Kehampaan dan Kerentanan dalam "Doa Seorang Pesolek" karya Joko Pinurbo
Puisi merupakan salah satu bentuk seni yang mampu menggambarkan kehidupan manusia dalam segala kompleksitasnya.Â
Salah satu contoh puisi yang menghadirkan gambaran akan kehampaan, dan kerentanan manusia adalah "Doa Seorang Pesolek" karya Joko Pinurbo.Â
Dalam puisi ini, Penyair menggambarkan sebuah doa dari seorang pesolek kepada Tuhan, yang memohon agar kecantikannya tetap abadi.Â
Puisi ini mengungkapkan banyak lapisan makna, mulai dari pencarian akan keabadian hingga kritik terhadap standar kecantikan yang tidak realistis.Â
Puisi ini mencerminkan tema utama tentang kecantikan dan kerentanan manusia terhadap waktu. Dari awal, Penyair menggambarkan pesolek yang berdoa kepada Tuhan agar kecantikannya tetap abadi.Â
Pesolek tersebut berada di "rimba kosmetik", sebuah metafora yang menunjukkan bahwa ia tengah melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan kecantikannya.Â
Bahwa kecantikan tersebut tidaklah kekal dan bisa lenyap dengan cepat. Penyair mengeksplorasi ketidakpastian ini melalui gambaran "jari-jari waktu yang lembut dan nakal", yang mengancam untuk "merobek-robek bajuku". Betapa rentannya manusia terhadap penuaan dan perubahan yang tak terelakkan.
Puisi ini juga mengandung elemen kritik terhadap standar kecantikan yang tidak realistis dalam masyarakat. Meskipun pesolek berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan kecantikannya, ia sadar bahwa upaya tersebut bisa sia-sia di hadapan Tuhan yang melihat lebih dari sekadar penampilan fisik.Â
Penyair menggunakan metafora yang kuat untuk menyoroti hal ini, seperti "ceburkan bulan ke lubuk mataku yang dalam" dan "taburkan hitam pada rambutku yang suram".Â
Dengan demikian, puisi ini menegaskan bahwa kecantikan sejati tidak hanya terletak pada penampilan fisik, melainkan juga pada keindahan inner yang lebih dalam.
Selain itu, gaya bahasa dan imaji yang digunakan oleh Joko Pinurbo dalam puisi ini sangatlah kuat dan memukau. Penyair menggunakan bahasa yang indah dan puitis, dengan penggunaan metafora yang kaya untuk menggambarkan perasaan dan pikiran pesolek.
Contohnya, dalam baris "nyalakan lanskap pada alisku yang gelap", Penyair berhasil menggambarkan permohonan pesolek akan cahaya dan kecerahan dalam hidupnya.Â
Demikian pula, imaji bulan yang "dicedokkan" ke dalam lubuk mata dan warna hitam yang "taburkan" pada rambut menambahkan kedalaman dalam penggambaran kecantikan dan kerentanan.
Selain itu, puisi ini juga menggambarkan hubungan antara manusia dengan Tuhan. Pesolek dalam puisi ini mencari dukungan dari Tuhan untuk mempertahankan kecantikannya, namun ada ironi dalam upayanya.Â
Meskipun ia berdoa kepada Tuhan agar kecantikannya tetap abadi, ia menyadari bahwa kecantikan yang dicari bisa saja menjadi sesuatu yang sementara dan tidak berarti dalam pandangan Tuhan.
Hal ini menggambarkan konflik antara keinginan manusia akan kecantikan yang materialistik dan pencarian akan makna yang lebih dalam dalam hubungan dengan Tuhan.
"Doa Seorang Pesolek" merupakan sebuah puisi yang menyentuh banyak aspek kehidupan manusia, mulai dari kecantikan hingga kehampaan dan kerentanan, menggambarkan kompleksitas dalam pencarian akan keabadian dan hubungan manusia dengan Tuhan.Â
Puisi ini juga mengajak pembaca untuk merenungkan tentang makna sejati dari kecantikan dan nilai-nilai yang lebih dalam dalam hidup.Â
Demikian "Doa Seorang Pesolek" sebuah cermin bagi kehidupan manusia itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H