Mohon tunggu...
Hen Ajo Leda
Hen Ajo Leda Mohon Tunggu... Buruh - pengajar dan pegiat literasi, sekaligus seorang buruh tani separuh hati

menulis dan bercerita tentang segala hal, yang ringan-ringan saja

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Undang-undang Pelayanan Publik: Alat Masyarakat dalam Menuntut Kewajiban Negara

27 Agustus 2024   21:00 Diperbarui: 27 Agustus 2024   21:00 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, Sumber Gambar: KOMPAS/RIZA FATHONI

Undang-Undang Pelayanan Publik: Alat Masyarakat dalam Menuntut Kewajiban Negara 

Layanan publik di Indonesia telah lama menjadi subjek kritik tajam, sering kali ditandai dengan maraknya korupsi dan birokrasi yang lamban. 

Idealisasinya bahwa pelayanan publik yang ideal seharusnya menjadi wujud nyata dari komitmen negara dalam melayani warganya dengan adil dan transparan. Namun, praktik yang terjadi sering kali menunjukkan sebaliknya.

Dalam banyak kasus, masyarakat justru dipaksa menghadapi pelayanan yang buruk, berbelit-belit, dan bahkan diskriminatif. Korupsi yang mengakar di berbagai lini birokrasi menambah kompleksitas masalah, membuat pelayanan publik menjadi ajang perburuan rente yang merugikan masyarakat luas.

Fenomena ini mencerminkan ketidakmampuan negara dalam memberikan layanan yang berkualitas kepada warganya, dan juga menciptakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi publik. 

Sungguh cukup mengejutkan, sebagaimana dikutip dari laman https://ombudsman.go.id, ditemukan beberapa keluhan utama terkait pelayanan publik. Keluhan paling banyak adalah persyaratan yang berbelit (11,4%), diikuti oleh pelayanan yang lambat (11,3%) dan kurang transparan (9,7%). 

Selain itu, birokrasi yang rumit (9,3%), fasilitas yang tidak memadai (8,6%), biaya yang mahal (8,4%), serta pelayanan yang tidak sesuai (6,2%) juga menjadi perhatian. 

Masalah lain yang disebutkan meliputi pungutan liar (4,8%), ketidakjelasan prosedur (3,8%), respons terhadap pengaduan yang lambat (3,6%), rendahnya kompetensi sumber daya manusia (3%), dan sikap pelayanan yang kurang ramah (2,7%). Sekitar 5,1% responden menyebutkan masalah lain, sementara 12,3% tidak tahu atau tidak memberikan jawaban (https://ombudsman.go.id, 2023).

Data yang diungkapkan Ombudsman RI tersebut menunjukkan bahwa masalah-masalah mendasar seperti birokrasi yang berbelit dan fasilitas yang tidak memadai masih menjadi hambatan utama bagi masyarakat dalam mengakses layanan publik yang efisien dan berkualitas, yang mencerminkan kegagalan sistemik dalam reformasi birokrasi dan pelayanan publik yang seharusnya mengutamakan kemudahan dan kecepatan bagi warga negara.

Selain itu, fakta bahwa isu seperti pungutan liar dan rendahnya kompetensi sumber daya manusia masih muncul dalam survei ini menunjukkan adanya masalah integritas dan profesionalisme di kalangan aparatur negara. Kurangnya respons terhadap pengaduan dan sikap pelayanan yang tidak ramah juga mencerminkan budaya kerja yang kurang berorientasi pada pelayanan masyarakat.

Sejumlah pemasalahan dalam layanan publik mengindikasikan perlunya reformasi mendalam dalam berbagai aspek pelayanan publik. Langkah-langkah seperti penyederhanaan birokrasi, peningkatan kompetensi aparatur, dan pengawasan yang lebih ketat terhadap integritas pegawai negeri sipil sangat diperlukan untuk mewujudkan pelayanan publik yang lebih responsif, transparan, dan adil bagi seluruh masyarakat.

Relevansi UU Pelayanan Publik dan Peran Masyarakat

Kehadiran Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang dirancang sebagai upaya perbaikan dalam tata kelola pelayanan publik yang cenderung korup dan tidak efisien. Sebagai respons terhadap sejumlah pemasalahan dalam layanan publik, serangkaian standar yang harus dipatuhi oleh penyelenggara layanan diatur sebagai tujuan utama perbaikan kualitas layanan publik dalam Undang-Undang ini.

Selain itu, undang-undang ini juga memberikan hak kepada masyarakat untuk ikut mengawasi dan menilai kinerja pelayanan publik, sebuah langkah penting untuk memastikan bahwa pemerintah benar-benar bertanggung jawab atas layanan yang diberikan.

Undang-undang mengatur bagaimana pelayanan publik harus diselenggarakan, selain itu memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat aktif dalam pengawasan dan penegakan standar pelayanan. 

Salam pasal 35 ayat 3 UU Pelayanan Publik secara eksplisit menyebutkan bahwa masyarakat memiliki hak untuk ikut serta dalam mengawasi kinerja pelayanan publik. 

Pengawasan ini dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu menyampaikan laporan atau pengaduan, terlibat dalam penyusunan standar pelayanan, hingga membentuk lembaga pengawasan pelayanan publik. Adanya ketentuan ini menunjukkan pengakuan negara akan pentingnya peran aktif masyarakat dalam memastikan kualitas layanan publik.

Pertama, masyarakat dapat menyampaikan laporan atau pengaduan jika menemukan adanya penyimpangan atau ketidakpatuhan terhadap standar pelayanan yang telah ditetapkan. 

Penyampaian laporan ini bisa menjadi sarana untuk menindak lanjuti pelanggaran yang terjadi, dengan harapan bahwa laporan tersebut akan diproses secara transparan dan akuntabel oleh otoritas yang berwenang. 

Dengan demikian, masyarakat tidak hanya menjadi penerima layanan, tetapi juga menjadi pengawas yang aktif terhadap pelaksanaan layanan publik.

Kedua, masyarakat juga diberi kesempatan untuk terlibat dalam penyusunan standar pelayanan. Hal ini penting karena standar pelayanan yang baik harus mencerminkan kebutuhan dan harapan masyarakat. 

Dalam proses penyusunan ini, masyarakat dapat memberikan masukan dan saran yang kemudian dijadikan sebagai acuan dalam merumuskan standar pelayanan yang lebih efektif dan responsif.

Ketiga, keterlibatan masyarakat juga dapat diperluas pada tahap evaluasi terhadap kebijakan pelayanan publik. Dengan adanya evaluasi yang partisipatif, kebijakan yang telah diterapkan dapat ditinjau kembali untuk melihat sejauh mana efektivitasnya dalam memberikan layanan yang berkualitas kepada masyarakat. 

Evaluasi ini juga menjadi kesempatan untuk memperbaiki kebijakan yang kurang efektif, sehingga pelayanan publik dapat terus ditingkatkan.

Keempat, masyarakat memiliki hak untuk membentuk lembaga pengawasan pelayanan publik. Lembaga ini dapat berfungsi sebagai wadah yang menampung aspirasi masyarakat serta melakukan pengawasan terhadap kinerja pelayanan publik secara lebih terstruktur dan sistematis. 

Melalui lembaga ini, masyarakat dapat mengumpulkan data, melakukan analisis, dan memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk perbaikan pelayanan publik. 

Keberadaan lembaga pengawasan ini diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas penyelenggara layanan publik serta menjadi motor penggerak reformasi birokrasi yang lebih efektif.

Kesimpulan: Tantangan dan Harapan

Meskipun UU Pelayanan Publik memberikan ruang yang luas bagi masyarakat untuk terlibat dalam pengawasan pelayanan publik, tantangan dalam implementasinya tidaklah sedikit. 

Salah satu tantangan utama adalah rendahnya kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak-hak yang diberikan oleh undang-undang ini. 

Banyak masyarakat yang masih apatis atau bahkan tidak mengetahui adanya mekanisme pengawasan yang dapat mereka manfaatkan. Selain itu, birokrasi yang masih belum sepenuhnya transparan dan akuntabel juga menjadi penghalang dalam menindaklanjuti laporan atau pengaduan dari masyarakat (https://ombudsman.go.id, 2023).

Namun, dengan terus mendorong sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai hak dan kewajiban mereka dalam pengawasan pelayanan publik, tantangan tersebut dapat diatasi. Pemerintah dan lembaga terkait perlu meningkatkan upaya untuk melibatkan masyarakat secara lebih aktif dan memberikan dukungan yang diperlukan agar pengawasan ini berjalan efektif.

Dengan demikian, UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik seharusnya menjadi senjata ampuh bagi masyarakat untuk menuntut pelayanan yang lebih baik dari pemerintah. 

Keterlibatan aktif masyarakat dalam pengawasan dapat memastikan bahwa negara benar-benar bertanggung jawab atas layanan yang diberikan, sekaligus mendorong reformasi birokrasi yang lebih baik di masa depan. Implementasi yang efektif dari undang-undang ini akan menjadi langkah besar menuju pelayanan publik yang lebih transparan, akuntabel, dan berkualitas di Indonesia.

Sumber: 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun