Mohon tunggu...
Hen Ajo Leda
Hen Ajo Leda Mohon Tunggu... Buruh - pengajar dan pegiat literasi, sekaligus seorang buruh tani separuh hati

menulis dan bercerita tentang segala hal, yang ringan-ringan saja

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Pembengkakan Kabinet: "Uang Banyak untuk Orang Sedikit" dan "Uang Sedikit untuk Orang Banyak"

22 Oktober 2024   11:02 Diperbarui: 22 Oktober 2024   11:02 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Prabowo Subianto melantik menteri Kabinet Merah Putih di Istana Negara, Jakarta, Senin (21/10/2024). Sumber: KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Pembengkakan Kabinet: Uang Banyak untuk Orang Sedikit dan Uang Sedikit untuk Orang Banyak

Pelantikan Kabinet Merah Putih oleh Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka pada Senin (21/10/2024) menjadi sorotan publik karena jumlah kementerian yang melonjak drastis dibandingkan pemerintahan sebelumnya. 

Presiden Prabowo melantik 48 menteri dan 56 wakil menteri, menjadikan total 109 pejabat dalam kabinet, jauh lebih banyak dari kabinet era Jokowi yang hanya terdiri dari 34 menteri. Jumlah ini menciptakan berbagai diskusi, terutama terkait implikasi anggaran yang akan membengkak.

Kenaikan jumlah kementerian secara signifikan tentu tidak bisa dilepaskan dari konsekuensi peningkatan biaya operasional, khususnya belanja pegawai pemerintah pusat. 

Sejumlah pengamat dan ekonom memperkirakan bahwa penambahan menteri dan wakil menteri akan menambah jumlah posisi eselon di pemerintahan, yang pada akhirnya meningkatkan beban anggaran untuk gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya. 

Pertanyaan mendasar yang muncul adalah apakah kabinet yang “gemuk” ini akan memberikan manfaat yang setara dengan biaya yang dikeluarkan atau justru menciptakan beban anggaran yang tidak seimbang.

Salah satu kekhawatiran utama yang mencuat akibat pembengkakan kabinet adalah meningkatnya anggaran belanja pegawai. Pada APBN 2025, belanja pegawai diproyeksikan mencapai Rp 513,2 triliun, atau 19,1 persen dari total belanja pemerintah pusat. 

Sementara itu, belanja barang ditetapkan Rp 342,6 triliun, atau 12,7 persen. Estimasi ini diperkirakan akan melonjak sekitar 20 hingga 30 persen karena penambahan kementerian baru dan posisi eselon yang semakin banyak.

Dalam struktur birokrasi pemerintah, setiap kementerian biasanya dilengkapi dengan staf dan pegawai yang memiliki berbagai tingkatan jabatan. 

Seiring dengan bertambahnya kementerian, jumlah pegawai pun akan bertambah, termasuk kebutuhan akan tunjangan kinerja, tunjangan jabatan, dan berbagai fasilitas lain seperti kendaraan dinas, rumah dinas, serta biaya perjalanan dinas. 

Hal ini memicu kekhawatiran bahwa anggaran yang seharusnya digunakan untuk program-program prioritas masyarakat malah akan terserap oleh belanja pegawai yang bersifat administratif.

Seperti yang disampaikan oleh Misbah Hasan (2024), penambahan jumlah kementerian dan posisi eselon akan menyebabkan peningkatan belanja barang/jasa yang meliputi berbagai kebutuhan operasional kementerian. Ketika anggaran operasional membengkak, potensi inefisiensi dalam alokasi anggaran semakin besar.

Pemborosan anggaran ini bisa mengurangi ruang fiskal yang tersedia untuk mendanai proyek-proyek pembangunan dan pelayanan publik, sehingga berdampak pada berkurangnya alokasi anggaran untuk program-program yang langsung menyentuh masyarakat.

Kabinet Besar dan Risiko Pemborosan

Selain membengkaknya belanja pegawai, kabinet yang besar juga menghadirkan risiko pemborosan dan potensi miskoordinasi yang lebih tinggi. Semakin banyak kementerian yang ada, semakin kompleks pula sistem koordinasi antar kementerian yang harus dibangun. 

Tanpa sistem yang terkoordinasi dengan baik, banyaknya kementerian dapat menyebabkan tumpang tindih kebijakan, proses pengambilan keputusan yang lamban, dan ketidakjelasan dalam pembagian tanggung jawab.

Deni Indrayana (2024) memperingatkan bahwa kabinet yang terlalu besar juga berpotensi meningkatkan risiko korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). 

Dengan bertambahnya posisi-posisi eselon dan struktur birokrasi yang lebih kompleks, ruang untuk penyalahgunaan wewenang dan praktik-praktik koruptif semakin terbuka. Hal ini tentu menjadi ancaman serius terhadap tata kelola pemerintahan yang baik, terutama dalam konteks penggunaan anggaran negara.

Selain itu, perlu diakui bahwa pembesaran kabinet tidak serta-merta menjamin kinerja yang lebih baik. Argumentasi bahwa kabinet yang lebih besar akan lebih fokus dan spesifik dalam menangani berbagai isu nasional perlu dikaji lebih dalam. 

Dengan banyaknya kementerian, justru ada potensi konflik kebijakan antar sektor yang dapat menghambat pelaksanaan program-program pemerintah. Ketika birokrasi menjadi terlalu rumit, efisiensi dan efektivitas dalam pemerintahan bisa menurun.

Salah satu konsekuensi terbesar dari pembengkakan anggaran kabinet adalah "uang banyak untuk orang sedikit" dan "uang sedikit untuk orang banyak". Dengan lain perkataan, uang yang dihabiskan untuk membiayai struktur kabinet yang besar berarti, "uang banyak untuk orang sedikit," sementara "uang sedikit untuk orang banyak", berarti berkurangnya anggaran yang bisa dialokasikan untuk kepentingan masyarakat luas

Dalam situasi di mana belanja pegawai dan barang/jasa menyedot sebagian besar anggaran, ruang untuk belanja modal dan pengeluaran yang berkaitan langsung dengan kebutuhan rakyat, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, semakin terbatas. 

Situasi ini menciptakan dilema anggaran, di mana pemerintah harus memilih antara mempertahankan struktur kabinet yang gemuk dengan segala konsekuensi anggaran yang menyertainya, atau melakukan rasionalisasi agar anggaran publik bisa lebih difokuskan pada pelayanan masyarakat. 

Jika tidak dikelola dengan hati-hati, kondisi ini bisa menimbulkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat, terutama mereka yang merasa bahwa kebutuhan mereka tidak terpenuhi akibat terbatasnya anggaran pemerintah untuk sektor-sektor esensial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun