Dilansir dari data UNESCO, hanya 0,001% masyarakat Indonesia yang memiliki minat baca aktif. Ini berarti, dari 1000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang secara aktif menyukai membaca.
Selain itu, survei yang dilakukan oleh Program of International Student Assessment (PISA) pada tahun 2019 menempatkan minat baca Indonesia pada peringkat ke-62 dari 70 negara yang disurvei. Fakta ini menunjukkan bahwa Indonesia termasuk dalam 10 negara dengan tingkat literasi yang rendah di dunia (https://balaibahasasumut.kemdikbud.go.id/, 07 September 2023).
Dampak dari kurangnya minat baca dan tingginya aktivitas di media sosial, terutama di platform seperti Twitter, adalah kemungkinan tersebarnya informasi yang salah, provokasi, hoax, dan fitnah.
Kecepatan dalam menanggapi dan menyebarkan informasi bahkan melebihi kecepatan dalam memproses informasi. Akibatnya, banyak informasi yang tidak terverifikasi dengan baik, dan hal ini bisa berdampak negatif pada stabilitas sosial dan politik negara.
Fakta-fakta ini memberikan gambaran yang jelas tentang kondisi literasi di Indonesia. Meskipun memiliki jumlah penduduk yang besar, minat baca masyarakat masih sangat rendah. Fenomena ini tidak hanya menjadi masalah individual, tetapi juga berdampak pada perkembangan intelektual dan ekonomi negara secara keseluruhan.
Salah satu alasan utama di balik rendahnya minat baca di Indonesia adalah kurangnya budaya membaca yang ditanamkan sejak dini. Di banyak rumah tangga, kegiatan membaca tidak dianggap penting, sehingga anak-anak tidak dibiasakan untuk membaca buku. Selain itu, akses terbatas terhadap buku dan literatur juga menjadi faktor penghambat, terutama di daerah-daerah pedesaan dan daerah terpencil.
Tingkat literasi yang rendah juga berkaitan dengan kualitas pendidikan di Indonesia. Sistem pendidikan yang kurang memprioritaskan pembelajaran membaca dengan pemahaman menyebabkan banyak siswa tidak memiliki minat untuk membaca di luar materi pelajaran yang diberikan di sekolah. Hal ini tercermin dalam hasil survei PISA yang menempatkan Indonesia di peringkat yang rendah dalam literasi.
Literasi bukan hanya tentang kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga tentang kemampuan untuk memahami dan menafsirkan informasi dengan kritis. Minat baca yang rendah berarti kurangnya akses terhadap pengetahuan, gagasan, dan pandangan yang beragam. Hal ini dapat menghambat perkembangan intelektual dan sosial masyarakat.
Oleh karena itu, peringatan Hari Buku Sedunia juga harus menjadi panggilan untuk sebuah tindakan dan aksi kolektif sekaligus kesempatan yang baik untuk membangun kesadaran akan pentingnya budaya membaca bagi kehidupan dan peradaban.
Mari kita rayakan Hari Buku dengan kembali menghargai kekuatan buku, dan membiarkan buku membawa kita pada perjalanan yang tak terduga, di mana dunia yang luas mudah dijamah hanya bila padamulanya dengan membaca buku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H