Mohon tunggu...
Hen Ajo Leda
Hen Ajo Leda Mohon Tunggu... Buruh - pengajar dan pegiat literasi, sekaligus seorang buruh tani separuh hati

menulis dan bercerita tentang segala hal, yang ringan-ringan saja

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Peluang di Balik Keresahan dan Kegalauan Generasi Z

4 Agustus 2024   22:24 Diperbarui: 4 Agustus 2024   22:27 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pencari kerja di acara Job Fair Bekasi 2023 di Stadion Patriot Candrabhaga, Kota Bekasi, Jawa Barat, Kamis (16/3/2023) KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN

Peluang Dibalik Keresahan dan Kegalauan Generasi Z

Sebagaimana berita yang dilansir media Kompas per 1-4 Agustus mecatat bahwa, meski jumlah Generasi Z mendominasi populasi di Indonesia, hampir sebagian besar dari mereka semakin sulit mencari kerja dan menganggur. 

Kondisi ini kemudian membuat Gen Z memilih opsi bekerja disektor informal atau sebagai pekerja lepas dengan status tak dibayar atau pekerja keluarga (unpaid/contributing family worker) (Kompas.id, 4 Agustus 2024).

Dipikir-pikir mungkin ini adalah opsi yang paling rasional, daripada nganggur meding "cawe-cawe" urun tangan bantu-bantu ayah ibu, om tante, sanak family, tetangga. Menjaga toko, kios, menggarap ladang dan atau lainnya, meski tak dibayar.

Ada juga diantara Gen Z yang beruntung memiliki warisan atau modal usah dan atau aset keluarga, bisa membuka usaha sendiri. Namun jumlah mereka sedikit, hanya hanya 1,51 juta orang atau 8,2 persen dari total pekerja informal usia 15-24 tahun (Kompas.id, 2 Agustus 2024).

Kemudian apabila jika ada diantara Gen Z yang masuk angkatan kerja yang "frustrasi" berkerja disektor informal atau sebagai pekerja lepas dengan status tak dibayar, maka pilihan rasional berikutnya adalah berlayar atau terbang ke luar negeri menjadi pekerja migran. 

Hal ini sempat diberitakan Kompas.com pada 2023 lalu bahwa sepanjang 2019-2022 terdapat 3.912 warga negara Indonesia (WNI) kelompok usia produktif 25-35 tahun memilih untuk hidup, bekerja dan menetap di luar negeri (Kompas.com, 12 Juli 2023).

Sebagai generasi yang melek teknologi informasi atau sebagai generasi digital native, tentu Gen Z sangat mudah untuk mencari pekerjaan di belahan dunia lain yang mereka gandrungi sesuai dengan skill dan kemampuannya.

Hasil survei Korn Ferry menunjukan bahwa dunia saat ini khususnya negara-negara maju membutuhkan 85 juta tenaga kerja di berbagai sektor, seperti kesehatan, kargo, logistik, konstruksi, pertanian, perhotelan dan restoran berbagai pekerjaan lainnya (Kompas.com, 10 Juni 2024). 

Sebagai bagian dari bonus demografi, Gen Z di Indonesia memiliki potensi yang besar untuk mengisi kekurangan tenaga kerja tersebut, di kancah global. Opsi ini tentu bisa diintervensi oleh pemerintah untuk menjawab kerisauan Gen Z yang semakin sulit mencari kerja. 

Tentunya dengan bimbingan, pendidikan, pelatihan, peningkatan kapasitas dan kebijakan yang tepat, Gen Z Indonesia dapat menjadi tenaga kerja yang kompeten dan berdaya saing tinggi di pasar kerja global. 

Model kebijakan yang menekankan daya saing tenaga kerja bagi Gen Z  adalah upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah, agar bonus demografi yang dieluk-elukan tidak menjadi masalah pembangunan di kemudian hari. 

Selain juga diiringi dengan memperkuat kerjasama anatar negara, perusahaan dan industri  internasional dengan program dan kebijakan mutualisme yang saling menguntungakan dalam hubungan industrial dan mobilitas global untuk menfasilitsi pekerja luar negeri.

Sementara itu, untuk kebutuhan tenaga kerja dalam negeri berdasarkan survei Korn Ferry bahwa, Indonesia akan kekurangan tenaga kerja ahli hampir 18 juta orang pada 2030 (Kompas.id, 2 Mei 2019).

Pada saat debat cawapres 2024 putaran pertama, Wakil Presiden RI terpilih Gibran Rakabuming Raka, pernah mengungkapkan bahwa, Indonesia harus bersiap diri menuju Indonesia emas. 

Gibran menekankan bahwa Indonesia harus dilengkapi dengan talenta-talenta yang memiliki keterampilan masa depan. Ia menegaskan bahwa hilirisasi digital akan terus digenjot untuk mempersiapkan anak-anak muda yang ahli dalam berbagai bidang teknologi. 

Dari pernyataan sang Capres terpilih tersebut, jelas bahwa ada kebutuhan mendesak untuk menyiapkan tenaga kerja yang sesuai dengan tren dan kebutuhan masa depan. Oleh karena itu, untuk menyiapkan bakat dan telenta dari generasi Z, pemerintah perlu melakukan berbagai lompatan-lompatan spetakuler. 

Selain di bidang teknologi sebagaimana obsesi sang Wakil Presiden terpilih, bidang pertanian dan UMKM yang memainkan peran kunci dalam struktur sosial dan ekonomi negara, perlu dioptimalkan untuk mengatasi tantangan kekurangan pekerjaan dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Namun, jika nalar kerja governance (tatakelola) pemerintah masih normatif tanpa terobosan yang substantif, maka keresahan dan kegalauan Gen Z akan akan terus berlanjut dalam sejarah republik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun