Mohon tunggu...
Hen AjoLeda
Hen AjoLeda Mohon Tunggu... Buruh - pengajar dan pegiat literasi, sekaligus seorang buruh tani separuh hati

menulis dan bercerita tentang segala hal, yang ringan-ringan saja

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Pungli di Balik Digitalisasi: Tantangan Integrasi Sistem Pelayanan Publik

21 Juli 2024   14:37 Diperbarui: 21 Juli 2024   14:57 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber Gambar: pexels.com

Pungli di Balik Digitalisasi: Tantangan Integrasi Sistem Pelayanan Publik 

Transformasi sektor layanan publik melalui digitalisasi sistem telah menjadi instrumen utama dalam upaya meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas di Indonesia.

Digitalisasi memungkinkan pemerintah untuk menyediakan layanan yang lebih cepat dan lebih efisien kepada masyarakat. Misalnya, pembuatan KTP elektronik (e-KTP) atau SIM online telah mengurangi waktu dan biaya yang diperlukan bagi warga untuk mengakses layanan tersebut. 

Selain itu, digitalisasi meningkatkan transparansi dengan meminimalisir interaksi tatap muka yang sering kali menjadi celah untuk praktik korupsi. 

Dengan sistem yang terintegrasi secara digital, setiap transaksi dan proses dapat dipantau dan diaudit secara real-time, mengurangi potensi penyalahgunaan wewenang. Akuntabilitas kerja juga meningkat, karena sistem digital memungkinkan pelacakan kinerja pegawai dan instansi secara lebih akurat.

Melalui digitalisasi, sejumlah data yang dikumpulkan dari berbagai layanan publik dapat dianalisis untuk mengidentifikasi area yang memerlukan perbaikan dan memastikan bahwa sumber daya dialokasikan secara optimal. 

Semisalnya, inisiatif seperti e-government, penggunaan aplikasi mobile untuk layanan publik, dan integrasi data antar lembaga pemerintah merupakan contoh konkret dari upaya digitalisasi ini. 

Meskipun pemerintah telah menggencarkan penggunaan teknologi untuk memodernisasi layanan publik sebagaimana yang diidealkan. 

Selain tantangan seperti kesenjangan digital dan keamanan data yang masih harus diatasi untuk memastikan bahwa transformasi digital ini benar-benar inklusif dan aman bagi semua lapisan masyarakat. 

Sejumlah persoalan pada tataran implementasi, belum sepenuhnya mampu memberantas praktik pungutan liar (pungli) yang terus terjadi.

Realitas lapangan menunjukkan bahwa kecanggihan teknologi seringkali dapat diakali oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab di dalam birokrasi. Laporan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa proses digitalisasi dalam pelayanan publik belum mampu secara signifikan mengurangi kasus pungli (tirto.id. 2024).

Meski penerapan digitalisasi bertujuan untuk mengurangi birokrasi yang berbelit dan mempercepat pelayanan, praktik pungli masih tetap eksis dan bahkan dapat mengakibatkan kerugian besar bagi masyarakat.

Salah satu faktor utama penyebabnya adalah lambannya proses adaptasi terhadap teknologi baru oleh sumber daya manusia (SDM) di dalam instansi pemerintah. Selain itu, rendahnya pengawasan dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku korupsi juga menjadi kendala serius dalam memerangi pungli.

Digitalisasi sektor pelayanan publik seharusnya tidak hanya memangkas birokrasi yang berbelit, tetapi juga diharapkan dapat mengurangi celah bagi praktik korupsi. Proses adaptasi terhadap sistem digital sering kali memakan waktu yang lama dan tidak semua birokrat memiliki komitmen yang tinggi terhadap pencegahan korupsi. 

Menurut peneliti dari Transparency International Indonesia (TII), kegagalan utama dalam implementasi digitalisasi adalah kurangnya adaptasi sistem dan SDM yang dibutuhkan. Para pekerja di sektor publik perlu tidak hanya menguasai teknologi baru, tetapi juga menginternalisasi nilai-nilai integritas dalam menjalankan tugas mereka (tirto.id, 2024).

Mentalitas birokrasi yang masih rentan terhadap praktik korupsi juga menjadi penyebab utama eksistensi pungli. 

Transformasi digital hanya akan berhasil jika disertai dengan pembenahan secara menyeluruh terhadap sistem dan perilaku birokrasi. 

Pembenahan ini tidak hanya berhenti pada implementasi teknologi, tetapi juga pada pembinaan nilai-nilai integritas di kalangan birokrat.

Dalam konteks ini, diperlukan evaluasi mendalam terhadap pendekatan administratif yang selama ini digunakan dalam upaya pencegahan korupsi. 

Leadership yang kuat dari pemerintah dan keterlibatan aktif dari semua pemangku kepentingan, termasuk masyarakat sipil, juga diperlukan untuk mengawasi dan mengontrol pelaksanaan kebijakan anti-korupsi.

Pemerintah juga perlu menggandeng berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil dan sektor swasta, dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan digitalisasi di sektor publik. 

Keterlibatan aktif dari berbagai pihak akan membantu memastikan bahwa setiap implementasi teknologi baru dapat diawasi secara ketat dan tidak disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.

Sebagai kesimpulan, meskipun digitalisasi sektor pelayanan publik menawarkan potensi besar dalam meningkatkan efisiensi dan transparansi, namun tantangan besar seperti praktik pungli masih menghadang. 

Diperlukan langkah-langkah konkret dan komprehensif dari pemerintah serta semua pemangku kepentingan untuk memastikan bahwa digitalisasi tidak hanya sekadar modernisasi teknologi, tetapi juga solusi nyata dalam membangun pelayanan publik yang bersih dan berintegritas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun