Mohon tunggu...
Hen AjoLeda
Hen AjoLeda Mohon Tunggu... Buruh - pengajar dan pegiat literasi, sekaligus seorang buruh tani separuh hati

menulis dan bercerita tentang segala hal, yang ringan-ringan saja

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Strategi Machiavellianisme dalam Pilkada: Bagaimana Elit Menavigasi Kekuasaan

3 Juli 2024   03:03 Diperbarui: 5 Juli 2024   14:13 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Kompas.id-HERYUNANTO

Kekuasaan bagi Machiavelli adalah segalanya. Seorang pemimpin harus siap melakukan apa pun untuk mempertahankan dan memperluas kekuasaannya, sekalipun harus menjelma menjadi "setan". Kesuksesan dalam bepolitik dan berkuasa ditentukan oleh kekuatan dan kemampuan untuk bertindak secara efektif, bukan oleh moralitas atau kebaikan. 

Strategi Machiavellianisme dalam Pilkada

Meskipun Indonesia memang telah mencapai kemajuan dalam hal stabilitas politik dan partisipasi politik melalui Pilkada langsung, tetapi rupanya pragmatisme Machiavellian mengakar kuat dalam kehidupan demokrasi Indonesia, dan menjadi siklus kompleks yang terus berulang (Putra, 2023).

Dalam konteks Pilkada, elit politik sering menerapkan strategi Machiavellianisme untuk mengamankan kemenangan. Strategi dan taktik yang umum dilakukan adalah memanfaatkan elektabilitas dan popularitas. 

Hal ini sering kali melibatkan pengadaan survei untuk mengukur opini publik dan menyesuaikan pesan kampanye sesuai dengan hasil survei tersebut. Meskipun kadang kalanya, survei "titipan" harus ditempuh sebagai jalan menaikan citra, popularitas dan elektabilas.

Survei ini memiliki dua tujuan: memberikan wawasan tentang preferensi pemilih dan memproyeksikan citra tak terkalahkan atau populer, yang dapat mempengaruhi pemilih yang masih ragu atau skeptis.

Penggunaan survei dengan cara ini sejalan dengan prinsip Machiavellian, di mana penggunaan manipulasi untuk mempengaruhi opini publik dengan menonjolkan citra budi baik.

Di era digital, media sosial menjadi alat yang sangat efektif dan kampanye digital menjadi sangat diperlukan untuk tujuan ini. Calon dan atau partai politik menggunakan platform seperti Facebook, Instagram, dan Twitter untuk menyebarkan pesan mereka, sering kali dengan memanfaatkan algoritma untuk memastikan pesan mereka sampai kepada audiens yang ditargetkan, terutama demografi muda. 

Mereka juga tidak ragu menggunakan influencer atau tokoh masyarakat untuk mendukung kampanye mereka, baik secara terbuka maupun tersembunyi. Video, gambar, dan meme yang dirancang dengan cermat dapat dengan cepat menjadi viral, menciptakan kesan yang kuat dan sering kali sulit dibantah oleh pesaing lain.

Lanskap visual kota selama periode Pilkada didominasi oleh baliho, poster, dan pamflet. Kampanye visual ini dirancang dengan cermat untuk menyampaikan pesan harapan, kemajuan, dan kebijaksanaan. Para calon sering menggunakan gambar senyum dan kutipan dari tokoh terkemuka atau teks keagamaan untuk meyakinkan pemilih. 

Pada tataran kelembagaan partai politik, juga aktif membangun koalisi dan aliansi lintas partai. Koalisi ini penting untuk mengamankan basis dukungan yang luas dan untuk mengumpulkan sumber daya. 

Proses pembentukan koalisi sering kali merupakan negosiasi yang kompleks, yang sering lali koalisi partai-partai didasarkan pada kesepakatan pragmatis daripada kesamaan ideologi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun