Pragmatisme partai politik, di mana keputusan dan aliansi politik didasarkan pada keuntungan jangka pendek daripada prinsip-prinsip ideologis, menjadi fenomena yang semakin lazim.Â
Dalam konteks nilai-nilai Asia, pragmatisme ini sering kali bertentangan dengan prinsip kerja keras dan pencapaian yang berkelanjutan.Â
Partai politik yang pragmatis cenderung mengutamakan kekuasaan sempit semata di atas nilai-nilai dan visi jangka panjang, yang pada akhirnya dapat merusak tatanan sosial dan politik.
Pada Pilkada 2024, pragmatisme partai politik akan diuji dalam berbagai aliansi dan koalisi yang terbentuk. Partai-partai yang sebelumnya bermusuhan dapat tiba-tiba berkoalisi demi memenangkan pemilihan, menciptakan kebingungan dan ketidakpercayaan di kalangan pemilih.Â
Di sinilah nilai-nilai Asia, yang menekankan pada keseimbangan dan penghormatan terhadap otoritas, harus diuji apakah dapat memberikan stabilitas dan kejelasan dalam proses politik yang semakin pragmatis.
Kehadiran politik dinasti dan arakter pagmatisme partai politik dianggap merusak esensi kompetisi dalam demokrasi politik yang sehat dan adil, karena tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk mencalonkan diri.
Pada akhirya politik dinasti menyebabkan pendangkalan demokrasi, di mana proses demokratis mengalami degradasi kualitas, menjadi ancaman serius bagi konsolidasi demokrasi Indonesia.Â
Kegeraman masyarakat terhadap politik dinasti, seperti yang diungkapkan Pandji Pragiwaksono dalam siniar YouTube Total Politik beberapa waktu lalu, mencerminkan kekhawatiran akan dominasi kekuasaan yang tidak didasarkan pada kemampuan dan prestasi individu, melainkan pada hubungan keluarga.
Dengan demikian, daalam konteks Pilkada 2024 mendatang, politik dinasti tentunya akan menjadi sorotan utama. Banyak calon kepala daerah yang berasal dari keluarga politisi terkenal, menimbulkan pertanyaan tentang keadilan dan kesetaraan dalam proses pemilihan.Â
Nilai-nilai Asia yang menekankan pada keseimbangan antara individu dan masyarakat serta penghormatan terhadap otoritas, harus diuji apakah dapat menghadirkan kepemimpinan yang benar-benar representatif dan berkualitas, atau justru memperkuat dominasi dinasti politik.
Demokrasi yang sehat seharusnya melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat, transparansi, dan akuntabilitas yang tidak boleh terabaikan dalam praktik politik yang pragmatis dan oligarkis seperti saat ini.