Pengaturan informal ini menguntungkan pemilik bus dengan mengalihkan risiko bisnis sepenuhnya kepada pekerja. Sopir bus mengalami "pemerasan finansial" karena mereka harus menanggung biaya operasional bus, termasuk setoran harian, bensin, dan perawatan.Â
Akibatnya, sopir bus terpaksa mencari cara untuk memaksimalkan pendapatan harian mereka, termasuk memperpanjang jam kerja hingga 12 jam per hari, melanggar aturan lalu lintas, mengemudi dengan cepat, dan menyalip kendaraan lain, serta membawa penumpang sebanyak mungkin.Â
Mereka juga merawat bus-bus tua dengan seadanya. Perilaku ini harus dipahami sebagai upaya mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup (Nathan, 2019).
Kondisi ini menyebabkan perilaku sopir bus di jalanan menjadi berisiko dan bus menjadi tidak layak, membuat transportasi publik seperti bus Trans Putera Fajar tidak dapat menjadi pilihan utama masyarakat. Kondisi transportasi publik yang tidak memadai ini merupakan konsekuensi dari relasi kerja informal yang menjerat dan memeras sopir-sopir bus.
Relasi kerja tanpa kontrak yang jelas, tidak dipenuhinya hak-hak buruh, dan setoran harian yang tinggi menempatkan para sopir dalam posisi rentan.Â
Kerentanan ini memaksa mereka untuk memaksimalkan pendapatan harian dengan mengadopsi perilaku berisiko, seperti memperpanjang jam kerja, melanggar aturan lalu lintas, dan mengangkut penumpang melebihi kapasitas untuk memenuhi kebutuhan finansial mereka.
Oleh karena itu, dengan memperbaiki kerentanan para sopir bus akibat relasi kerja informal, perlu adanya langkah-langkah konkret seperti penerapan kontrak kerja yang jelas dan perlindungan hukum yang kuat bagi para pekerja. Ini termasuk penetapan upah minimum, jam kerja yang wajar, serta perlindungan terhadap hak-hak buruh.Â
Sembari tidak mengabaikan pengawasan terhadap kelayakan jalan bus dalam sistem regulasi transportasi dan menutup pintu bagi praktik korupsi dan pemalsuan dokumen transportasi.Â
Pemerintah perlu penegakan hukum terhadap perusahaan transportasi yang melanggar regulasi. Sanksi yang lebih tegas dan relevan harus diterapkan untuk memberikan efek jera kepada pelanggar.Â
Kerjasama antara berbagai lembaga terkait seperti polisi, dinas perhubungan, dan Kementerian Perhubungan untuk melakukan penertiban yang lebih efektif terhadap bus di jalan raya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H