Politik Dinasti dan Pragmatisme Partai: Ujian Nilai-Nilai Asia pada Pilkada 2024
Perdebatan tentang nilai-nilai Asia (Asian Value) kembali mencuat, terutama dalam hubungannya dengan Pilkada serentak pada tanggal 27 November 2024 mendatang.Â
Nilai-nilai Asia, yang sering kali ditekankan oleh para pemimpin dan cendikiawan di Asia Timur dan Asia Tenggara, berpotensi memberikan dampak signifikan terhadap proses demokrasi ini.Â
Dalam kontek ini, nilai-nilai Asia akan diuji dalam dinamika politik elektoral Pilkada, yang sarat dengan isu-isu seperti politik dinasti, oligarki politik, pragmatisme partai politik, dan pendangkalan demokrasi.
Salah satu nilai yang sering disebut dalam konteks nilai-nilai Asia adalah penghormatan terhadap otoritas. Di banyak negara Asia, otoritas dianggap sebagai pilar penting dalam menjaga stabilitas dan keteraturan sosial.Â
Namun, dalam praktik politik, nilai ini sering kali diterjemahkan menjadi bentuk-bentuk politik dinasti , di mana kekuasaan politik diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam satu keluarga. Tradisi politik keluarga yang kuat ini sering kali bertentangan dengan prinsip meritokrasi yang diusung oleh nilai-nilai Asia seperti pencapaian akademik dan kerja keras.
Di Indonesia, fenomena ini sangat jelas terlihat, dengan banyaknya anggota keluarga politisi yang mencalonkan diri atau menduduki posisi-posisi strategis dalam pemerintahan.
Laporan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menunjukan bahwa, dari total 580 kursi DPR, 138 kursi atau sekitar 23.8% diisi oleh anggota yang memiliki hubungan darah atau kekerabatan dengan petahana atau mantan petahana (https://nasional.kompas.com, 2024).
Penelitian oleh CSIS menunjukkan bahwa dinasti politik tidak selalu berkinerja lebih baik dalam hal pemerintahan atau pertumbuhan ekonomi, dan dikritik karena dianggap menghambat regenerasi politik dan mereduksi kualitas demokrasi.Â
Politik dinasti sering menjadi cara partai politik untuk bertahan dan mengamankan kursi mereka dalam pemerintahan. Alasan utama partai politik mengandalkan dinasti adalah karena dinasti memiliki sumber daya finansial yang besar atau oligarki, memiliki akses politik yang luas, dan popularitas atau elektabilitas tokoh yang tinggi .
Penelitian oleh CSIS tersebut mengkonfirmasi watak dan karakter pagmatisme partai politik di Indonesia sebagai penyokong utama politik dinasti.Â
Pragmatisme partai politik, di mana keputusan dan aliansi politik didasarkan pada keuntungan jangka pendek daripada prinsip-prinsip ideologis, menjadi fenomena yang semakin lazim.Â
Dalam konteks nilai-nilai Asia, pragmatisme ini sering kali bertentangan dengan prinsip kerja keras dan pencapaian yang berkelanjutan.Â
Partai politik yang pragmatis cenderung mengutamakan kekuasaan sempit semata di atas nilai-nilai dan visi jangka panjang, yang pada akhirnya dapat merusak tatanan sosial dan politik.
Pada Pilkada 2024, pragmatisme partai politik akan diuji dalam berbagai aliansi dan koalisi yang terbentuk. Partai-partai yang sebelumnya bermusuhan dapat tiba-tiba berkoalisi demi memenangkan pemilihan, menciptakan kebingungan dan ketidakpercayaan di kalangan pemilih.Â
Di sinilah nilai-nilai Asia, yang menekankan pada keseimbangan dan penghormatan terhadap otoritas, harus diuji apakah dapat memberikan stabilitas dan kejelasan dalam proses politik yang semakin pragmatis.
Kehadiran politik dinasti dan arakter pagmatisme partai politik dianggap merusak esensi kompetisi dalam demokrasi politik yang sehat dan adil, karena tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk mencalonkan diri.
Pada akhirya politik dinasti menyebabkan pendangkalan demokrasi, di mana proses demokratis mengalami degradasi kualitas, menjadi ancaman serius bagi konsolidasi demokrasi Indonesia.Â
Kegeraman masyarakat terhadap politik dinasti, seperti yang diungkapkan Pandji Pragiwaksono dalam siniar YouTube Total Politik beberapa waktu lalu, mencerminkan kekhawatiran akan dominasi kekuasaan yang tidak didasarkan pada kemampuan dan prestasi individu, melainkan pada hubungan keluarga.
Dengan demikian, daalam konteks Pilkada 2024 mendatang, politik dinasti tentunya akan menjadi sorotan utama. Banyak calon kepala daerah yang berasal dari keluarga politisi terkenal, menimbulkan pertanyaan tentang keadilan dan kesetaraan dalam proses pemilihan.Â
Nilai-nilai Asia yang menekankan pada keseimbangan antara individu dan masyarakat serta penghormatan terhadap otoritas, harus diuji apakah dapat menghadirkan kepemimpinan yang benar-benar representatif dan berkualitas, atau justru memperkuat dominasi dinasti politik.
Demokrasi yang sehat seharusnya melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat, transparansi, dan akuntabilitas yang tidak boleh terabaikan dalam praktik politik yang pragmatis dan oligarkis seperti saat ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI