Pihak Polda NTT mengklaim bahwa proses penerimaan dilakukan dengan transparan dan melibatkan pengawas internal dan eksternal.Â
Namun, penjelasan ini belum cukup bagi masyarakat yang merasa tidak ada keadilan dalam proses seleksi.Â
Masyarakat mempertanyakan keadilan proses seleksi jika hanya satu anak asli NTT yang lulus dari 11 kuota yang tersedia.Â
Transparansi dan akuntabilitas dalam proses penerimaan menjadi isu utama yang disoroti oleh masyarakat.
Keterbukaan informasi mengenai proses seleksi, termasuk kriteria penilaian dan mekanisme pengawasan, menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa semua calon mendapatkan kesempatan yang sama.Â
Tanpa transparansi yang memadai, masyarakat akan terus meragukan keabsahan hasil seleksi dan menilai bahwa ada upaya untuk mengabaikan hak-hak anak-anak asli NTT.Â
Akuntabilitas juga penting untuk memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil dalam proses seleksi dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan hukum.
Keadilan Sosial
Isu keadilan sosial menjadi sentral dalam kritik terhadap hasil penerimaan calon taruna Akpol. Masyarakat NTT mengharapkan keadilan yang lebih nyata dalam kesempatan bagi anak-anak asli NTT.Â
Dengan hanya satu anak asli NTT yang lulus, masyarakat merasa hak mereka tidak terpenuhi secara adil. Masyarakat berharap ada kebijakan afirmatif yang memberikan kuota lebih bagi anak-anak asli NTT agar lebih banyak yang lulus seleksi.
Kebijakan afirmatif dapat menjadi solusi untuk mengatasi ketimpangan yang ada. Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan kesempatan lebih kepada kelompok yang selama ini kurang terwakili atau terpinggirkan, dalam hal ini anak-anak asli NTT.Â
Dengan kebijakan afirmatif, diharapkan anak-anak asli NTT memiliki peluang yang lebih besar untuk lulus seleksi dan bisa berkontribusi dalam institusi kepolisian.