Pustakawan: Navigator Literasi dan Pengetahuan dalam Krisis
Pustakawan merupakan salah satu profesi yang memiliki peran krusial dalam masyarakat modern, khususnya dalam meningkatkan literasi dan pengetahuan masyarakat.Â
Eksistensi pustakawan tidak identik dengan bertugas sebagai penjaga buku, tetapi sebagai pendidik, peneliti, dan pengembang program literasi.
Peran ini menjadi semakin penting seiring dengan perkembangan teknologi dan media baru di abad ini, yang membawa tantangan serta peluang baru bagi perpustakaan dan pustakawan.
Pustakawan memiliki berbagai tanggung jawab dan kontribusi yang kompleks dan multidimensi. Mereka bertanggung jawab atas pengembangan koleksi perpustakaan, yang mencakup pengelolaan database dan pengembangan program literasi.Â
Dalam konteks ini, pustakawan harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang kebutuhan informasi masyarakat serta tren terbaru dalam literasi dan teknologi informasi.
Pustakawan juga bertugas memberikan bantuan referensi kepada pengguna perpustakaan, membantu mereka dalam mengakses informasi yang relevan serta mengembangkan keterampilan informasi, termasuk keterampilan membaca, menulis, dan berpikir kritis.
Peran pustakawan sebagai pendidik juga tidak dapat diabaikan. Mereka bekerja sama dengan institusi pendidikan untuk mengembangkan program-program literasi yang membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan dasar seperti membaca dan menulis, serta keterampilan berpikir kritis yang lebih kompleks.Â
Selain itu, pustakawan juga berperan sebagai peneliti yang melakukan studi tentang kebutuhan informasi masyarakat dan cara-cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Krisis Pustakawan di Indonesia
Meskipun memiliki peran yang penting, profesi pustakawan di Indonesia menghadapi berbagai tantangan serius. Kekurangan sumber daya manusia (SDM) pustakawan merupakan salah satu masalah utama.Â
Indonesia kekurangan 439.680 pustakawan di berbagai jenis perpustakaan, sebuah angka yang sangat signifikan. Keterbatasan ini diperparah oleh terbatasnya program studi Ilmu Perpustakaan di perguruan tinggi.Â
Dari 101 perguruan tinggi negeri, hanya 27 yang menawarkan program studi ini, dan mayoritas berada di Pulau Jawa. Daya tampung yang terbatas juga menjadi kendala, dengan total kapasitas hanya 1.262 mahasiswa per tahun (Kompas.id, 7 Juli 2024).
Selain itu, minat terhadap program studi Ilmu Perpustakaan di luar Pulau Jawa sangat rendah. Ini menciptakan ketimpangan geografis dalam distribusi pustakawan, di mana daerah-daerah di luar Jawa kekurangan pustakawan yang kompeten.Â
Bahkan di perguruan tinggi favorit, persaingan untuk masuk ke program studi ini sangat ketat, yang menunjukkan tingginya minat tetapi tidak diimbangi dengan kapasitas yang memadai (Kompas.id, 7 Juli 2024).
Krisis kekurangan pustakawan di Indonesia mencerminkan permasalahan serius dalam sistem pendidikan dan upaya meningkatkan literasi di negara ini.Â
Peran vital pustakawan dalam memajukan kemampuan membaca dan menulis masyarakat, serta mengembangkan kemampuan berpikir kritis, menjadi semakin penting.
Namun, tantangan krisis pustakawan tetap menjadi hal yang perlu diatasi.
Rendahnya Literasi dan Ketimpangan Pengetahuan di Indonesia
Krisis pustakawan cukup relevan berkorelasi dengan rendahnya minat baca yang merupakan salah satu masalah literasi yang masih menghantui Indonesia hingga saat ini.Â
Mengacu data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah, dengan hanya 0,001 persen dari populasi yang rajin membaca.
Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) pada tahun 2023 berada pada angka 69,42 (konversi 14,58) dan Tingkat Kegemaran Membaca (TGM) nasional berada di angka 66,77 (Kompas.id, 7 Juli 2024).
Selain rendahnya minat baca, ketimpangan pengetahuan mencakup rendahnya kualitas pendidikan khususnya di daerah-daerah terpencil.
Misalnya, di daerah 3T yang hanya sekitar 18,81% masyarakat yang dapat membaca dan menulis, menunjukkan kesenjangan yang signifikan dalam kemampuan literasi (https://nasional.kompas.com, 24 Oktober 2023).
Salah satu penyebab utama ketimpangan ini adalah rendahnya kualitas pendidikan di daerah-daerah terpencil.
Kualitas guru yang rendah dan fasilitas pendidikan yang tidak memadai menyebabkan pendidikan di daerah-daerah ini tidak setara dengan pendidikan di kota-kota besar.
Banyak anak SD di daerah terpencil yang tidak bisa membaca tetapi tetap lulus sekolah, sebuah fenomena yang menunjukkan rendahnya standar pendidikan di daerah-daerah tersebut.
Upaya Mengatasi Krisis dan Ketimpangan
Untuk mengatasi krisis pustakawan dan ketimpangan pengetahuan di Indonesia, diperlukan berbagai upaya yang komprehensif.
Perlu ada peningkatan jumlah program studi Ilmu Perpustakaan di perguruan tinggi, terutama di luar Pulau Jawa. Ini akan membantu mendistribusikan pustakawan yang kompeten secara lebih merata ke seluruh Indonesia.
Selain itu, kapasitas daya tampung program studi ini juga perlu ditingkatkan untuk mengakomodasi minat yang tinggi dari calon mahasiswa.
Pendidikan tinggi juga harus berperan aktif dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas pustakawan. Ini dapat dilakukan melalui kurikulum yang lebih relevan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat, serta melalui peningkatan kualitas pengajaran dan penelitian di bidang ilmu perpustakaan.
Selain itu, penting untuk mengembangkan program-program literasi yang inovatif dan berbasis teknologi, yang dapat menjangkau masyarakat di daerah-daerah terpencil.
Pemerintah sebagai katalisator berperan penting untuk mengatasi ketimpangan pengetahuan. Pemerintah, institusi pendidikan dan komunitas masyaraka perlu bekerja sama dalam meningkatkan kualitas pendidikan di daerah-daerah terpencil.
Hal ini mencakup peningkatan kualitas guru melalui pelatihan yang berkelanjutan, serta penyediaan fasilitas pendidikan yang memadai. Selain itu, program-program literasi yang dikembangkan pustakawan juga dapat berperan penting dalam meningkatkan kemampuan literasi masyarakat.
Kesimpulan
Krisis pustakawan di Indonesia mencerminkan masalah serius dalam sistem pendidikan dan pengembangan literasi di negara ini. Pustakawan memainkan peran penting dalam meningkatkan literasi masyarakat dan membantu mengembangkan keterampilan berpikir kritis.
Namun, kekurangan pustakawan termasuk kekurangan sumber daya manusia dan ketimpangan pengetahuan masih menjadi mata rantai masalah yang harus dihadapi.
Upaya yang komprehensif diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah ini, termasuk peningkatan jumlah dan kualitas program studi Ilmu Perpustakaan, serta peningkatan kualitas pendidikan di seluruh wilayah Indonesia.
Dengan demikian, pustakawan dapat berkontribusi lebih optimal dalam membangun masyarakat yang literat dan berpengetahuan di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H