Mohon tunggu...
Hen Ajo Leda
Hen Ajo Leda Mohon Tunggu... Buruh - pengajar dan pegiat literasi, sekaligus seorang buruh tani separuh hati

menulis dan bercerita tentang segala hal, yang ringan-ringan saja

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kabinet Zaken, Kekuasaan Teknokrasi dan Ujian Bagi Kaum Cerdik Pandai

27 September 2024   22:09 Diperbarui: 27 September 2024   22:10 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, Sumber gambar: KOMPAS/HERYUNANTO

Kabinet Zaken, Kekuasaan Teknokrasi dan Ujian Bagi Kaum Cerdik Pandai

Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih untuk periode 2024-20229 berencana untuk membentuk zaken kabinet yang diisi oleh para profesional dan teknokrat di luar struktur partai.

Kabinet Zaken sebagai suatu kabinet yang jajaran menterinya berasal dari kalangan ahli dan bukan representasi dari suatu partai politik tertentu, dikenal dengan istilah Teknokrasi.

Kata teknokrasi bersumber dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata tchne yang berarti keterampilan dan krtos yang berarti kekuasaan atau pemerintahan.

Merangkum dari berbagai sumber, teknokrasi mengacu pada sistem pemerintahan yang mana para ilmuwan dan pakar teknis memegang jabatan politik serta membuat keputusan untuk kepentingan publik. Para teknokrat memanfaatkan pengetahuan dan keahlian mereka untuk mengatasi masalah publik (kumparan.com, 2023).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, teknokrasi merupakan bentuk pemerintahan ketika para pakar teknis menguasai pengambilan keputusan dalam bidangnya masing-masing. Orang-orang yang punya pengetahuan, keahlian atau kemampuan (cerdik pandai), akan membentuk badan pemerintahan.

Di Indonesia, sejarah pembentukan Zaken Kabinet sejak Masa Awal Kemerdekaan Sampai Masa Reformasi, misalnya Kabinet Natsir (1950-1951). Zaken kabinet pertama kali diterapkan dalam Kabinet Natsir. Mohammad Natsir dari Partai Masyumi selaku perdana menteri memasukkan orang-orang ahli dari non-partai ke dalam pemerintahan. 

Mereka antara lain Sri Sultan Hamengkubuwono IX selaku Wakil Perdana Menteri, dan Ir Djuanda selaku Menteri Perhubungan. Selain itu, ada juga beberapa ahli yang berlatar belakang partai, seperti ahli ekonomi dan keuangan terkemuka pada waktu itu yakni Sjafruddin Prawiranegara selaku Menteri Keuangan dan Soemitro Djojohadikusumo selaku Menteri Perdagangan dan Perindustrian (https://www.detik.com, 2024).  

Selain itu, Kabinet Wilopo (1952-1953). Zaken kabinet juga dibentuk pada masa Kabinet Wilopo yang bertugas antara 3 April 1952 hingga 30 Juli 1953. Dalam kabinetnya, Wilopo yang berlatar belakang PNI memasukkan kalangan ahli dan profesional, seperti Djuanda selaku Menteri Perhubungan dan Bahder Djohan yang juga nonpartai selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (https://www.detik.com, 2024).  

Selanjutnya Kabinet Djuanda (1957-1959). Setelah Kabinet Wilopo, pemerintahan sempat berganti beberapa kabinet, yaitu Kabinet Ali Sastroamijoyo I (PNI), Kabinet Burhanuddin Harahap (Masyumi), dan Kabinet Ali Sastroamijoyo II (PNI). Kegagalan Kabinet Ali dilanjutkan pembentukan formatur kabinet oleh Soewirjo, tetapi juga gagal. Presiden Sukarno lalu menunjuk dirinya sendiri sebagai formatur dan menunjuk Ir Djuanda Kartawidjaja sebagai Perdana Menteri setelah sempat menjadi menteri di beberapa periode sebelumnya (https://www.detik.com, 2024).  

Kabinet Djuanda disebut sebagai Zaken Kabinet karena anggotanya adalah para ahli dan golongan intelektual yang diharuskan berasal dari luar partai. Hal ini disebabkan oleh kegagalan kabinet-kabinet sebelumnya yang sarat kepentingan partai politik (https://www.detik.com, 2024).  

Pada masa reformasi, puncak teknokrasi di Indonesia terjadi pada masa B.J. Habibie dan dilanjutkan oleh pemerintahan SBY dan Jokowi. Institusi seperti Bappenas dan Kantor Staf Presiden menjadi wadah bagi para teknokrat.

Peran Teknis Ilmuwan dalam Pemerintahan

Rencana Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih untuk membentuk zaken kabinet dalam pemerintahan periode 2024-20229 merupakan hak prerogatif presiden yang diatur dalam konstitusi. Hak prerogatif ini menjadi keistiwewaan bagi presiden dalam menentukan komposisi kabinet, memilih siapa yang akan menduduki jabatan menteri untuk memperkuat pemerintahannya, agar visi-misinya dapat tercapai.

Gagasan Zaken kabinet yang akan dibentuk sekilas terlihat sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam pemerintahan. Artinya, Zaken kabinet yang terdiri dari para ahli atau teknokrat yang dianggap memiliki kompetensi di bidangnya.

Peran para ahli atau ilmuwan (cerdik pandai) dalam pemerintahan, dapat membawa keahlian khusus dalam membantu merumuskan kebijakan publik yang lebih rasional, berbasis data dan riset ilmiah, memastikan bahwa keputusan-keputusan pemerintah didasarkan pada bukti empiris dan metodologi yang benar.

Atas dasar itulah, Kabinet zaken memungkinkan penanganan masalah dengan pendekatan yang lebih fokus dan terorganisir. Sehingga kerja pemerintahan lebih fokus pada masalah khusus dan memungkinkan pengelolaan masalah spesifik secara lebih terfokus, dan adanya pembagian tanggung jawab yang jelas (https://www.antaranews.com, 2024).

Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan kebijakan publik, dengan mengedepankan pendekatan berbasis keahlian dan profesionalisme.

Para menteri yang dipilih berdasarkan kompetensi diharapkan mampu menghadirkan solusi yang lebih teknis dan terukur dalam menghadapi berbagai tantangan bangsa, seperti pembangunan ekonomi, peningkatan infrastruktur, serta penguatan sektor-sektor strategis lainnya.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan zaken kabinet, Prabowo tampaknya ingin menegaskan pentingnya kepemerintahan yang berorientasi pada hasil, di mana profesionalisme dan keahlian lebih diutamakan dibandingkan dengan konsesi politik.

Meski demikian, keputusan ini juga dapat menimbulkan dinamika politik, terutama terkait dengan distribusi kekuasaan di antara partai-partai pendukung. Sistem politik Indonesia yang berbasis koalisi sering kali mengharuskan presiden untuk menyeimbangkan kepentingan berbagai pihak.

Kekuasaan Teknokrasi dan Ujian Bagi Kaum Cerdik Pandai

Fajri Siregar dalam artikelnya berjudul Teknokrasi: Ironi Ilmuwan dalam Jerat Kekuasaan (tirto.id, 2024) menjelaskan bahwa, dalam dekade terakhir, peran ilmuwan sebagai penasihat dan birokrat pemerintahan semakin menonjol. Fenomena perpindahan individu dari dunia akademik ke pemerintahan dan sebaliknya, yang disebut revolving door, menjadi hal yang umum.

Meskipun Revolving Door sebagai Fenomena yang normal, tetapi disertai kekhawatiran tentang independensi akademisi saat mereka terjun ke dalam sistem kekuasaan.

Menurut Fajri Siregar (tirto.id, 2024), masalah utama yang muncul adalah akademisi yang dulunya kritis ketika berada di luar sistem, justru bungkam ketika menjadi bagian dari pemerintah. Kekuasaan politik seringkali membungkam sikap kritis mereka, dan kemudian tidak bersuara dan bertidak jika  kebijakan yang dilahirkan mengerosi kepentingan publik.

Jamak terjadi, bahwa akademisi yang dekat dengan kekuasaan cenderung kehilangan daya kritis, di mana relasi patronase mempersempit ruang bagi kebebasan berpikir. Hal ini kemudian membuat kekosongan intelektual publik kritis, karena lebih mudah melahirkan teknokrat daripada melahirkan kaum intelektual kritis yang independen.

Kekhawatiran fenomena Revolving Door, setidaknya menegaskan pandangan Daniel Dakidae dalam bukunya Cendikiawan Dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru (2023), bahwa bahwa relasi akademisi/ilmuwan dan kekuasaan telah memberikan dampak besar kepada para ilmuwan, juga kepada upaya yang dalam konsep Foucault disebut sebagai "Govenmentality" atau "pendispilinan" ilmuwan dan penelitian. Sehingga lembaga-lembaga cendikiawan kehilangan otonomi karena dikorbankan untuk suatu kepentingan (Dakidae, 2003).

Jika demikian maka aktus akademisi/ilmuwan (cerdik pandai) dalam sebuah sistem kekuasaan teknokrasi tidak memberikan banyak pembelajaran atau dialektika kritis tentang pemerintahan dan kebijakan bagi masyarakat, terutama apabila minimnya refleksi dari para akademisi yang terlibat dalam pemerintahan.

Akademisi, cendikiawan atau intelektual (cerdik pandai) dalam formulasi Julien Benda (1997) sebagai "putra putrinya sang waktu", karena kehidupan akademisi, cendikiawan atau intelektual (cerdik pandai) adalah pencarian akan kebenaran, bukan memberi pembenaran secara akademis bagi kekuasaan yang merusak kepentingan publik.

Pada titik inilah sebenarnya adalah ujian bagi kaum intelektual, bagaimana menjaga kewarasan dan karakteristik intelektualnya yang kritis, bukan saja pada kesiapan dan kemampuannya dalam membebek atau berjarak pada kekuaasaan, tetapi memberi andil dalam proses-proses demokrasi yang berkeadilan dan berkualitas.

Daftar Pustaka:  

Dhakidae, D. (2003). Cendikiawan dan kekuasaan dalam negara Orde Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum.

Benda, J. (1997). Pengkhianatan kaum cendekiawan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Antara News. (2023, September 25). Jokowi dukung wacana pembentukan kabinet zaken Prabowo. Antara News. https://www.antaranews.com/berita/4349091/jokowi-dukung-wacana-pembentukan-kabinet-zaken-prabowo

Detik.com. (2024, September 26). Zaken kabinet adalah: Simak contoh dan sejarahnya di RI. Detik. https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-7554404/zaken-kabinet-adalah-simak-contoh-dan-sejarahnya-di-ri

Muhammad, R. (2023, Oktober 10). Meneropong Indonesia dalam bingkai teknokrasi. Kumparan. https://kumparan.com/raihan-muhammad/meneropong-indonesia-dalam-bingkai-teknokrasi-20b0GhklMSw

Tirto.id. (2023, Oktober 1). Teknokrasi: Ironi ilmuwan dalam jerat kekuasaan. Tirto. https://tirto.id/teknokrasi-ironi-ilmuwan-dalam-jerat-kekuasaan-g1F4

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun