Mohon tunggu...
Hen Ajo Leda
Hen Ajo Leda Mohon Tunggu... Buruh - pengajar dan pegiat literasi, sekaligus seorang buruh tani separuh hati

menulis dan bercerita tentang segala hal, yang ringan-ringan saja

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memahami Paradigma Pendidikan, Antara Legitimasi Status Quo dan Alat Transformasi Sosial

6 Oktober 2024   23:50 Diperbarui: 7 Oktober 2024   03:06 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Kompas.id (Kompas/Wawan H Prabowo/17 November 2021)

Memahami Paradigma Pendidikan: Antara "Legitimasi Status Quo dan Alat Transformasi Sosial"

Pendidikan, baik formal maupun nonformal, memiliki peran ganda dalam kehidupan sosial. Di satu sisi, pendidikan berfungsi sebagai alat legitimasi dan pelanggengan sistem dan struktur sosial yang ada. Melalui kurikulum, nilai-nilai, dan norma yang diajarkan, pendidikan secara tidak langsung menanamkan pola pikir yang mendukung status quo. 

Lembaga pendidikan sering kali mencerminkan hirarki sosial yang ada, sehingga membantu mempertahankan kekuasaan kelompok dominan dalam masyarakat. Hal ini terjadi ketika pendidikan hanya fokus pada reproduksi sosial tanpa memberikan ruang kritis terhadap ketidakadilan.

Di sisi lain, pendidikan juga memiliki potensi sebagai alat perubahan sosial. Ketika pendidikan didasarkan pada paradigma kritis yang menekankan kesetaraan, keadilan, dan pemberdayaan, pendidikan dapat menjadi jalan untuk merombak sistem dan struktur sosial yang tidak adil. 

Pendekatan ini memungkinkan individu dan kelompok untuk menyadari ketidakadilan yang ada, dan kemudian berusaha melakukan perubahan. Pendidikan yang mengedepankan partisipasi, refleksi, dan dialog kritis dapat mendorong masyarakat menuju kehidupan yang lebih inklusif dan adil.

Dengan demikian, peran pendidikan terhadap sistem dan struktur sosial sangat bergantung pada pendekatan dan paradigma yang mendasarinya: apakah mendukung pelestarian atau perubahan sosial. Artinya, paradigma pendidikan memainkan peran penting dalam menentukan bagaimana pendidikan dilaksanakan, apakah sebagai alat untuk mempertahankan status quo atau sebagai sarana untuk mendorong perubahan sosial. 

Paradigma Pendidikan: Sebuah Kerangka Dasar

Mansour Fakih  et all (2010) dalam buku berjudul Pendidikan Popular: Membangun Kesadaran Kritis, menguaraikan bahwa secara umum, paradigma pendidikan dapat dibagi menjadi tiga aliran utama: konservatif, liberal, dan kritis. Masing-masing paradigma ini menawarkan pandangan yang berbeda tentang tujuan pendidikan, peran guru, dan hubungan antara pendidikan dan perubahan sosial. 

1. Paradigma Konservatif: Melanggengkan Status Quo

Paradigma konservatif dalam pendidikan cenderung berfokus pada melestarikan nilai-nilai tradisional dan mempertahankan tatanan sosial yang ada. Dalam pandangan ini, masyarakat dianggap sudah berada dalam keadaan yang seharusnya, dan perubahan sosial dipandang sebagai sesuatu yang tidak perlu atau bahkan berbahaya. 

Para pendukung paradigma konservatif percaya bahwa ketidaksejajaran dalam masyarakat adalah konsekuensi alami dari sejarah atau takdir Tuhan. Oleh karena itu, peran pendidikan adalah menjaga kestabilan sosial dan memastikan bahwa peserta didik dapat beradaptasi dengan sistem yang ada tanpa melakukan modifikasi secara mendasar.

Paradigma konservatif memandang pembelajaran sebagai proses yang hierarkis dan satu arah, di mana guru atau fasilitator memiliki otoritas penuh atas pengetahuan yang disampaikan. Peserta didik dianggap sebagai penerima pasif yang tugas utamanya adalah menyerap informasi yang diberikan tanpa pertanyaan kritis. Paradigma ini lebih fokus pada pengulangan dan internalisasi nilai-nilai yang ada daripada mendorong partisipasi aktif atau pemikiran kritis.

Dengan demikian, pendekatan ini menghalangi inovasi dan kreativitas dalam proses pembelajaran. Dengan mengabaikan keterlibatan aktif peserta didik, paradigma konservatif yang berisiko membuat proses pendidikan menjadi kaku dan tidak relevan bagi mereka yang hidup dalam konteks sosial yang dinamis. 

Dalam situasi di mana perubahan sosial diperlukan untuk mengatasi ketidakadilan, paradigma konservatif sering kali gagal untuk memberikan ruang bagi peserta didik untuk mengembangkan pemahaman kritis tentang kondisi sosial mereka.

2. Paradigma Liberal: Reformasi Kosmetik dalam Pendidikan

Di sisi lain, paradigma reformasi dalam pendidikan menekankan pentingnya memperbaiki kualitas pendidikan, tetapi tanpa hubungannya secara langsung dengan struktur sosial yang lebih luas. 

Bagi kaum liberal, pendidikan tidak memiliki hubungan langsung dengan politik atau ekonomi, meskipun mereka mengakui adanya masalah dalam masyarakat yang perlu diatasi melalui pendidikan. Reformasi yang diusulkan oleh paradigma liberal sering kali fokus pada aspek teknis, seperti peningkatan fasilitas pendidikan, modernisasi metode pengajaran, dan pengurangan rasio siswa-guru.

Fasilitas dalam konteks paradigma liberal bertujuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih efisien dan inklusif. Teknik-teknik seperti pembelajaran dinamis kelompok, pembelajaran partisipatif, dan pembelajaran berbasis pengalaman sering digunakan untuk melibatkan peserta didik secara lebih aktif dalam proses pembelajaran. 

Namun, meskipun pendekatan ini dapat meningkatkan partisipasi dan interaksi, 

Pendekatan liberal yang fokus pada reformasi kosmetik dapat menghasilkan perbaikan sementara dalam pendidikan bersama, tetapi gagal menangani akar permasalahan yang lebih dalam, dan sering kali bersembunyi dari masalah-masalah struktural yang lebih mendasar, seperti ketidakadilan kelas sosial atau diskriminasi gender.

3. Paradigma Kritis: Pendidikan sebagai Alat Transformasi Sosial

Berbeda dengan paradigma konservatif dan liberal, paradigma kritis memandang pendidikan sebagai alat untuk menciptakan perubahan sosial yang mendasar. Bagi para pendukung paradigma ini, pendidikan tidak bisa dipisahkan dari konteks sosial, politik, dan ekonomi di mana ia berlangsung. 

Pendidikan kritis bertujuan untuk membangun kesadaran kritis peserta didik terhadap ketidakadilan dalam sistem sosial yang ada, serta memberdayakan mereka untuk menjadi agen perubahan.

Paradigma kritis berperan sebagai alat untuk mendorong analisis mendalam dan refleksi kritis tentang kondisi sosial. Guru atau fasilitator berfungsi bukan hanya sebagai penyampai pengetahuan, tetapi sebagai pemandu yang membantu peserta didik mengidentifikasi ketidakadilan dalam masyarakat dan menyusun strategi untuk mengatasinya. 

Peserta diajak diajak untuk mengekstraksi struktur sosial yang ada, menganalisis bagaimana sistem tersebut membentuk pengalaman mereka, dan mencari cara untuk mengubahnya.

Pendekatan ini mendorong peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran, tidak hanya sebagai penerima pengetahuan, tetapi sebagai aktor yang berperan dalam menciptakan perubahan sosial. 

Pendidikan dan pembelajaran menjadi proses yang kolaboratif dan dialogis, dalam konsep Paulo Freire (2001) sebagai pembelajaran yang membebaskan dan memanusiakan manusia. Semua peserta didik memiliki suara dan kesempatan untuk berbagi pandangan mereka, dan bertindak berdasarkan kesadaran sosial yang mereka miliki.

Dengan demikian, dalam konteks pendidikan modern saat ini, penting bagi guru atau fasilitator untuk memahami setiap paradigma ini dan mengembangkan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan masyarakat yang lebih luas. 

Dengan demikian, pendidikan dapat menjadi alat yang efektif, selain untuk meningkatkan hasil belajar, pendidikan sebagai senjata untuk mendorong perubahan sosial yang lebih adil dan inklusif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun