Paradigma kritis berperan sebagai alat untuk mendorong analisis mendalam dan refleksi kritis tentang kondisi sosial. Guru atau fasilitator berfungsi bukan hanya sebagai penyampai pengetahuan, tetapi sebagai pemandu yang membantu peserta didik mengidentifikasi ketidakadilan dalam masyarakat dan menyusun strategi untuk mengatasinya.Â
Peserta diajak diajak untuk mengekstraksi struktur sosial yang ada, menganalisis bagaimana sistem tersebut membentuk pengalaman mereka, dan mencari cara untuk mengubahnya.
Pendekatan ini mendorong peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran, tidak hanya sebagai penerima pengetahuan, tetapi sebagai aktor yang berperan dalam menciptakan perubahan sosial.Â
Pendidikan dan pembelajaran menjadi proses yang kolaboratif dan dialogis, dalam konsep Paulo Freire (2001) sebagai pembelajaran yang membebaskan dan memanusiakan manusia. Semua peserta didik memiliki suara dan kesempatan untuk berbagi pandangan mereka, dan bertindak berdasarkan kesadaran sosial yang mereka miliki.
Dengan demikian, dalam konteks pendidikan modern saat ini, penting bagi guru atau fasilitator untuk memahami setiap paradigma ini dan mengembangkan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan masyarakat yang lebih luas.Â
Dengan demikian, pendidikan dapat menjadi alat yang efektif, selain untuk meningkatkan hasil belajar, pendidikan sebagai senjata untuk mendorong perubahan sosial yang lebih adil dan inklusif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H