI (2023), sebagian besar PMI berasal dari daerah yang kurang memiliki akses informasi, pendidikan, dan keterampilan yang memadai, sehingga mereka menjadi rentan terhadap praktik eksploitasi.
Banyak kasus PMI yang direkrut melalui agen tidak resmi dan berakhir pada pekerjaan tanpa kontrak yang jelas, bahkan seringkali terjebak dalam perdagangan manusia. Kondisi ini diperparah oleh kurangnya koordinasi antar-instansi, yang seharusnya bisa bersama-sama memastikan proses rekrutmen PMI yang legal dan aman (Kompas.id, 2023).
PMI sering kali memiliki keterampilan yang terbatas, terutama di sektor domestik, meskipun beberapa lembaga pelatihan kerja (LPK) telah berupaya memberikan keterampilan dasar, sistem pelatihan yang ada saat ini masih terfragmentasi dan kurang terstandarisasi. Hal ini berakibat pada rendahnya nilai tawar PMI di pasar internasional.
Banyak kasus PMI yang menghadapi situasi sulit di luar negeri, mulai dari masalah hukum atau perjanjian kerja yang tidak sesuai hingga kondisi kerja yang tidak manusiawi, membuat mereka mudah dieksploitasi, dikriminalisasi bahkan kematian.
Banyak diantara PMI yang kerap kali menghadapi kesulitan dalam mengakses layanan hukum jika terjadi konflik dengan majikan atau pihak ketiga. Hal ini sering disebabkan oleh keterbatasan pemerintah Indonesia dalam menjalin kerjasama bilateral yang kuat dalam aspek hukum dan perlindungan sosial.
Sebagai kementerian baru, P2MI/BP2MI memiliki tugas berat dalam menjalankan visi dan misi Presiden terkait perlindungan PMI. Menteri Abdul Kadir Karding bersama jajarannya diharapkan dapat menjadi “joki” yang dalam membawa kementerian ini untuk mencapai target-target strategis dalam perlindungan PMI. Keberhasilan kementerian ini dalam mencapai target akan sangat menentukan bagaimana Indonesia dapat menjawab tantangan global terkait tenaga kerja migran.
Namun, kesuksesan P2MI/BP2MI tidak hanya ditentukan oleh langkah-langkah internal. Kementerian ini juga perlu dukungan dari semua pihak, termasuk pemerintah daerah (kabupaten/desa), lembaga penegak hukum, dan masyarakat.
Kerja sama yang solid akan menjadi modal penting untuk mewujudkan perlindungan yang lebih baik bagi PMI, sehingga mereka tidak hanya dipandang sebagai penyumbang devisa, tetapi sebagai warga negara yang layak mendapatkan perlindungan dan kesejahteraan.
Karena itu, Kementerian P2MI/BP2MI sebagai "joki" dalam menerjemahkan Asta Cita pemerintahan ini, perlu menunjukkan gebrakan yang progresif dalam menghadapi tantangan di atas.
Menteri P2MI/BP2MI, Abdul Kadir Karding dan jajarannya mengatakan bahwa akan fokus untuk membenahi tata kelola perlindungan pekerja migran, proses rekrutmen PMI, penataan lembaga pelatihan kerja (LPK), serta meningkatkan kemampuan dan keterampilan PMI (Kompas.com, 2024).
Mulai dari pengawasan yang lebih ketat terhadap proses rekrutmen PMI sebagai menjadi prioritas utama. Kementerian P2MI/BP2MI telah menginisiasi kerja sama lintas sektor untuk memastikan hanya agen resmi yang diizinkan mengirimkan PMI ke luar negeri.