Mohon tunggu...
Hen Ajo Leda
Hen Ajo Leda Mohon Tunggu... Buruh - pengajar dan pegiat literasi, sekaligus seorang buruh tani separuh hati

menulis dan bercerita tentang segala hal, yang ringan-ringan saja

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Perjalanan Lintas Flores: dari Ende ke Desa Kelitei (2)

17 Juli 2024   00:04 Diperbarui: 17 Juli 2024   00:13 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: https://www.torntackies.com

Perjalanan Lintas Flores: dari Ende ke Desa Kelitei (2)

Melanjutkan perjalanan dari pertigaan Aegela, kami terus bergerak menuju Desa Kelitei, salah satu dari sembilan desa yang ada di Kecamatan Inerie, Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur. 

Desa ini terletak di kaki Gunung Inerie, sebuah gunung berapi yang menjadi salah satu ikon alam Kabupaten Ngada. 

Perjalanan menuju Desa Kelitei ditempuh melalui jalur trans Flores (Ende-Bajawa), jalur utama yang menghubungkan berbagai daerah di Pulau Flores. 

Sebelum mencapai desa ini, kami melewati jalur Malanuza di Kecamatan Golewa. 

Perjalanan kemudian bergeser melalui jalur utara Kabupaten Ngada, melewati pintu masuk Kecamatan Golewa Selatan. 

Sepanjang perjalanan, kami disuguhi pemandangan Pantai Selatan Desa Were 3 dan Desa Boba. 

Kedua desa ini menawarkan pemandangan pantai berbatu yang mempesona, dengan ombak yang menghantam karang.

Patut dicatat bahwa jalur utama trans Flores (Ende-Bajawa) pernah menjadi jalur Ajang balap sepeda bertaraf internasional: Tour de Flores pada tahun 2016 dan 2017. 

Event internasional ini diselenggarakan dengan maksud memperkenalkan wisata di NTT kepada wisatawan internasional. 

Ajang ini menjadi momen penting untuk memperlihatkan keindahan alam Flores kepada dunia.

Sumber Gambar: https://www.torntackies.com
Sumber Gambar: https://www.torntackies.com

****

Lanjut ke cerita perjalanan dari Ende ke Desa Kelitei yang memakan waktu sekitar 3 jam. 

Jalan yang berkelok-kelok dan kadang-kadang berlubang menambah tantangan perjalanan kami. 

Namun, semua rasa lelah terbayar lunas oleh keindahan alam yang kami temui di sepanjang perjalanan. 

Hutan-hutan lebat, bukit-bukit hijau, dan gunung-gunung yang menjulang tinggi memberikan kesan yang mendalam dan menambah keindahan perjalanan ini.

Kondisi alam di Flores yang menakjubkan inilah yang mendorong Pemerintah Provinsi dan Kabupaten di NTT menjadikannya sebagai proyek pariwisata, yang dijual atas nama pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Selain hewan purba Komodo di Manggarai dan Danau Tiga Warna Kelimutu di Ende.

Sesampainya di Desa Kelitei, Kepala Desa dan sejumlah perangkat desa yang ramah membuat kami merasa diterima dengan baik. 

Mereka menyambut kedatangan kami dengan senyum dan tangan terbuka, memperlihatkan keramahan khas masyarakat Ngada.

Penduduk Desa Kelitei sebagian besar bekerja sebagai petani. Ladang-ladang dan kebun-kebun jambu mete menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat setempat. 

Selain hasil kebun dan tani, ada minuman khas orang Ngada: Tuak/Arak/Moke yang menggentarkan, yang merupakan minuman tradisional yang dibuat dari hasil penyulingan pohon lontar maupun enau, proses pembuatannya masih tradisional. 

Orang Ngada menamai minuman ini sebagai "air kata-kata" atau "air persaudaraan." 

Meski demikian, minuman ini terkenal hingga ke luar daerah, bahkan kota-kota, memberikan kontribusi ekonomi bagi petani Moke/Arak/Tuak.

Kurang beruntung memang, kalau saat itu kami tidak disuguhi dengan air persaudaraan alias moke/arak/tuak ini, ketika acara penerimaan di kantor desa.

Jika sebaliknya, lain cerita tentunya. Kata orang Ngada: pantang pulang jika moke/arak/tuan yang disajikan itu habis.

Bahkan ada quotes yang mengatakan: "pecinta moke, cari uang cuan atau duit cuman sampingan". Gila...!

Sumber Gambar: Dokpri
Sumber Gambar: Dokpri

****

Lagi-lagi kembali ke cerita perjalanan. 

Keberadaan mahasiswa/i KKN yang berjumlah 10 orang di Desa Kelitei selama satu setengah bulan. Mereka belajar dari dan bersama masyarakat.

Sering dibilang orang, kalau masyarakat itu "Universitas Sejati", tempat siapa saja berguru ilmu pengetahuan.

Masyarakat itu sumber pengetahuan, siapa saja dapat menimbah kebijaksanaan darinya.

Masyarakat itu kampus kehidupan, tak punya ruang kelas, papan tulis, spidol, tapi daripadanya pengetahuan bermuara.

Kesepuluh mahasiswa KKN akan terlibat dalam program-program pembelajaran bersama masyarakat desa dan diharapkan dapat menimba sekaligus memberi manfaat nyata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun