Mohon tunggu...
Hen Ajo Leda
Hen Ajo Leda Mohon Tunggu... Buruh - pengajar dan pegiat literasi, sekaligus seorang buruh tani separuh hati

menulis dan bercerita tentang segala hal, yang ringan-ringan saja

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kabinet Zaken, Kekuasaan Teknokrasi dan Ujian Bagi Kaum Cerdik Pandai

27 September 2024   22:09 Diperbarui: 27 September 2024   22:10 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Fajri Siregar (tirto.id, 2024), masalah utama yang muncul adalah akademisi yang dulunya kritis ketika berada di luar sistem, justru bungkam ketika menjadi bagian dari pemerintah. Kekuasaan politik seringkali membungkam sikap kritis mereka, dan kemudian tidak bersuara dan bertidak jika  kebijakan yang dilahirkan mengerosi kepentingan publik.

Jamak terjadi, bahwa akademisi yang dekat dengan kekuasaan cenderung kehilangan daya kritis, di mana relasi patronase mempersempit ruang bagi kebebasan berpikir. Hal ini kemudian membuat kekosongan intelektual publik kritis, karena lebih mudah melahirkan teknokrat daripada melahirkan kaum intelektual kritis yang independen.

Kekhawatiran fenomena Revolving Door, setidaknya menegaskan pandangan Daniel Dakidae dalam bukunya Cendikiawan Dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru (2023), bahwa bahwa relasi akademisi/ilmuwan dan kekuasaan telah memberikan dampak besar kepada para ilmuwan, juga kepada upaya yang dalam konsep Foucault disebut sebagai "Govenmentality" atau "pendispilinan" ilmuwan dan penelitian. Sehingga lembaga-lembaga cendikiawan kehilangan otonomi karena dikorbankan untuk suatu kepentingan (Dakidae, 2003).

Jika demikian maka aktus akademisi/ilmuwan (cerdik pandai) dalam sebuah sistem kekuasaan teknokrasi tidak memberikan banyak pembelajaran atau dialektika kritis tentang pemerintahan dan kebijakan bagi masyarakat, terutama apabila minimnya refleksi dari para akademisi yang terlibat dalam pemerintahan.

Akademisi, cendikiawan atau intelektual (cerdik pandai) dalam formulasi Julien Benda (1997) sebagai "putra putrinya sang waktu", karena kehidupan akademisi, cendikiawan atau intelektual (cerdik pandai) adalah pencarian akan kebenaran, bukan memberi pembenaran secara akademis bagi kekuasaan yang merusak kepentingan publik.

Pada titik inilah sebenarnya adalah ujian bagi kaum intelektual, bagaimana menjaga kewarasan dan karakteristik intelektualnya yang kritis, bukan saja pada kesiapan dan kemampuannya dalam membebek atau berjarak pada kekuaasaan, tetapi memberi andil dalam proses-proses demokrasi yang berkeadilan dan berkualitas.

Daftar Pustaka:  

Dhakidae, D. (2003). Cendikiawan dan kekuasaan dalam negara Orde Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum.

Benda, J. (1997). Pengkhianatan kaum cendekiawan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Antara News. (2023, September 25). Jokowi dukung wacana pembentukan kabinet zaken Prabowo. Antara News. https://www.antaranews.com/berita/4349091/jokowi-dukung-wacana-pembentukan-kabinet-zaken-prabowo

Detik.com. (2024, September 26). Zaken kabinet adalah: Simak contoh dan sejarahnya di RI. Detik. https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-7554404/zaken-kabinet-adalah-simak-contoh-dan-sejarahnya-di-ri

Muhammad, R. (2023, Oktober 10). Meneropong Indonesia dalam bingkai teknokrasi. Kumparan. https://kumparan.com/raihan-muhammad/meneropong-indonesia-dalam-bingkai-teknokrasi-20b0GhklMSw

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun