Persentase bayi yang mendapatkan ASI eksklusif secara nasional pada tahun 2023 meningkat sebesar 2,68% dibandingkan tahun sebelumnya yang berada pada angka 72,04% (https://databoks.katadata.co.id, 09 Januari 2024).Â
Meskipun tren bayi yang menerima air susu ibu (ASI) eksklusif atau di bawah usia 6 bulan di Indonesia semakin membaik, namun data menunjukkan bahwa tantangan dalam penerapannya masih signifikan, khususnya tantangan yang dihadapi oleh ibu sebagai produsen ASI.
Tantangan utama adalah datang dari ibu yang bekerja. Persentase pemberian ASI eksklusif di kalangan ibu bekerja lebih rendah (66,30%) dibandingkan ibu yang tidak bekerja (74,21%). Peningkatan jumlah perempuan yang bekerja menunjukkan perlunya solusi yang mendukung pemberian ASI eksklusif bagi ibu bekerja  (Kompas.id, 22 Desember 2023).
Banyak ibu pekerja yang mengalami kesulitan dalam menyusui karena beberapa tantangan yang dihadapi, misalnya: pertama, ibu menyusui sering menghadapi beban ganda yang mengorbankan kebahagiaan mereka. Mereka harus menjalankan peran sebagai ibu dan pekerja sekaligus, yang sering kali mengakibatkan stres dan kelelahan.
Kedua, ibu pekerja, terutama yang harus kembali bekerja setelah cuti hamil, sering menghadapi konflik kejiwaan antara tuntutan pekerjaan dan kebutuhan bayi mereka.Â
Mereka harus memilih antara bekerja untuk mendukung ekonomi keluarga atau tetap di rumah untuk menyusui bayi mereka. Studi menunjukkan bahwa ibu yang kembali bekerja setelah cuti hamil yang singkat, seperti tiga bulan, menghadapi kesulitan dalam menyusui. Mereka harus meninggalkan bayi mereka dengan ASI perah yang tidak selalu cukup (Triaryati, 2003).Â
Ketiga, banyak ibu menyusui  merasa tidak bahagia karena kurangnya dukungan dari suami dan keluarga terdekat. Dukungan ini sangat penting untuk keberhasilan menyusui, terutama dalam menjaga kondisi kejiwaan ibu yang berpengaruh pada produksi ASI.
Keempat, banyak ibu pekerja, terutama buruh pabrik, menghadapi kondisi kerja yang tidak mendukung menyusui. Mereka sering kali harus memompa ASI di tempat yang tidak layak, seperti toilet pabrik, dan menghadapi tuntutan pekerjaan yang membuat mereka memilih berhenti menyusui.
Kelima, masalah lain yang sering dialami oleh ibu menyusui adalah kualitas tidur yang buruk, yang berdampak pada kesehatan fisik dan mental sang ibu. Menariknya, kualitas tidur yang buruk ini tidak selalu dialami oleh suami, menunjukkan bahwa belum ada kesetaraan dalam peran laktasi.
Tantangan-tantangan ini menunjukkan bahwa untuk mendukung ibu pekerja dalam menyusui, diperlukan dukungan yang lebih baik dari keluarga, lingkungan kerja yang lebih ramah laktasi, kebijakan publik yang mendukung, dan perubahan budaya yang mengakui pentingnya peran suami dan keluarga dalam mendukung ibu menyusui.
Perlunya kesadaran masyarakat, terutama keluarga tentang pentingnya dukungan bagi ibu menyusui melalui kampanye publik dan program edukasi. Kampanye ini dapat dilakukan melalui media sosial, iklan, seminar, dan acara komunitas.Â