Saatnya Kita Ramai-Ramai Tanam (Makan) Pangan Lokal
Perubahan iklim global telah membawa dampak signifikan terhadap sektor pertanian di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Nusa Tenggara Timur (NTT), salah satu wilayah yang rawan terhadap perubahan iklim, kini menghadapi ancaman kekeringan ekstrim yang berpengaruh langsung terhadap ketahanan pangan masyarakat.Â
Lahan-lahan pertanian yang bergantung pada pola tanam tradisional, terutama pada tanaman padi, berada pada risiko gagal panen atau penurunan produktivitas secara drastis. Fenomena ini tidak hanya mengancam sumber pangan pokok, tetapi juga perekonomian masyarakat yang sangat bergantung pada hasil pertanian.
Sebagai respons terhadap tantangan ini, program diversifikasi pangan menjadi salah satu solusi yang dapat diimplementasikan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap satu jenis bahan pangan, khususnya beras. Program ini bertujuan untuk menggali dan memaksimalkan potensi pangan lokal yang selama ini kurang terberdayakan.Â
Salah satu bahan pangan lokal yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan di NTT adalah umbi talas, atau yang dikenal secara lokal di wilayah Ende (Timbazia) dengan sebutan lo'i. Umbi talas (lo'i) memiliki kandungan gizi yang cukup baik dan dapat diolah menjadi berbagai produk pangan yang bernilai ekonomi tinggi.
Pangan Lokal sebagai Alternatif Pengganti Beras
Beras telah menjadi simbol pangan utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Namun, kondisi lingkungan dan pola tanam yang bergantung pada padi menjadi rentan terhadap perubahan iklim.Â
Di NTT, lahan pertanian sering kali kekurangan pasokan air akibat perubahan pola hujan, menyebabkan ketergantungan yang berlebihan terhadap beras menjadi tidak berkelanjutan. Dalam konteks ini, pengembangan pangan lokal seperti umbi talas menjadi sangat relevan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suminarti dan Nagano (2015), umbi talas memiliki kandungan karbohidrat sebesar 22,25%, kadar pati sebesar 20,03%, dan kadar gula rendah sebesar 0,87%.Â
Hal ini menjadikan lo'i sebagai sumber pangan sehat yang aman dikonsumsi, terutama bagi individu yang perlu membatasi asupan gula, seperti penderita diabetes.Â
Lebih lanjut, umbi talas memiliki potensi untuk diolah menjadi berbagai produk turunan, seperti tepung talas yang bisa digunakan untuk membuat aneka makanan olahan, mulai dari bubur bayi hingga kue-kue tradisional dan modern.
Potensi Pangan Lokal di Desa Timbazia
Desa Timbazia, yang terletak di Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, merupakan salah satu wilayah yang kaya akan lo'i. Sayangnya, masyarakat di desa ini belum sepenuhnya memanfaatkan potensi pangan lokal ini sebagai bagian dari pola konsumsi harian.Â
Sebagian besar masyarakat Desa Timbazia masih menggunakan lo'i hanya sebagai pakan ternak. Hal ini disebabkan oleh persepsi yang salah bahwa mengonsumsi lo'i dianggap sebagai tanda kemiskinan dan kelaparan.Â
Padahal, lo'i memiliki keunggulan yang dapat menjadikannya alternatif pangan yang lebih murah, lebih sehat, dan lebih berkelanjutan dibandingkan dengan beras.
Untuk memaksimalkan potensi lo'i, perubahan pola pikir dan pendekatan baru dalam pengelolaan pangan lokal perlu dilakukan. Sosialisasi dan edukasi mengenai manfaat lo'i sebagai sumber pangan sehat dan bernilai ekonomi tinggi harus menjadi bagian dari upaya diversifikasi pangan di desa-desa seperti Timbazia.Â
Selain itu, pengembangan teknologi pengolahan pangan lokal menjadi sangat penting untuk mendukung inovasi produk berbasis lo'i yang memiliki daya tarik di pasar.
Program Pelatihan dan Pemberdayaan Masyarakat
Salah satu inisiatif yang sudah dilakukan dalam rangka mempromosikan pangan lokal adalah melalui program Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) yang dilakukan oleh STPM Santa Ursula, bekerja sama dengan Kelompok Tani Utu Ana di Desa Timbazia.Â
Program ini berfokus pada pelatihan pengolahan lo'i menjadi berbagai produk pangan olahan bernilai jual tinggi. Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya pemberdayaan masyarakat berbasis potensi lokal yang didanai oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2024.
Melalui program ini, masyarakat Desa Timbazia diajarkan berbagai teknik pengolahan lo'i, seperti pembuatan keripik, stik, dan tepung lo'i. Selain itu, peserta pelatihan juga mendapatkan pengetahuan mengenai strategi pengemasan dan pemasaran produk agar dapat bersaing di pasar.Â
Program ini tidak hanya berupaya meningkatkan keterampilan masyarakat, tetapi juga berusaha mengubah persepsi mereka terhadap pangan lokal. Dengan pengelolaan yang tepat, lo'i dapat menjadi sumber pendapatan yang membantu meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.
Mengatasi Persepsi Negatif terhadap Pangan Lokal
Salah satu tantangan terbesar dalam mempromosikan pangan lokal seperti lo'i adalah mengubah persepsi masyarakat. Di banyak wilayah pedesaan, termasuk di NTT, mengonsumsi pangan lokal sering kali dikaitkan dengan kemiskinan.Â
Hal ini terjadi karena beras telah dianggap sebagai simbol kemakmuran dan kemajuan. Namun, dengan semakin seringnya terjadi gagal panen akibat kekeringan, masyarakat perlu mulai mempertimbangkan kembali nilai pangan lokal sebagai bagian dari solusi ketahanan pangan.
Program-program pelatihan yang mengedukasi masyarakat mengenai manfaat pangan lokal, serta potensi ekonomi yang bisa dihasilkan dari pengolahan lo'i, menjadi langkah penting dalam mengatasi persepsi negatif ini.Â
Jika masyarakat mulai melihat lo'i sebagai sumber pangan bergizi dan bernilai ekonomi tinggi, pola konsumsi dan cara pandang mereka terhadap pangan lokal dapat berubah.
Tanam dan Makan Pangan Lokal: Mendukung Ketahanan Pangan Berkelanjutan
Pengembangan pangan lokal seperti umbi talas tidak hanya memberikan solusi untuk masalah ketahanan pangan, tetapi juga mendukung keberlanjutan lingkungan.Â
Tanaman lo'i dapat tumbuh dengan baik di berbagai kondisi tanah dan iklim, serta memerlukan lebih sedikit air dibandingkan dengan tanaman padi. Ini menjadikannya pilihan ideal dalam menghadapi tantangan perubahan iklim yang semakin tidak menentu.
Diversifikasi pangan melalui pengembangan lo'i juga membantu mengurangi tekanan terhadap lahan pertanian yang selama ini terlalu bergantung pada tanaman padi.Â
Dengan memanfaatkan potensi pangan lokal, masyarakat dapat mengurangi ketergantungan terhadap beras impor dan meningkatkan kemandirian pangan daerah.
Kondisi perubahan iklim yang terus mengancam sektor pertanian di NTT memaksa kita untuk berpikir lebih jauh mengenai ketahanan pangan. Diversifikasi pangan melalui pengembangan lo'i sebagai pangan lokal alternatif dapat menjadi solusi yang efektif.Â
Program-program pemberdayaan masyarakat, seperti yang dilakukan oleh STPM Santa Ursula dan Kelompok Tani Utu Ana di Desa Timbazia, menunjukkan bahwa dengan pendidikan dan pelatihan yang tepat, masyarakat dapat mengoptimalkan potensi lokal mereka untuk menciptakan ketahanan pangan yang lebih kuat dan berkelanjutan. Sudah saatnya kita ramai-ramai menanam dan mengonsumsi pangan lokal untuk masa depan yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H