Mohon tunggu...
Helwiyah ewi
Helwiyah ewi Mohon Tunggu... Guru - Lakukan Yang terbaik

Blogger. ,writer, teacher

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Misteri Kamar Belakang

1 Januari 2023   20:30 Diperbarui: 1 Januari 2023   20:52 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

MISTERI KAMAR BELAKANG

 

Siang itu aku berpamitan pada teman teman untuk pulang lebih awal, karena tugasku sudah selesai. Kurapikan meja kerjaku dan buku buku siswa yang telah selesai kukoreksi.

" Bapak ibu aku izin pulang duluan yha, sudah izin kok ke Bapak", tukasku pada teman teman yang saling pandang. Karena tak biasanya aku izin pulang cepat. Setiap hari aku biasanya   pulang paling akhir, menyiapkan untuk tugas besok hari. Bergegas aku kelar ruangan menuju pemberhentian angkutan umum.  

" Wit..... tunggu sebentar,  mau kemana sih buru buru amat?, Esti mengejarku  sambil tersegal sengal, nampak lucu dengan tubuhnya yang tambun.

" Hai..... ponakanku di Bandung sakit, aku harus segera kesana, sejak bayi aku yang asuh dia". Jawabku tenang.

" Terserah saja sih apapun urusanmu ke sana, tapi aku mau tanya tentang kelanjutan  MOU dengan Lembaga  Pendidikan Bahasa Asing yang pernah kita bahasa kemarin, janjinya khan besok harus sudah deal", cecar Esti.

" Sudah kulimpahkan pada Pak Andri untuk ditindaklanjuti, tenang saja  sudah beres kok berkasnya, sudah yha..... selamat bekerja he...he...he..." candaku melihat mimik wajah Esti yang nampak kecewa.

Sepanjang jalan aku  berpikir apa yang akan kupersiapkan untuk kubawa ke kota Bandung, menyusun jadual perjalanan, apa saja yang akan kukerjakan dan tempat tempat apa saja yang akan kukunjungi.  Tujuanku ke Bandung bukan hanya untuk menjenguk ponakan yang sakit, tapi juga mengeksplore obyyek obyek wisata baru disana.

Sore aku baru berangkat sendiri menuju kota Bandung yang rutin kudatangi setahun 3 kali. Menjenguk ponakan ponakan yang lucu, wisata kuliner, wisata belanja  dan wisata alam. Bandung adalah salah satu kota favoritku, selain Yogya dan Solo.  Aku masih lajang jadi kemanapun pergi tak ada yang menghalangi.

Adikku yang tinggal di Bandung sering berpindah tempat tinggal. menyesuaikan dengan keadaan lingkungan dan  kemampuan membayar sewa bulanan. Perumahan Gading Tutuka adalah rumah  ke lima yang ditempati. Ternyata rumah ini  mampu dibeli adikku dari simpanan dollar yang ditukarkan menjadi rupiah karena lonjakan nilai tukar yang cukup tinggi kala itu.

Dengan menggunakan bus yang melaju cepat malam itu, aku tertidur lelap. Hingga akhirnya aku terbangun karena teriakan kondektur yang berteriak keras.

" Terminal... terminal... terminal... terminal habis......"

Segera kurapikan tasku dan melompat turun.

Kulirik jam tangan mungilku, hhm.....jam 1 pagi, terminal agak sepi.

" Soreang... soreang... soreang bu... langsung berangkat", seru kenek angkot terminal.

" Enggak nge- tem lagi khan?"

" Ayo bu, langsung jalan sekalian mau pulang" , ujar kenek itu lagi

Huft.... aku pun duduk di samping pak sopir/

Sepanjang jalan kami berbincang tentang keadaan dan perkembangan kota Bandung yang terus berbenah mengembangkan obyek  wisata dan kuliner.

" Stop mang....... saya turun disini saja" , pintaku pada pak sopir yang segera menepi.

" Hati hati ya bu......!" masih sempat si mang sopir mengingatkan ku

Jalan masuk perumahan sangat lebar, kalau siang  mang becak mangkal disini. Jam segini apa masih ada.  Tadi siang aku sudah pesan adikku minta dijemput disini, tapi dia sedang keluar kota, hanya ada istri dan 2 bayinya yang sedang sakit di rumah.

Akhirnya , kuberanikan diri berjalan kaki menyusuri gerbang perumahan gading tutuka yang lebar , panjang, gelap dan sepi.

" Neng..... mau kemana?"

Suara  mamang becak mengagetkanku dari arah belakang.

" Oh... ini mang , mau ke blok F No. 15 keponakan saya sakit", Jawabku tanpa curiga.

" Wah..... itu mah jauh neng, ayo ikut becak saja, kebetulan  saya kemaleman, satu arah lewat situ". Mang  becak yang tak nampak wajahnya menawarkan diri.

Wah.... kebetulan banget, daripada jalan kaki sendirian jam segini mending naik becak. Tanpa bertanya berapa ongkosnya aku segera naik ke becak.

Becak melaju lembut diiringi semilir angin dini hari. Sekitar masih gelap, hanya ada lampu penerangan jalan yang  nampak bersinar  redup. Tak ada obrolan mang becak denganku saat itu. Kami hanya saling diam.

" Nah... sudah sampai neng... itu bukan rumahnya?", tanya mang becak

" Oh iya mang, betul..... kok mang tahu sih,  padahal remang remang, plang alamatnya lepas lho", tanyaku sambil senyum.

" Ini khan wilayah saya  neng, tiap hari saya lewat sini",

" oh iya ya...... berapa ongkosnya mang?', tanyaku

" Gak usah neng, mamang ikhlas, ini sekalian jalan pulang ke rumah kok, lain kali jangan ke wilayah ini tengah malam yha!", si mamang mengingatkan.

Tanpa menunggu responku, si mamang sudah berlalu pergi menghilang di keremangan malam.

Tok...tok....tok....

"Assalamu alaikum...... ini teteh".

" Wa'alaikum salam.... ya teh..bentar",

Pintu pun terbuka, nampak adik iparku membukakan pintu.

"Mamah...... ada siapa  mah?" keponakan kecilku ikut bangun mendatangi pintu.

" Uwak...... ", teriaknya sambil berlari memelukku.

" Lho kok, belum tidur, Sudah setengah dua lho ini?"

" Anak anak  badannya panas, susah tidur, kebangun  terus", ujar mamahnya.

Kami pun masuk rumah dan ke ruang tamu.  Ponakanku yang sulung baru berusia 5 tahun, langsung bersandar manja di tanganku.

" Wah..... badanmu panas, pusing yha?", tanyaku yang dijawab dengan anggukan.

" Teh.... tidur di kamar  belakang  saja yha, memang belum dirapihin, baru 2 bulan pindah kesini".

" Oke.... mau ke kamar mandi dulu, ada airnya khan?"

" Banyak.... pakai torn sekarang, Tari mau kompres anak anak dulu, demamnya masih tinggi".

" Oh ya, silakan".

Jam dinding menunjukkan pukul 2 tepat ketika mataku belum bisa terpejam, padahal hari ini sangat melelahkan.  Mungkin efek sudah tidur panjang di bus tadi.

Mataku nanar mengamati kamar ini. Belum dua bulan rumah ini dibeli. Sepertinya bukan rumah baru, karena cat dindingnya banyak yang sudah terkelupas.  Pelapis dinding pun ada yang sudah pecah. Lantai keramik model lama, lemari kayu yang nampak tua, sepertinya bukan lemari dari rumah adikku yang lama . Pintu geser di kamar ini yang terbuka  sepangkal lengan, bukan hal umum untuk rumah tinggal .

Perasaanku tak tenang,  seperti ada yang mengawasi.  Perlahan kucoba menutup mata, sayup terdengar seperti ada benda bergeser dikamar ini, namun karena lampu kamar padam, tak terlihat apapun yang bergerak.  Kututup mata rapat rapat mencoba tak peduli apa yang terjadi.

Hingga adzan subuh  berkumandang, aku sudah terbangun. Kunyalakan lampu kamar, pintu kamar sudah bergeser dan  tertutup rapat . Pikirku, apakah adikku sudah kembali dari luar kota dan menggeser pintu ini? Tapi pulang jam  berapa?

Ah, sudahlah...

Kubasuh wajahku dengan  air wudhu, terasa sejuk dan segar. Bersegera menunaikan sholat subuh dan dilanjutkan dengan tadarus al qur'an.  Di ayat ayat awal  kubaca semua berjalan normal,  tak ada yang aneh. Namun ketika membuka lembaran ke dua, kuletakkan al qur_an di atas bantal, tiba tiba lembaran lembaran  al _qur'an bergerak sendiri dengan cepat dengan hembusan angin yang entah dari mana datangnya.  Dengan kaget aku lompat  dari  kasur, dan melangkah mundur.  Aku keluar kamar dan duduk tertegun di  kursi ruang tamu. Lama aku duduk disitu sambil berdzikir dengan apapun yang kubisa.

" Ada apa teh, Kok  duduk disitu masih pakai mukena?" tanya adikku heran , ketika waktu sudah menunjukkan pukul setengah enam. Di luar sudah nampak terang. Tari membuka gorden dan jendela agar cahaya pagi dan udara segar masuk rumah.

" Iqbal sudah pulang?" tanyaku tanpa mengindahkan pertanyaan Tari.

" Belum, katanya sih besok pagi baru pulang, masih ada kerjaan", jawabnya

" Semalem kamu ke kamar teteh gak?"

" Enggak, khan jagain anak  anak yang semalem akhirnya bisa tidur pulas".

Nah... jadi siapa yang geser nutup pintu kamar jam 2 tadi?

Angin darimana juga yang  menggerakkan lembaran lembaran al Qur,an ku.

Pagi di Bandung sangat sejuk, angin dingin menyapu wajahku yang berjalan jalan menggandeng tangan kedua bocah keponakan ku, masih agak hangat tapi mereka perlu udara dan cahaya pagi .  Sesekali berhenti untuk jajan sarapan dan cemilan khas daerah itu. Mereka nampak bahagia dan bisa bercanda.

" Cuma kalau ada uwaknya mereka bisa jalan jalan dan jajan, naik becak dan beli mainan, Tari gak ada yang bantuin jaga anak anak".

Mereka berdua adalah keponakan keponakan pertama ku. Ada rasa berbeda antara adik dan ponakan.  Terasa lebih sayang seperti anak sendiri , apalagi mereka juga sangat terbuka dan manja padaku. Hal ini yang menjadi salah satu obat buat mereka.

Setelah makan siang, barulah aku dan Tari sempat ngobrol   berbagai macam maslah dan keadaan sekitar rumah baru mereka.

" Teteh semalam jalan kaki dari gerbang depan?" tanya Tari.

" Naik becak, dianter mamangnya sampe depan rumah", jawabku santai.

" Hah...! jam berapa itu, memang masih ada becak?" tanya Tari kaget.

" Masih kok, katanya dia pulang kemaleman, sekalian lewat  sini pulang arah ke rumahnya".

" Teteh... selama  Tari disini, mamang becak itu mangkal dan masuk  perumahan ini hanya sampe jam 5 sore, gak ada yang sampe malem, apalagi jam 1", tukas Tari

" Lho... buktinya semalam itu ada kok, mamangnya pakai topi, becak dikayuh biasa, ngobrol juga kok sedikit", jawabku meyakinkan.

" Yah.... apapun itu, yang penting teteh selamet sampe sini, gak dijahatin", ujar Tari sambil tertawa.

" emangnya kenapa?",

" Mungkin teteh  sudah ditemenin dan dianterin sama mang Ujang , tukang becak yang meninggal minggu lalu karena tertabrak bus di gerbang depan perumahan ini",

" Hah!... Innalillahi wa innailaihi rojiuun... jadi?",  aku jadi kaget campur sedih.

" Terus...pintu kamar belakang, siapa yang  geser?"

" Yang jelas itu bukan ulah mang Ujang. tapi ada yang mau kenalan ma teteh",

" Astaghfirullah..... ntar sore aku pulang yha", cukup sekali saja kayak begitu.

.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun