Mohon tunggu...
Hen Ajo Leda
Hen Ajo Leda Mohon Tunggu... Buruh - pengajar dan pegiat literasi, sekaligus seorang buruh tani separuh hati

menulis dan bercerita tentang segala hal, yang ringan-ringan saja

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

UU Desa dan Tantangan dalam Pembangunan Desa

6 Mei 2024   02:23 Diperbarui: 6 Mei 2024   14:16 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tingkat ketimpangan yang tinggi dan kemiskinan yang meluas di pedesaan, seperti yang dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), menunjukkan bahwa klaim "perubahan UU Desa dapat mewujudkan desa yang lebih maju, madiri dan sejahtera untuk memberikan kotribusi guna terwujudnya cita-cita Indonesia Emas 2045" sungguh amat diragukan.

Sumber Gambar: https://nttzoom.com/
Sumber Gambar: https://nttzoom.com/

Menurut penulis, revisi ini tampaknya masih meninggalkan celah yang mengabaikan realitas ketimpangan struktural yang mengakar di pedesaan.

Ketimpangan Struktural dan Relasi Kuasa

Di balik citra "gotong royong" dan kehidupan yang harmonis di pedesaan, tersembunyi realitas ketimpangan struktural. Praktik pengambil-alihan tenaga oleh majikan terhadap pekerja, ketimpangan relasi kuasa antara pekerja miskin dan pejabat pemerintahan desa, serta korupsi yang merajalela dalam pengelolaan Dana Desa (DD) adalah sebagian dari permasalahan yang masih menghantui pedesaan Indonesia (Habibi, 2023).

Fakta menunjukkan bahwa pengambil-alihan tenaga oleh majikan terhadap pekerja masih dominan di pedesaan (Habibi, 2023). Pandangan romantisme tentang 'gotong royong' yang sering diiklankan oleh pemerintah, akademisi, dan sebagian LSM, tidak selalu mencerminkan keadaan sesungguhnya. 

Yang terjadi di desa seperti akses terhadap pekerjaan yang layak dan upah yang adil masih sering terjadi. Hubungan yang tidak setara antara pekerja miskin di pedesaan dengan pejabat pemerintahan desa, yang seringkali juga merupakan tuan tanah, menciptakan ketergantungan dan lingkaran kemiskinan bagi pekerja, sementara para pejabat desa menikmati kekuasaan dan sumber daya yang tidak merata.

Selain itu, korupsi menjadi permasalahan serius yang seolah diabaikan dalam revisi UU Desa kali ini. Dalam beberapa tahun terakhir, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat, telah terjadi 851 kasus korupsi dana desa (DD) dengan 973 orang pelaku. Separo atau 50 persen di antara pelaku itu adalah kepala desa (www.dpd.go.id, 2023).

Penyelesaian masalah korupsi di desa, seringkali diletakkan sebagai permasalah teknis semata. Teknikalisasi masalah korupsi sebagai upaya menyederhanakan isu kompleks korupsi menjadi satu dimensi teknis semata, dan sengaja mengabaikan persoalan-peroalan struktural dan politis, menggantikannya dengan hal-hal yang bersifat personal, moralis, dan teknis.

Dengan lain perkataan bahwa, teknikalisasi permasalahan korupsi di desa cenderung mengabaikan fakta bahwa struktur kelembagaan desa, selalu dipengaruhi oleh relasi sosial, khususnya relasi kekuasaan. 

Pengabaian terhadap fakta relasi sosial-kekuasaan di desa, kemudian direspon dengan solusi-solusi teknis, seperti penguatan kapasitas kelembagaan desa, penguatan manajemen dan tatakeloa implementasi dana desa, pendidikan moral dan etika pejabat desa.

Tentunya sulit bagi pekerja miskin di pedesaan untuk mengontrol penyelewengan Dana Desa (DD) karena ketidaksetaraan relasi kuasa dan ketergantungan yang mereka hadapi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun