Mohon tunggu...
Helwiyah ewi
Helwiyah ewi Mohon Tunggu... Guru - Lakukan Yang terbaik

Blogger. ,writer, teacher

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Berbeda Tapi Sama

15 Januari 2023   07:15 Diperbarui: 15 Januari 2023   07:48 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber Illustrasi : Dokumen Pribadi

BERBEDA TAPI SAMA

Oleh: Helwiyah

 

Bertepatan dengan hari ibu, wiwit termenung sendiri, mengenang masa masa bersama ibu . Mengenang perjuangan ibu dalam merawat wiwit kecil. Dari sekian banyak anak ibu, mungkin merawat wiwit  bayi adalah saat yang paling berat. Sambil meraba ujung hidungnya wiwit mengucap syukur dan berterima kasih pada ayah ibu yang telah merawat dan membesarkan wiwit hingga kini. Wiwit tak tahu apa yang terjadi dulu, semua berdasarkan cerita ayah dan ibu.

Bagaimana tidak, Wiwit terlahir dengan noktah merah di ujung hidung mancungnya, tak seperti anak anak yang lain. Dengan bobot dan panjang badan yang normal, namun  setitik noktah merah ditulang rawan hidung  wiwit membuat ibu curiga dan resah.

Hari berganti hari, minggu berganti minggu,  titik merah seperti gigitan nyamuk tersebut kian membesar membentuk benjolan. Hingga sebulan berlalu, benjolan itu kian membesar dan nampak nyata mengkhawatirkan.

Naluri ibu untuk menyelamatkan anaknya kian membuncah. Ibu  membawa  wiwit bayi ke rumah sakit, ke  dokter yang telah membantu persalinan. Disarankan untuk segera diambil tindakan. Hati ibu kian galau, tindakan macam apakah ? apakah akan membahayakan?

" Ayah... bagaimana kalau benjolan merah itu membesar dan menutup wajahnya?" tanya ibu cemas.

"Wiwit  masih terlalu kecil kalau harus dioperasi, kalau dibedah, bagaimana dia bernafas?" ayah balik bertanya.

 Dalam keluarga terjadi pro dan kontra untuk memutuskan apakah akan dilakukan  tindakan  yang belum jelas seperti apa atau dibiarkan saja?mengingat usia  wiwit belum genap 2 bulan. Bayi mungil yang sehat, gemuk, putih dengan mata yang bercahaya, menatap tajam pada dunia, namun tak menyadari  gerangan apa yang akan terjadi padanya. Dia begitu lucu, menggemaskan layaknya bayi pada umumnya, tangis dan tawanya  mulai riuh.

Ibu terus gelisah dengan perkembangan wiwit kecil. Memaksa ayah untuk segera melakukan tindakan pengobatan terhadap keadaan anak mereka.  Ayah pun menyerah dan mengikuti saran ibu untuk memeriksakan lebih lanjut dan melakukan tindakan untuk mencegah keadaan yang mungkin  membahayakan keadaan wiwit.

Tiba waktu yang ditentukan. Ayah dan Ibu mendengarkan penjelasan dokter spesialis bedah,  tindakan sepeti apakah yang akan dilakukan, risiko apa yang akan terjadi dan hal hal apa yang sebaiknya ayah ibu lakukan dalam menghadapi proses penanganan kelainan hidung wiwit dan sesudahnya.

Dokter menjelaskan bahwa wiwit menderita tumor ganas bawaan sejak lahir yang menyerang tulang rawan pada ujung hidungnya. Agar tak semakin membesar dan membahayakan , sebaiknya dilakukan operasi kecil dengan tindakan bedah.

" Ayah... apa yang salah sampai bayi baru lahir sudah terkena tumor yang ganas?"  tanya ibu sambil menangis dan menyeka air mata. Tak mengira ini akan terjadi pada putri mungilnya yang cantik.

" Mungkin sudah takdir, Allah sedang menguji kita, kita harus sabar dan merawat anak kita supaya tetap hidup dan sehat seperti anak anak lainnnya".

Ibu merasa sedih dan sesak, merasa takut  bayinya tak akan  tahan menghadapi tindakan pembedahan. Pernafasannya pasti terganggu, bagaimana kalau nanti wiwit haus, bagaimana nanti lukanya. Berbagai kerisauan berkecamuk di fikiran ibu. Ayah nampak lebih tenang. Terus berdoa memohon petunjuk untuk memutuskan ya atau tidak .

Musyawarah keluarga memutuskan untuk menyetujui dilakukan pembedahan dengan segala konseksuensinya. Berharap operasi berjalan lancar dan berhasil baik.  

Pertama harus menjaga kondisi Wiwit kecil agar selalu sehat , sebelum dilakukan segala pemeriksaan awal pembedahan. Dokter yang sejak awal memeriksa keadaan Wiwit sudah menunjuk rumah sakit  dan perawat yang akan mendampingi beliau  saat operasi nanti. Proses bedah atau operasi bayi yang belum genap berusia dua bulan , membutuhkan kesabaran dan ketelitian. Apalagi berkaitan dengan  organ pernafasan yang setiap detik harus bekerja.

Tiba waktu yang telah disepakati,  beberapa anggota keluarga berkumpul di rumah sakit untuk menunggu proses berjalannya operasi.  Dengan perasaan sedih dan iba , ibu menggendong bayi Wiwit   memasuki  ruang operasi. Dokter Bedah dan para perawat  sudah siap dengan seragam khusus operasi, segala peralatan pun sudah tertata rapi di sisi meja operasi.  

Catatan data pasien terletak di atas meja sudut ruangan,  Sekali lagi dokter mananyakan kepada ibu, apakah sudah siap menyaksikan  operasi pembedahan hidung Wiwit ?  Ibu hanya mengangguk pelan tapi pasti, mencoba meyakinkan diri menyaksikan apa yang akan terjadi.  Melihat  raut wajah ibu yang cemas , dokter meminta ibu  menunggu di luar ruangan .

 Wiwit adalah putri kelima ibu, sebelumnya sudah ada balita perempuan ibu yaitu Mila dan Aida.  Namun setiap anak memiliki keistimewaan yang berbeda. Tak ada yang aneh atau berbeda saat  ibu melahirkan Wiwit, semua normal dan  sama dengan bayi lain. Hanya nasib Wiwit yang kurang beruntung karena memiliki setitik noktah merah yang berdampak panjang.

Selama proses operasi berlangsung  ibu yang bersandar pada ayah sama sama berdoa dengan keyakinan bahwa semua akan baik baik saja. Wiwit bayi akan tetap hidup , sehat dan tumbuh besar seperti anak anak lain.  Membayangkan Wiwit akan bisa bermain bersama Mila dan Aida, menambah riuh dan serunya suasana rumah .

Beberapa jam operasi berlangsung hingga akhirnya , dokter pun keluar dengan wajah lega.

" Alhamdulillah ibu, operasi berjalan lancar dan berhasil" , ujar dokter

"Alhamdulillah... terima kasih pak dokter, sekarang keadaannya bagaimana?" tanya ibu penasaran.

" Bayi masih dalam pengaruh bius, sekitar  satu  jam lagi akan siuman dan sadar. Nanti akan kami antar ke ruang observasi dulu sebelum dibawa ke ruang rawat inap, ibu harus bersiap  untuk menenangkannya",  dokter kembali menjelaskan prosedur selanjutnya.

" Baik dokter, terima kasih sudah melakukan yang terbaik untuk anak kami", ujar ibu sambil mengatup dua telapak tangan di dada.

Beberapa jam kemudian, Wiwit bayi diantarkan ke ruang rawat inap. Perban di hidungnya masih terdapat sedikit  noda merah sisa darah.  Hanya ringisan kecil yang terdengar dari mulut mungilnya. Dia tak tahu  apa yang terjadi, mungkin yang dia tahu hanya rasa  nyeri di ujung hidungnya. Selang pembantu alat pernafasan masih menempel untuk menjaga kestabilan  pernafasan Wiwit.

" Sayang... maafkan ibu yha, mungkin ada kesalahan ibu saat mengandungmu, sehingga kau yang menanggung akibatnya. Ibu tahu kau bayi yang hebat, kuat dan sabar. Kau akan sehat kembali dan normal seperti anak anak lain. Semua akan baik baik saja. Ibu akan terus menjagamu, merawatmu dan membuatmu bahagia setelah semua ini berlalu" , bisik ibu di telinga wiwit bayi untuk memberikan sugesti positif sambil menguatkan  diri sendiri.

Beberapa hari di rumah sakit, akhirnya wiwit diizinkan untuk dibawa pulang.  Alat bantu pernafasan sudah dilepas, karena operasi sudah tidak mengganggu pernafasan. Perban masih menempel di hidung Wiwit,  setelah diganti pasca operasi. 

" Anak ibu dan bapak, sudah bisa dibawa pulang , tiga hari lagi dibawa kemari untuk kontrol yha!", saran dokter sambil menuliskan resep obat.

" Tolong perban jangan dibuka sampai kontrol  kemari, nanti kami yang akan menggantinya. Lukanya masih basah , jangan terkena air, jangan sampai tangan mungilnya mengoyak perban, khawatir akan merobek jahitan didalamnya" kembali dokter mengingatkan ayah dan ibu.

" Baiklah dokter,  kami akan menjaganya dan mengingat pesan pak dokter". Jawab ayah mantap.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun