Kritik lain juga muncul bahwa, daripada menambah jalur sepeda, lebih baik fokus pada perbaikan sistem transportasi umum yang sudah tidak memadai dan tidak terintegrasi. Untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, harus sejalan dengan pembangunan transportasi umum yang memadai yang akan menjadi tulang punggung mobilitas perkotaan (https://www.liputan6.com, 21 Juni 2023).
Kritikan terkait pengembangan jalur sepeda tersebut menunjukkan bahwa tengah terjadi kontestasi politik tata ruang kota.
Jalur Sepeda dan Kontestasi Politik Tata Ruang Kota
Kontestasi politik tata ruang kota adalah konflik yang terjadi antara aktor-aktor yang berbeda dalam pengelolaan dan pemanfaatan ruang di wilayah kota, yang dapat dipahami sebagai penanda adanya relasi kuasa dan kepentingan ekonomi-politik.
Studi-studi para sarjana terdahulu mencontohkan bahwa, kontestasi ini dapat terjadi antara pemerintah kota dengan pelaku PKL (Pedagang Kaki Lima), antara pemerintah dengan investor atau pengusaha, antara pemerintah dengan masyarakat, atau antara para pengguna jalan dan lain-lain. Â
Dalam konteks pengembangan infrastruktur bersepeda seringkali terhambat oleh kontestasi ruang di perkotaan. Berbagai kepentingan, seperti kebutuhan lahan untuk pembangunan gedung, infrastruktur jalan raya, dan parkir kendaraan bermotor, seringkali berbenturan dengan upaya untuk menyediakan jalur sepeda yang nyaman dan aman sebagai moda transportasi yang lebih ramah lingkungan dan sehat.
Kontestasi semacam ini menghambat pembangunan infrastruktur bersepeda, karena berbagai kepentingan tersebut saling bersaing untuk mendapatkan prioritas dalam penggunaan ruang kota.
Dalam kacamata Henri Lefebvre (2000), kontestasi semacam ini kemudian melahirkan eksklusi spasial, di mana individu atau kelompok masyarakat tidak memiliki akses atau tidak dapat berpartisipasi secara efektif dalam penggunaan dan pengelolaan ruang fisik, seperti tempat tinggal, tempat kerja, atau fasilitas umum, karena adanya batasan-batasan yang tidak adil atau diskriminatif.
Dalam konteks ini, kontestasi politik tata kota kemudian dapat mempengaruhi masyarakat secara signifikan, terutama bagi masyarakat pesepeda. Sebab, pengguna jalan yang dominan adalah pengendara motor dan mobil, sehingga keberadaan jalur sepeda sering dianggap mengganggu.Â
Salain itu juga, investor dan pengusaha juga mungkin melihat pembangunan jalur sepeda sebagai pengurangan ruang untuk kepentingan komersial mereka. Hal ini kemudian menciptakan konflik kepentingan antara memprioritaskan moda transportasi berkelanjutan atau menjaga keuntungan ekonomi.
Dengan terhambatnya pembangunan infrastruktur bersepeda maka lahirlah eksklusi spasial bagi pesepeda. Dimana pilihan moda transportasi yang ramah lingkungan dan sehat menjadi terbatas. Selain itu, ketidaknyamanan dan ketidakamanan dalam bersepeda kemudian menjadi hambatan bagi masyarakat untuk beralih ke sepeda sebagai alternatif transportasi.
Oleh karena itu, perlu adanya perhatian dan intervensi yang lebih aktif dari pemerintah dan semua stakeholders untuk mengadvokasi kepentingan bersama dalam pengelolaan ruang kota dan menghindari hegemoni dan eksklusi spasial.